Agar Tidak di Ujung Tanduk

Rabu, 22 April 2015 - 11:30 WIB
Agar Tidak di Ujung...
Agar Tidak di Ujung Tanduk
A A A
RIO ALFAJRI
Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional,
FISIP, Menteri Penalaran dan Keprofesian BEM Kema Unpad,
Universitas Padjadjaran

Dewasa ini Indonesia sedang mengalami banyak permasalahan. Berbagai fenomena yang terjadi awal 2015 menunjukkan hal tersebut. Krisis dimensional secara bergantian terus menghantam bangsa ini.

Mulai dari masalah ekonomi, sosial, pertahanan, politik, dan kebudayaan terus mendera Indonesia dan menjadikannya sebagai negeri di ujung tanduk. Kisruh di tataran elite pun akhirnya hanya menghasilkan rakyat sebagai korban. Perselisihan antara KPK dan Polri awal 2015 ini misalnya hanya membuat pengawasan pada korupsi menjadi lemah karena dua pihak yang seharusnya bekerja sama justru saling serang.

Dahulu sempat muncul sebuah harapan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa dan melanjutkan pembangunan. Reformasi 1998 diharapkan dapat mengakhiri berbagai permasalahan pelik bangsa ini. Namun, bayangan akan kondisi yang lebih baik itu sirna ketika berbagai pihak yang memiliki kepentingan kembali mengulang keburukan-keburukan saat itu.

Praktik-praktik kekuasaan sentralistik, otoriter, dan ademokratik kembali menjadikan bangsa ini terancam. Sudah 17 tahun reformasi berjalan, kondisi Indonesia justru menunjukkan wajah yang semakin muram. Sebenarnya apa yang salah dengan negeri ini? Orientasi terhadap kepentingan pribadi dan golongan yang ada pada penguasa kita menjadi salah satu penyebabnya.

Mereka lebih mementingkan apa yang ingin dicapai dirinya dan kelompoknya dibandingkan kepentingan umum. Padahal dahulu para founding fathers kita rela berkorban untuk mewujudkan nusantara menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk mengatasi ini, pemahaman dan penghayatan terhadap cita-cita luhur yang menjadi dasar untuk menjalankan negeri bernama Indonesia ini perlu dilakukan.

Cita-cita ini sudah termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dewasa ini memang penguasa dan jajarannya masih belum mencerminkan nilai-nilai luhur tersebut. Di sanalah peran mahasiswa dibutuhkan untuk menjadi pengingat dan penekan agar pemerintahan tetap berjalan sepenuhnya demi kepentingan rakyat. Politik memiliki sistem yang masyarakat ikut terlibat di dalamnya.

Sebagaimana yang dikemukakan oleh David Easton bahwa sistem politik itu terdiri atas input, black box, dan output. Masyarakat memberikan input berupa penyampaian apa yang menjadi kebutuhannya untuk diproses dalam pemerintahan (black box). Disebut sebagai black box karena proses pembuatan di dalamnya penuh intrik seperti sekarang.

Namun, ketika pemerintah tidak mengeluarkan output (kebijakan) yang sesuai dengan kepentingan rakyat, kita dapat memberikan umpan balik berupa aspirasi kepada pemerintah lagi. Karena itu, masyarakat harus melibatkan diri sebagai pengontrol pemerintah agar tidak kembali menjadi korban.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0947 seconds (0.1#10.140)