Satu Tahun Konflik Rusia Vs Ukraina, Pengamat Militer: Ini Perang Asimetrik
Minggu, 26 Februari 2023 - 11:58 WIB
JAKARTA - Perang Rusia-Ukraina hingga kini masih terus berlangsung. Perang yang sudah berlangsung selama setahun ini belum juga menunjukkan tanda-tanda akan berakhir.
Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber, Susaningtyas NH Kertopati menilai perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif ilmu pertahanan. Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior.
"NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia," ujar Nuning, panggilan akrab Susaningtyas NH Kertopati, Minggu (26/2/2023).
Menurut Nuning, perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut.
"Dari awal perang sudah terbaca beberapa hal indikasi. Rusia ingin membangun image bahwa mereka masih kuat, terlebih di hadapan NATO. Perang ini merugikan Uni Eropa karena secara ekonomi belum menguat benar," jelasnya.
"Fakta perang ini pun berpengaruh pada komoditas impor di negara kita. Sebab ada beberapa barang berasal dari kedua negara yang berperang tersebut yakni, 40% gas Eropa asal Rusia, 35% paladium Amerika Serikat bahan baku semikonduktor asal Rusia, 67% Neon Amerika bahan baku semikonduktor juga asal Ukraina," sambungnya.
Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang-barang lokal, biaya logistik melonjak dan harga BBM menanti subsidi yang lebih besar. "Hal ini cukup membingungkan kebijakan publik dunia, karena salah kebijakan akan berujung ke gejolak dunia," tandasnya.
Pengamat Militer dan Intelijen menilai posisi Ukraina memang diperebutkan. Amerika Serikat menginginkannya sebagai negara satelit yang mengawasi Rusia. Sementara Rusia masih belum benar-benar ikhlas melepaskannya sebagai bagian dari Uni Soviet dulu.
"Bisa dikatakan ini perang Amerika Serikat vs Rusia. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia," tuturnya.
Ketua DPP Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Bidang Hankam dan Siber, Susaningtyas NH Kertopati menilai perang yang terjadi di Balkan saat ini masuk dalam kategori perang asimetris dari perspektif ilmu pertahanan. Rusia adalah kekuatan yang superior dan Ukraina adalah kekuatan yang inferior.
"NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia," ujar Nuning, panggilan akrab Susaningtyas NH Kertopati, Minggu (26/2/2023).
Menurut Nuning, perbandingan kekuatan militer dan anggaran perang jelas dimiliki Rusia. Di atas kertas Rusia pasti ingin melaksanakan perang dalam waktu secepat-cepatnya sementara Ukraina pasti melancarkan perang berlarut.
"Dari awal perang sudah terbaca beberapa hal indikasi. Rusia ingin membangun image bahwa mereka masih kuat, terlebih di hadapan NATO. Perang ini merugikan Uni Eropa karena secara ekonomi belum menguat benar," jelasnya.
"Fakta perang ini pun berpengaruh pada komoditas impor di negara kita. Sebab ada beberapa barang berasal dari kedua negara yang berperang tersebut yakni, 40% gas Eropa asal Rusia, 35% paladium Amerika Serikat bahan baku semikonduktor asal Rusia, 67% Neon Amerika bahan baku semikonduktor juga asal Ukraina," sambungnya.
Jadi efek dominonya yang paling penting adalah harga pangan impor naik diikuti kenaikan barang-barang lokal, biaya logistik melonjak dan harga BBM menanti subsidi yang lebih besar. "Hal ini cukup membingungkan kebijakan publik dunia, karena salah kebijakan akan berujung ke gejolak dunia," tandasnya.
Pengamat Militer dan Intelijen menilai posisi Ukraina memang diperebutkan. Amerika Serikat menginginkannya sebagai negara satelit yang mengawasi Rusia. Sementara Rusia masih belum benar-benar ikhlas melepaskannya sebagai bagian dari Uni Soviet dulu.
"Bisa dikatakan ini perang Amerika Serikat vs Rusia. NATO berusaha menancapkan kekuasaannya di Ukraina yang secara geografis berbatasan langsung dengan Rusia," tuturnya.
tulis komentar anda