Ekonomi Masih Lesu
A
A
A
Roda perekonomian Indonesia bergerak lamban sepanjang triwulan pertama tahun ini.
Pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak lebih dari kisaran 5% dan perkiraan tersebut lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi periode yang sama sebesar 5,21% tahun lalu. Pemerintah beralasan bahwa iklim ekonomi yang tidak cerah itu disebabkan belanja pemerintah masih kecil dan situasi perekonomian global yang belum menentu.
Pada kuartal kedua pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi mulai bergerak seiring pencairan anggaran sejumlah proyek infrastruktur yang sudah dicanangkan sebelumnya. Alasan yang dikemukakan pemerintah di atas sudah lumrah. Yang pasti dalam tiga bulan terakhir ini suara pengusaha mulai terdengar kurang merdu.
Kalangan pengusaha yang awalnya berharap banyak perubahan di bawah pemerintahan duet Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) mulai membaca gejala ketidakkonsistenan pemerintah dalam membangun iklim perekonomian yang bersahabat dengan dunia usaha.
Sejumlah kebijakan terutama terkait perpajakan telah membuat dunia usaha berhitung ulang misalnya pajak di bidang properti yang makin diintensifkan, janji pemerintah untuk menaikkan bea masuk sejumlah komoditas juga belum terealisasi. Situasi belakangan ini makin keruh dengan nilai rupiah yang masih lemas terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pelambatan perkembangan perekonomian tersebut harus diwaspadai sebelum berdampak pada kinerja perbankan terkait kredit macet (non performing loan/NPL). Gejala ke arah tersebut sebagaimana dipaparkan Managing Director Senior Country Officer JP Morgan Indonesia Haryanto T Budiman memang belum terasa.
Namun, kinerja perbankan secara umum mulai melambat yang tercermin dari laporan laba bersih perbankan yang menurun. Berdasarkan laporan keuangan 2014, hanya terdapat lima bank papan atas yang mencatatkan kenaikan laba yang signifikan. Namun, di balik kelesuan pertumbuhan ekonomi tersebut, angin segar dari realisasi investasi sepanjang tiga bulan awal tahun ini berhembus kencang.
Publikasi terbaru dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terungkap realisasi investasi mencapai Rp124,6 triliun dengan menyerap 315.229 tenaga kerja yang berasal dari penanaman modal asing (PMA) sebanyak 201.887 orang dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebanyak 113.342 orang pada periode triwulan pertama 2015 atau tumbuh sekitar 16,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Investasi terbesar masih di Pulau Jawa sebanyak 56,1% atau sebesar Rp69,9 triliun. Selain itu, pemerintah juga memastikan sejumlah proyek infrastruktur mulai pemancangan tiang pertama( groundbreaking ) pekan ini. Rencananya, hari ini (Kamis, 30 April), Presiden Jokowi memulai pembangunan tol Trans- Sumatera yang menghubungkan Lampung hingga Aceh.
Tahap awal dimulai dari ruas Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang- Tanjung Api-api sepanjang 434 kilometer. Sejumlah proyek lain di antaranya pembangunan Pelabuhan Makassar, PLTU Mulut Tambang, hingga jaringan kabel laut untuk kelistrikan Sumatera-Jawa juga akan dimulai pemancangan tiang pertama. Proyek infrastruktur yang umumnya digarap badan usaha milik negara (BUMN) diperkirakan akan menelan dana Rp300 triliun hingga akhir tahun ini.
Kita berharap angin segar berupa realisasi arus investasi yang tinggi baik dari PMA maupun PMDN dan langkah pemerintah memulai groundbreaking sejumlah proyek infrastruktur dapat menyapu kelesuan ekonomi Indonesia. Bisa dibayangkan bila pemerintah telat mempercepat pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini.
Sungguh sangat berat mencapai target pertumbuhan perekonomian yang dipatok sekitar 5,7% hingga akhir tahun. Dan, pemerintah senantiasa tetap harus diingatkan bahwa yang terpenting di balik groundbreaking sejumlah proyek infrastruktur tersebut adalah keberlangsungan proyek.
Jangan sampai pemancangan tiang pertama sukses, tetapi belum diiringi penyelesaian substansi proyek misalnya pembebasan lahan yang belum tuntas atau izin yang masih terkendala sehingga proyek mangkrak, tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Intinya, jangan sampai groundbreaking proyek hanya sebuah pencitraan untuk menunjukkan bahwa pemerintah bekerja.
Pertumbuhan ekonomi diprediksi tidak lebih dari kisaran 5% dan perkiraan tersebut lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi periode yang sama sebesar 5,21% tahun lalu. Pemerintah beralasan bahwa iklim ekonomi yang tidak cerah itu disebabkan belanja pemerintah masih kecil dan situasi perekonomian global yang belum menentu.
Pada kuartal kedua pemerintah optimistis pertumbuhan ekonomi mulai bergerak seiring pencairan anggaran sejumlah proyek infrastruktur yang sudah dicanangkan sebelumnya. Alasan yang dikemukakan pemerintah di atas sudah lumrah. Yang pasti dalam tiga bulan terakhir ini suara pengusaha mulai terdengar kurang merdu.
Kalangan pengusaha yang awalnya berharap banyak perubahan di bawah pemerintahan duet Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) mulai membaca gejala ketidakkonsistenan pemerintah dalam membangun iklim perekonomian yang bersahabat dengan dunia usaha.
Sejumlah kebijakan terutama terkait perpajakan telah membuat dunia usaha berhitung ulang misalnya pajak di bidang properti yang makin diintensifkan, janji pemerintah untuk menaikkan bea masuk sejumlah komoditas juga belum terealisasi. Situasi belakangan ini makin keruh dengan nilai rupiah yang masih lemas terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Pelambatan perkembangan perekonomian tersebut harus diwaspadai sebelum berdampak pada kinerja perbankan terkait kredit macet (non performing loan/NPL). Gejala ke arah tersebut sebagaimana dipaparkan Managing Director Senior Country Officer JP Morgan Indonesia Haryanto T Budiman memang belum terasa.
Namun, kinerja perbankan secara umum mulai melambat yang tercermin dari laporan laba bersih perbankan yang menurun. Berdasarkan laporan keuangan 2014, hanya terdapat lima bank papan atas yang mencatatkan kenaikan laba yang signifikan. Namun, di balik kelesuan pertumbuhan ekonomi tersebut, angin segar dari realisasi investasi sepanjang tiga bulan awal tahun ini berhembus kencang.
Publikasi terbaru dari Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terungkap realisasi investasi mencapai Rp124,6 triliun dengan menyerap 315.229 tenaga kerja yang berasal dari penanaman modal asing (PMA) sebanyak 201.887 orang dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) sebanyak 113.342 orang pada periode triwulan pertama 2015 atau tumbuh sekitar 16,9% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Investasi terbesar masih di Pulau Jawa sebanyak 56,1% atau sebesar Rp69,9 triliun. Selain itu, pemerintah juga memastikan sejumlah proyek infrastruktur mulai pemancangan tiang pertama( groundbreaking ) pekan ini. Rencananya, hari ini (Kamis, 30 April), Presiden Jokowi memulai pembangunan tol Trans- Sumatera yang menghubungkan Lampung hingga Aceh.
Tahap awal dimulai dari ruas Bakauheni-Bandar Lampung-Palembang- Tanjung Api-api sepanjang 434 kilometer. Sejumlah proyek lain di antaranya pembangunan Pelabuhan Makassar, PLTU Mulut Tambang, hingga jaringan kabel laut untuk kelistrikan Sumatera-Jawa juga akan dimulai pemancangan tiang pertama. Proyek infrastruktur yang umumnya digarap badan usaha milik negara (BUMN) diperkirakan akan menelan dana Rp300 triliun hingga akhir tahun ini.
Kita berharap angin segar berupa realisasi arus investasi yang tinggi baik dari PMA maupun PMDN dan langkah pemerintah memulai groundbreaking sejumlah proyek infrastruktur dapat menyapu kelesuan ekonomi Indonesia. Bisa dibayangkan bila pemerintah telat mempercepat pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun ini.
Sungguh sangat berat mencapai target pertumbuhan perekonomian yang dipatok sekitar 5,7% hingga akhir tahun. Dan, pemerintah senantiasa tetap harus diingatkan bahwa yang terpenting di balik groundbreaking sejumlah proyek infrastruktur tersebut adalah keberlangsungan proyek.
Jangan sampai pemancangan tiang pertama sukses, tetapi belum diiringi penyelesaian substansi proyek misalnya pembebasan lahan yang belum tuntas atau izin yang masih terkendala sehingga proyek mangkrak, tidak bisa diselesaikan tepat waktu. Intinya, jangan sampai groundbreaking proyek hanya sebuah pencitraan untuk menunjukkan bahwa pemerintah bekerja.
(ftr)