Netralitas Tanpa Batas

Senin, 11 Mei 2015 - 09:19 WIB
Netralitas Tanpa Batas
Netralitas Tanpa Batas
A A A
Meskipun Perang Dunia II telah usai pada 1945, pada saat itu keadaan dunia internasional belum stabil karena muncul dua kekuatan dunia yang berbeda ideologi, yaitu komunis sebagai Blok Timur (Uni Soviet) dan liberalis sebagai Blok Barat (Amerika Serikat).

Sebagai negara yang baru merdeka, Indonesia dengan berani menjalankan sebuah politik luar negeri bebas aktif. Dalam buku berjudul Mendayung Antara Dua Karang, Bung Hatta menjelaskan bahwa Indonesia memegang teguh prinsip bebas aktif tanpa harus memihak blok mana pun.

Berdasarkan prinsip itu Indonesia muncul sebagai pionir negara-negara dunia ketiga, bukan sebagai negara tandingan bagi kedua blok yang berseberangan, tetapi sebagai bentuk netralitas kebebasan Indonesia yang tidak memihak. Tetap memegang dasar-dasar kemerdekaan dan perdamaian, tetapi Indonesia juga tetap dapat menjalankan kerja sama yang baik dengan dua blok tersebut.

Adanya kedua blok tersebut tidak dapat begitu saja diabaikan Indonesia karena adanya blok-blok yang berseberangan dapat mengancam ketertiban dunia dan terjadinya perang dunia ketiga. Indonesia tentu saja tidak menghendaki suatu pengelompokan negara-negara pada kedua blok, terutama negaranegara di Asia dan Afrika yang dapat menjadi korban dari perang dingin ini.

Konferensi Asia Afrika yang digagas Indonesia pada 18-14 April 1955 di Bandung menjadi suatu alasan akan perlunya media bagi negaranegara yang tidak tergabung dalam kedua blok untuk ikut menyuarakan pendapatnya akan ketertiban dan perdamaian di dunia internasional. Oleh sebab itulah Indonesia menjadi salah satu pendiri dari Gerakan Non- Blok, suatu keputusan yang sangat menantang pada saat itu.

Meskipun perang dingin telah berakhir pada 1990 dengan kekalahan pihak Uni Soviet, bukan berarti Indonesia berkiblat ke Barat untuk segala macam urusan. Indonesia tetaplah sebuah negara yang menjunjung netralitas tanpa batas dan kemerdekaan bagi negara terjajah seperti halnya keputusan Indonesia untuk tetap mendukung kemerdekaan Palestina meski “pihak Barat” tidak mendukung.

Isti Sri Ulfiarti
Mahasiswi Ilmu Sejarah Universitas Indonesia, Anggota Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya UI
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0919 seconds (0.1#10.140)