Keserentakan Pilkada Mundur di 2027, DPR Tengah Finalisasi RUU Pemilu
Rabu, 15 Juli 2020 - 16:09 WIB
JAKARTA - Panitia Kerja (Panja) Penyusunan Draf RUU Pemilu Komisi II DPR tengah finalisasi terhadap draf Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilu untuk kemudian diharmonisasi dan disinkronisasi di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Sejumlah isu sudah mulai mengerucut, seperti misalnya soal keserentakan pilkada yang diundur di 2024 dengan rezim terpisah dengan Pemilu.
(Baca juga: Merancang Korupsi dari Ranjang)
"Satu yang hampir sepakat pemilu daerah (pilkada) itu harus berada di dua pemilu nasional. Dan dimulai pemilu nasional di 2024, 2027 pemilu daerah, 2029 pemilu nasional, 2032 pemilu daerah, dan seterusnya," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
(Baca juga: Pilkada Sragen, Demokrat Tepis Isu Politik Dinasti)
Sehingga Doli melanjutkan, dalam RUU Pemilu kali ini sudah ada pengaturan perubahan keserentakan yang diatur di UU Pemilu Nomor 7/2017. Maka, pelaksanaan pilkada serentak yang dimulai 2015 akan dinormalkan lagi. Sehingga, daerah yang melakukan pilkada di 2015 akan melakukan pilkada kembali di 2020, pilkada 2017 dilaksanakan 2022, pilkada 2018 dilaksanakan di 2023 sehingga, keserentakan pilkada direncanakan pada 2027.
"Ini yang berbeda dengan undang-undang yang sekarang, kalau sekarang serentak 2024 habis 2020 ini langsung 2024. 2022 dan 2023 enggak ada (di UU Pemilu) yang sekarang," paparnya.
(Baca juga: Kemdikbud Mulai Buka Seleksi Calon Guru Penggerak)
Doli menjelaskan, panja di Komisi II ini bertugas untuk mengkompilasi masukan dari tiap fraksi. Dan karena sudah terbentuk panja, maka akan sia-sia jika Komisi II tidak membuka aspirasi publik mengingat usulan RUU Pemilu kali ini diusulkan oleh DPR.
"Makannya kita buka 2 hari kemarin undang aktivis dari LIPI, UI, Unair, Perludem, ada Prof Ramlan dan Ibu Valina Singka, juga Ibu Siti Zuhro, total ada 12," urai Doli.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini, masukan berbagai fraksi dan narasumber dari para ahli dan pegiat pemilu itu diserap kembali oleh fraksi-fraksi pada saat memasukan pandangan mini fraksi terakhir. Sehingga, hanya 2 fraksi yang mengubah. Sehingga, draf RUU yang sekarang ini tidak terlalu banyak perubahan dari draf RUU yang beredar 6 Mei lalu.
"Draf RUU Pemilu ini masih karena kita enggak ketemu ada poin dan pasal strategis kita sampaikan ke Baleg saja, karena prosesnya masih panjang, Baleg harmonisasi dan sinkronisasi. Lalu balik lagi ke Komisi II, kemudian ke pimpinan DPR untuk dibawa ke paripurna disahkan jadi usul inisatif DPR baru diserahkan ke pemerintah," tandasnya.
Lihat Juga: Keluarga Tiga Eks Bupati Tegal Bersatu Dukung Bima-Mujab, Hadiri Kampanye Akbar Hajatan Bisa Dadi 1
(Baca juga: Merancang Korupsi dari Ranjang)
"Satu yang hampir sepakat pemilu daerah (pilkada) itu harus berada di dua pemilu nasional. Dan dimulai pemilu nasional di 2024, 2027 pemilu daerah, 2029 pemilu nasional, 2032 pemilu daerah, dan seterusnya," kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia Tanjung kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020).
(Baca juga: Pilkada Sragen, Demokrat Tepis Isu Politik Dinasti)
Sehingga Doli melanjutkan, dalam RUU Pemilu kali ini sudah ada pengaturan perubahan keserentakan yang diatur di UU Pemilu Nomor 7/2017. Maka, pelaksanaan pilkada serentak yang dimulai 2015 akan dinormalkan lagi. Sehingga, daerah yang melakukan pilkada di 2015 akan melakukan pilkada kembali di 2020, pilkada 2017 dilaksanakan 2022, pilkada 2018 dilaksanakan di 2023 sehingga, keserentakan pilkada direncanakan pada 2027.
"Ini yang berbeda dengan undang-undang yang sekarang, kalau sekarang serentak 2024 habis 2020 ini langsung 2024. 2022 dan 2023 enggak ada (di UU Pemilu) yang sekarang," paparnya.
(Baca juga: Kemdikbud Mulai Buka Seleksi Calon Guru Penggerak)
Doli menjelaskan, panja di Komisi II ini bertugas untuk mengkompilasi masukan dari tiap fraksi. Dan karena sudah terbentuk panja, maka akan sia-sia jika Komisi II tidak membuka aspirasi publik mengingat usulan RUU Pemilu kali ini diusulkan oleh DPR.
"Makannya kita buka 2 hari kemarin undang aktivis dari LIPI, UI, Unair, Perludem, ada Prof Ramlan dan Ibu Valina Singka, juga Ibu Siti Zuhro, total ada 12," urai Doli.
Menurut Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini, masukan berbagai fraksi dan narasumber dari para ahli dan pegiat pemilu itu diserap kembali oleh fraksi-fraksi pada saat memasukan pandangan mini fraksi terakhir. Sehingga, hanya 2 fraksi yang mengubah. Sehingga, draf RUU yang sekarang ini tidak terlalu banyak perubahan dari draf RUU yang beredar 6 Mei lalu.
"Draf RUU Pemilu ini masih karena kita enggak ketemu ada poin dan pasal strategis kita sampaikan ke Baleg saja, karena prosesnya masih panjang, Baleg harmonisasi dan sinkronisasi. Lalu balik lagi ke Komisi II, kemudian ke pimpinan DPR untuk dibawa ke paripurna disahkan jadi usul inisatif DPR baru diserahkan ke pemerintah," tandasnya.
Lihat Juga: Keluarga Tiga Eks Bupati Tegal Bersatu Dukung Bima-Mujab, Hadiri Kampanye Akbar Hajatan Bisa Dadi 1
(maf)
tulis komentar anda