Peran Sesungguhnya
A
A
A
SITI SYAHIDATI FAUZANA
Mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia;
Anggota KSM Eka Prasetya UI (Universitas Indonesia)
Baru-baru ini kita mendengar, menyaksikan, atau mungkin membaca bahwa presiden kita saat ini telah salah dalam berucap, katanya, mengenai utang IMF Indonesia yang akhirnya dikoreksi oleh presiden sebelumnya.
Pada kenyataannya bahkan utang tersebut telah terlunasi pada 2006, bahkan IMF sempat meminta Indonesia untuk ikut menanamkan uangnya dalam IMF untuk membantu negara-negara lain yang membutuhkan bantuan dana. Dengan mengetahui fakta tersebut, patutlah kita sebagai warga negara Indonesia untuk mengembuskan napas lega bahkan mungkin ”sedikit” berbahagia, lantaran utang Indonesia sudah berkurang meski menurut Pak Presiden saat ini masih ada sekitar Rp2.600 triliun lagi yang harus dilunasi.
Bukan jumlah yang sedikit memang, tapi dalam sebuah kesempatan Pak Presiden mengatakan bahwa sebetulnya utang itu juga tidak apa-apa, beliau meminta untuk jangan terus alergi pada utang kalau memang digunakan untuk halhal yang produktif. Lalu, apakah ini bertanda bahwa Indonesia akan menambah jumlah utangnya kembali? Memang tidak apa-apa berutang bila digunakan untuk hal produktif.
Namun, apakah Indonesia mau menjadi negara yang selalu didikte? Sudah cukup untuk mendengar istilah negara boneka pada zaman Belanda dulu, jangan lagi muncul istilah tersebut lagi di saat kita sudah merdeka berpuluh-puluh tahun lamanya. Padahal bila dipikirkan kembali Indonesia berutang dengan tujuan menjadikan uang hasil utang tersebut menjadi uang negara, tapi di sisi lain uang negara masih banyak yang berpindah tangan menjadi uang pribadi dengan cara yang kotor.
Terlepas dari permasalahan utang tersebut, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia tergabung dalam MEA 2015 yang berarti Indonesia harus siap bersaing menghadapi serangan pasar dari negara lain, bukannya malah menjadi ditatap sebagai mangsa pasar dunia. Baru-baru ini juga presiden kita telah berpidato mengenai tatanan ekonomi yang adil bagi kawasan Asia-Afrika dalam Konferensi Asia-Afrika yang juga merupakan salah satu bentuk keterlibatan Indonesia di dunia internasional.
Hingga akhirnya dibentuklah Dewan Bisnis Asia-Afrika (Asian Africa Business Council/ AABC) 2015. Dengan dibentuknya AABC dan dengan keikutsertaan Indonesia dalam MEA 2015, membuka harapan yang besar agar Indonesia bisa menunjukkan peran yang sesungguhnya dalam hal ekonomi di dunia internasional. Bukan dipandang sebagai negara yang berutang, bukan pula sebagai mangsa pasar di dunia internasional.
Mahasiswi Fakultas Kesehatan Masyarakat,
Universitas Indonesia;
Anggota KSM Eka Prasetya UI (Universitas Indonesia)
Baru-baru ini kita mendengar, menyaksikan, atau mungkin membaca bahwa presiden kita saat ini telah salah dalam berucap, katanya, mengenai utang IMF Indonesia yang akhirnya dikoreksi oleh presiden sebelumnya.
Pada kenyataannya bahkan utang tersebut telah terlunasi pada 2006, bahkan IMF sempat meminta Indonesia untuk ikut menanamkan uangnya dalam IMF untuk membantu negara-negara lain yang membutuhkan bantuan dana. Dengan mengetahui fakta tersebut, patutlah kita sebagai warga negara Indonesia untuk mengembuskan napas lega bahkan mungkin ”sedikit” berbahagia, lantaran utang Indonesia sudah berkurang meski menurut Pak Presiden saat ini masih ada sekitar Rp2.600 triliun lagi yang harus dilunasi.
Bukan jumlah yang sedikit memang, tapi dalam sebuah kesempatan Pak Presiden mengatakan bahwa sebetulnya utang itu juga tidak apa-apa, beliau meminta untuk jangan terus alergi pada utang kalau memang digunakan untuk halhal yang produktif. Lalu, apakah ini bertanda bahwa Indonesia akan menambah jumlah utangnya kembali? Memang tidak apa-apa berutang bila digunakan untuk hal produktif.
Namun, apakah Indonesia mau menjadi negara yang selalu didikte? Sudah cukup untuk mendengar istilah negara boneka pada zaman Belanda dulu, jangan lagi muncul istilah tersebut lagi di saat kita sudah merdeka berpuluh-puluh tahun lamanya. Padahal bila dipikirkan kembali Indonesia berutang dengan tujuan menjadikan uang hasil utang tersebut menjadi uang negara, tapi di sisi lain uang negara masih banyak yang berpindah tangan menjadi uang pribadi dengan cara yang kotor.
Terlepas dari permasalahan utang tersebut, kita juga tidak bisa menutup mata bahwa Indonesia tergabung dalam MEA 2015 yang berarti Indonesia harus siap bersaing menghadapi serangan pasar dari negara lain, bukannya malah menjadi ditatap sebagai mangsa pasar dunia. Baru-baru ini juga presiden kita telah berpidato mengenai tatanan ekonomi yang adil bagi kawasan Asia-Afrika dalam Konferensi Asia-Afrika yang juga merupakan salah satu bentuk keterlibatan Indonesia di dunia internasional.
Hingga akhirnya dibentuklah Dewan Bisnis Asia-Afrika (Asian Africa Business Council/ AABC) 2015. Dengan dibentuknya AABC dan dengan keikutsertaan Indonesia dalam MEA 2015, membuka harapan yang besar agar Indonesia bisa menunjukkan peran yang sesungguhnya dalam hal ekonomi di dunia internasional. Bukan dipandang sebagai negara yang berutang, bukan pula sebagai mangsa pasar di dunia internasional.
(bbg)