Kebutuhan dan Keinginan
A
A
A
Pengembangan infrastruktur menjadi pekerjaan utama bagi pemerintahan saat ini. Pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai Rp300 triliun akan lebih banyak digunakan untuk pengembangan infrastruktur.
Tujuannya adalah untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa ini. Realisasi memang masih membutuhkan waktu, karena pengembangan infrastruktur di Indonesia membutuhkan waktu yang lama. Selain pendanaan, skala prioritas dan kondisi alam memengaruhi berapa lama infrastruktur itu direalisasikan Yang menjadi ”janji suci” pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) adalah pembangunan transportasi tol laut.
Peningkatan kapasitas pelabuhan hingga membangun pelabuhan-pelabuhan baru menjadi sasaran pembangunan infrastruktur pemerintahan Ini karena 2/3 wilayah Indonesia adalah laut dan memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia. Pengembangan tol laut boleh jadi adalah realisasi yang terlambat, dan seolah negeri baru menyadari betapa pentingnya laut bagi Indonesia.
Sudah sepantasnya, sejak puluhan tahun yang lalu negeri ini sadar, bahwa laut mempunyai peran sentral dalam mendorong ekonominya. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Kondisi yang sama pembangunan kereta api prasaran kereta api (KA) Bandara Soekarno-Hatta.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, realisasi KA bandara ini semestinya sejak Bandara Soekarno-Hatta dibangun. (KORAN SINDO , 21/4) atau sekitar tahun 1984. Namunsekalilagi, lebihbaikterlambatdaripada tidaksamasekali. Kebutuhanakanmoda transportasiyanglayaksudahmenunjukkanhal yang positif seiring peningkatan jumlah pengguna kereta api yang mengingat dari tahun 2014 ke 2015.
Untuk jenis Commuter Line saja, terjadi peningkatan pengguna sekitar 150.000 orang setiap hari. Belum lagi pengguna kereta api luar kota yang terus meningkat dengan indikasi, tiket KA luar kota menjelang lebaran sudah ludes dibeli. Pembangunan tol laut atau pengembangan kereta api adalah sebuah kebutuhan bagi bangsa ini.
Kebutuhan lain yang juga janji suci dari pemerintahan Jokowi-JK adalah pembangunan jalan tol ataupun rel kereta api di luar Pulau Jawa. Pulau Sumatera yang membentang dari Nanggroe Aceh Darussalam belum terhubung rel kereta api. Bahkan di Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Papua belum memiliki sama sekali. Ini masuk prioritas kebutuhan mendesak untuk dipenuhi oleh pemerintah.
Karena dinamakan kebutuhan, pemerintah harus memenuhinya. Berbeda dengan keinginan yang bisa dipenuhi kapan saja atau beberapa tahun bahkan puluhan tahun ke depan. Kebutuhan lebih mendesak dari keinginan. Lalu apa yang masuk keinginan? Adalah rencana pembangunan KA cepatlayaknya shinkansen (kereta api cepat milik Jepang) Jakarta-Bandung.
Pembangunan KA cepat layaknya lebih mengedepankan keinginan dan daripada kebutuhan. Apalagi, pembangunan KA cepat tersebut diperuntukkan untuk masyarakat Jakarta dan Bandung yang secara mobilitas sudah dipenuhi dengan jalan bebas hambatan (tol) dan jalur rel. Apakah memang Indonesia membutuhkan kereta cepat Jakarta-Bandung? Jawaban yang tepat adalah tidak.
Apalagi, pembangunan itu nantinya menggunakan uang negara atau APBN, tentu akan menjadi kebijakan yang kurang bijak. Toh , misalnya dibangun menggunakan uang swasta, rasanya kurang tepat, karena kebutuhan transportasi massal diperuntukkan di luar Pulau Jawa. Artinya secara asas kebutuhan dan kepatutan, pembangunan kereta api cepat di Jakarta-Bandung kurang tepat.
Rasanya akan lebih bijak jika kebutuhan masyarakat di luar Pulau Jawa dipenuhi dahulu, terutama dalam hal infrastruktur. Pembangunan infrastruktur di Pulau Jawa justru semakin membuat jurang ekonomi antarpulau di Indonesia semakin menganga. Pemerintah pasti sadar akan hal itu.
Namun, tekanan-tekanan dari pihak yang mengedepankan keinginan daripada kebutuhan pasti ada dan akan menjadi hal yang positif jika pemerintah lebih mengedepankan kebutuhan daripada keinginan. Sekali lagi, rakyat Indonesia di luar Pulau Jawa lebih membutuhkan pembangunan infrastruktur dibanding di rakyat kita di Pulau Jawa.
Tujuannya adalah untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi bangsa ini. Realisasi memang masih membutuhkan waktu, karena pengembangan infrastruktur di Indonesia membutuhkan waktu yang lama. Selain pendanaan, skala prioritas dan kondisi alam memengaruhi berapa lama infrastruktur itu direalisasikan Yang menjadi ”janji suci” pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) adalah pembangunan transportasi tol laut.
Peningkatan kapasitas pelabuhan hingga membangun pelabuhan-pelabuhan baru menjadi sasaran pembangunan infrastruktur pemerintahan Ini karena 2/3 wilayah Indonesia adalah laut dan memiliki garis pantai terpanjang ke dua di dunia. Pengembangan tol laut boleh jadi adalah realisasi yang terlambat, dan seolah negeri baru menyadari betapa pentingnya laut bagi Indonesia.
Sudah sepantasnya, sejak puluhan tahun yang lalu negeri ini sadar, bahwa laut mempunyai peran sentral dalam mendorong ekonominya. Namun, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali. Kondisi yang sama pembangunan kereta api prasaran kereta api (KA) Bandara Soekarno-Hatta.
Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, realisasi KA bandara ini semestinya sejak Bandara Soekarno-Hatta dibangun. (KORAN SINDO , 21/4) atau sekitar tahun 1984. Namunsekalilagi, lebihbaikterlambatdaripada tidaksamasekali. Kebutuhanakanmoda transportasiyanglayaksudahmenunjukkanhal yang positif seiring peningkatan jumlah pengguna kereta api yang mengingat dari tahun 2014 ke 2015.
Untuk jenis Commuter Line saja, terjadi peningkatan pengguna sekitar 150.000 orang setiap hari. Belum lagi pengguna kereta api luar kota yang terus meningkat dengan indikasi, tiket KA luar kota menjelang lebaran sudah ludes dibeli. Pembangunan tol laut atau pengembangan kereta api adalah sebuah kebutuhan bagi bangsa ini.
Kebutuhan lain yang juga janji suci dari pemerintahan Jokowi-JK adalah pembangunan jalan tol ataupun rel kereta api di luar Pulau Jawa. Pulau Sumatera yang membentang dari Nanggroe Aceh Darussalam belum terhubung rel kereta api. Bahkan di Pulau Kalimantan, Sulawesi, dan Papua belum memiliki sama sekali. Ini masuk prioritas kebutuhan mendesak untuk dipenuhi oleh pemerintah.
Karena dinamakan kebutuhan, pemerintah harus memenuhinya. Berbeda dengan keinginan yang bisa dipenuhi kapan saja atau beberapa tahun bahkan puluhan tahun ke depan. Kebutuhan lebih mendesak dari keinginan. Lalu apa yang masuk keinginan? Adalah rencana pembangunan KA cepatlayaknya shinkansen (kereta api cepat milik Jepang) Jakarta-Bandung.
Pembangunan KA cepat layaknya lebih mengedepankan keinginan dan daripada kebutuhan. Apalagi, pembangunan KA cepat tersebut diperuntukkan untuk masyarakat Jakarta dan Bandung yang secara mobilitas sudah dipenuhi dengan jalan bebas hambatan (tol) dan jalur rel. Apakah memang Indonesia membutuhkan kereta cepat Jakarta-Bandung? Jawaban yang tepat adalah tidak.
Apalagi, pembangunan itu nantinya menggunakan uang negara atau APBN, tentu akan menjadi kebijakan yang kurang bijak. Toh , misalnya dibangun menggunakan uang swasta, rasanya kurang tepat, karena kebutuhan transportasi massal diperuntukkan di luar Pulau Jawa. Artinya secara asas kebutuhan dan kepatutan, pembangunan kereta api cepat di Jakarta-Bandung kurang tepat.
Rasanya akan lebih bijak jika kebutuhan masyarakat di luar Pulau Jawa dipenuhi dahulu, terutama dalam hal infrastruktur. Pembangunan infrastruktur di Pulau Jawa justru semakin membuat jurang ekonomi antarpulau di Indonesia semakin menganga. Pemerintah pasti sadar akan hal itu.
Namun, tekanan-tekanan dari pihak yang mengedepankan keinginan daripada kebutuhan pasti ada dan akan menjadi hal yang positif jika pemerintah lebih mengedepankan kebutuhan daripada keinginan. Sekali lagi, rakyat Indonesia di luar Pulau Jawa lebih membutuhkan pembangunan infrastruktur dibanding di rakyat kita di Pulau Jawa.
(bbg)