Sanksi bagi Pelanggar Protokol Kesehatan, Efektifkah?
Kamis, 16 Juli 2020 - 08:01 WIB
JAKARTA - Pemerintah berencana mengeluarkan aturan untuk menegakkan protokol kesehatan Covid-19. Banyak masyarakat yang tidak patuh terhadap penggunaan alat pelindung diri, seperti masker, dan menjaga jarak, ketika beraktivitas di luar rumah.
Menurut Presiden Joko Widodo , di suatu daerah hanya 30 persen yang menggunakan masker. Melihat situasi itu, Jokowi ingin membuat aturan yang dapat memberi sanksi bagi para pelanggar protokol kesehatan. Sanksi itu bisa berupa denda, kerja sosial, dan tindak pidana ringan.
Pakar kebijakan publik Trubus Rahadiansyah justru mengkritik rencana pembentukan regulasi itu. "Kalau mau dibuat dan menggunakan denda segala itu enggak akan efektif. Nanti akan memunculkan oknum-oknum tertentu yang menggunakan itu untuk memperoleh keuntungan. Kayak percaloan gitu,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu malam (15/7/2020).
(Baca: Jokowi Akan Keluarkan Inpres Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan)
Jika pemerintah tetap keukeuh, sebaiknya dalam penyusunannya melibatkan dan meminta masukan dari kepala daerah dan masyarakat. Selama ini, pembentukan sebuah regulasi dan kebijakan selalu bersifat top-down. Kebiasaan itu terbukti tidak efektif. Kuncinya, ada pada komunikasi pemerintah pusat dengan kepala daerah hingga ke pengurus rukun tetangga (RT).
Trubus memaparkan ada tiga sifat masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Pertama, masyarakat yang patuh terhadap sejumlah aturan dan kebijakan pemerintah. kedua, masyarakat yang bandel. Terakhir, ada masyarakat yang sifatnya wait and see dalam menyikapi sebuah aturan.
Dosen Universitas Trisakti itu menerangkan bagi orang yang bandel jangan hanya diberikan sanksi berupa denda. Namun, orang yang tidak patuh dan melakukan pelanggaran berulang kali diberikan hukuman penjara.
(Baca: Bandingkan Kasus Corona dengan Negara Lain, Ini Kata Presiden Jokowi)
“Sebelum sampai ke sana, pemerintah harus mengkomunikasikan dan mengedukasi masyarakat terlebih dahulu. Sanksi kurungan itu diterapkan terakhir. (orang) dikasih teguran pertama, kedua, dan ketiga, serta dipanggil dulu. Kalau masih orang itu terus, berdasarkan KTP, kurung saja agar ada efek jera,” terangnya.
Dia melihat sikap acuh masyarakat terhadap kebijakan pemerintah itu karena tidak ada jaminan kepastian hidup di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah memang memberikan sembako, tapi tidak semua masyarakat memperoleh bantuan sosial (bansos).
“Jadi jarang pengaman sosialnya tidak berjalan efektif. Kalau jalan itu, masyarakat enggak akan bandel dan melakukan pelanggaran. Selain itu, harus ada keteladanan dari pemimpinnya, mau gubernur, bupati, dan walikota,” pungkasnya.
Menurut Presiden Joko Widodo , di suatu daerah hanya 30 persen yang menggunakan masker. Melihat situasi itu, Jokowi ingin membuat aturan yang dapat memberi sanksi bagi para pelanggar protokol kesehatan. Sanksi itu bisa berupa denda, kerja sosial, dan tindak pidana ringan.
Pakar kebijakan publik Trubus Rahadiansyah justru mengkritik rencana pembentukan regulasi itu. "Kalau mau dibuat dan menggunakan denda segala itu enggak akan efektif. Nanti akan memunculkan oknum-oknum tertentu yang menggunakan itu untuk memperoleh keuntungan. Kayak percaloan gitu,” ujarnya saat dihubungi SINDOnews, Rabu malam (15/7/2020).
(Baca: Jokowi Akan Keluarkan Inpres Sanksi Pelanggar Protokol Kesehatan)
Jika pemerintah tetap keukeuh, sebaiknya dalam penyusunannya melibatkan dan meminta masukan dari kepala daerah dan masyarakat. Selama ini, pembentukan sebuah regulasi dan kebijakan selalu bersifat top-down. Kebiasaan itu terbukti tidak efektif. Kuncinya, ada pada komunikasi pemerintah pusat dengan kepala daerah hingga ke pengurus rukun tetangga (RT).
Trubus memaparkan ada tiga sifat masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19. Pertama, masyarakat yang patuh terhadap sejumlah aturan dan kebijakan pemerintah. kedua, masyarakat yang bandel. Terakhir, ada masyarakat yang sifatnya wait and see dalam menyikapi sebuah aturan.
Dosen Universitas Trisakti itu menerangkan bagi orang yang bandel jangan hanya diberikan sanksi berupa denda. Namun, orang yang tidak patuh dan melakukan pelanggaran berulang kali diberikan hukuman penjara.
(Baca: Bandingkan Kasus Corona dengan Negara Lain, Ini Kata Presiden Jokowi)
“Sebelum sampai ke sana, pemerintah harus mengkomunikasikan dan mengedukasi masyarakat terlebih dahulu. Sanksi kurungan itu diterapkan terakhir. (orang) dikasih teguran pertama, kedua, dan ketiga, serta dipanggil dulu. Kalau masih orang itu terus, berdasarkan KTP, kurung saja agar ada efek jera,” terangnya.
Dia melihat sikap acuh masyarakat terhadap kebijakan pemerintah itu karena tidak ada jaminan kepastian hidup di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah memang memberikan sembako, tapi tidak semua masyarakat memperoleh bantuan sosial (bansos).
“Jadi jarang pengaman sosialnya tidak berjalan efektif. Kalau jalan itu, masyarakat enggak akan bandel dan melakukan pelanggaran. Selain itu, harus ada keteladanan dari pemimpinnya, mau gubernur, bupati, dan walikota,” pungkasnya.
(muh)
Lihat Juga :
tulis komentar anda