Kenangan-Kenangan yang Terpelihara
Senin, 27 Februari 2023 - 07:52 WIB
Sekar Mayang
Editor dan pengulas buku, hidup di Bali
Gelas yang penuh jelas tidak dapat kita isi, seberapa pun kerasnya kita berusaha. Tentu kita harus mengosongkan gelas itu lebih dahulu sebelum bisa menuangkan sesuatu yang baru ke dalamnya. Begitu pula dengan kemampuan kita untuk mengingat sesuatu.
Hal-hal yang pernah kita terima atau alami sekian waktu di belakang, tidak bisa terus-menerus menghuni benak. Sebab, yang terjadi di depan mata saat ini mungkin hanya bisa lewat tanpa sempat kita resapi esensinya.
Dibuka dengan cerpen Seekor Ikan Mencintai Kucing, buku ini akan membawa kita menuju perjalanan yang penuh kejutan. Bagaimana tidak? Di cerpen ini saja kita sudah disuguhkan dengan empati seekor ikan terhadap kucing betina yang berbuah cinta kasih. Sepintas kita akan menangkap bahwa ini adalah jenis cinta tanpa syarat. Sang ikan tidak mengharap apa-apa selain kebahagiaan kucing tersebut.
Perjalanan tiap jiwa itu unik, bergantung kepada apa saja yang sudah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Jika terlalu banyak mengambil sesuatu, berikutnya akan berkurang jatah untuknya. Jika pernah menolong, berikutnya akan ditolong.
Hanya saja, ada kondisi yang membuat sebuah keinginan sulit―jika tidak ingin dikatakan mustahil―untuk dipenuhi. Seperti ikan yang ingin menolong seekor kucing agar tidak kelaparan lagi. Ia bisa menghindar, ia bisa pula mengorbankan dirinya menjadi santapan si kucing. Yang terpenting baginya, si kucing tidak lagi menderita.
Cerpen lain yang cukup menyita perhatian adalah Ia Tidak Datang ke Masjid. Berkisah tentang kehidupan seorang pria pengurus masjid. Tidak ada orang yang hidupnya serba kekurangan, meskipun konsep ini sebenarnya bergantung kepada pola pikir tiap individu.
Suparno adalah salah satu yang ingin terbebas dari masalah finansial. Berbagai cara ia lakukan, sampai akhirnya ia menjadi pengurus masjid. Hanya saja, tidak ada yang luput dari perhatian semesta. Semua mendapat bayaran yang sepadan.
Editor dan pengulas buku, hidup di Bali
Gelas yang penuh jelas tidak dapat kita isi, seberapa pun kerasnya kita berusaha. Tentu kita harus mengosongkan gelas itu lebih dahulu sebelum bisa menuangkan sesuatu yang baru ke dalamnya. Begitu pula dengan kemampuan kita untuk mengingat sesuatu.
Hal-hal yang pernah kita terima atau alami sekian waktu di belakang, tidak bisa terus-menerus menghuni benak. Sebab, yang terjadi di depan mata saat ini mungkin hanya bisa lewat tanpa sempat kita resapi esensinya.
Dibuka dengan cerpen Seekor Ikan Mencintai Kucing, buku ini akan membawa kita menuju perjalanan yang penuh kejutan. Bagaimana tidak? Di cerpen ini saja kita sudah disuguhkan dengan empati seekor ikan terhadap kucing betina yang berbuah cinta kasih. Sepintas kita akan menangkap bahwa ini adalah jenis cinta tanpa syarat. Sang ikan tidak mengharap apa-apa selain kebahagiaan kucing tersebut.
Perjalanan tiap jiwa itu unik, bergantung kepada apa saja yang sudah ia lakukan di kehidupan sebelumnya. Jika terlalu banyak mengambil sesuatu, berikutnya akan berkurang jatah untuknya. Jika pernah menolong, berikutnya akan ditolong.
Hanya saja, ada kondisi yang membuat sebuah keinginan sulit―jika tidak ingin dikatakan mustahil―untuk dipenuhi. Seperti ikan yang ingin menolong seekor kucing agar tidak kelaparan lagi. Ia bisa menghindar, ia bisa pula mengorbankan dirinya menjadi santapan si kucing. Yang terpenting baginya, si kucing tidak lagi menderita.
Cerpen lain yang cukup menyita perhatian adalah Ia Tidak Datang ke Masjid. Berkisah tentang kehidupan seorang pria pengurus masjid. Tidak ada orang yang hidupnya serba kekurangan, meskipun konsep ini sebenarnya bergantung kepada pola pikir tiap individu.
Suparno adalah salah satu yang ingin terbebas dari masalah finansial. Berbagai cara ia lakukan, sampai akhirnya ia menjadi pengurus masjid. Hanya saja, tidak ada yang luput dari perhatian semesta. Semua mendapat bayaran yang sepadan.
tulis komentar anda