Tak Perlu Menunggu Sukses
A
A
A
Menurut Christian Adrianto, trainer dan motivator kepemimpinan, tim, entrepreneurship dan pemasaran, menjadi motivator tak perlu menunggu sukses.
Semua bisa sambil berjalan yang penting sudah memiliki visi dan kunci bahwa kita sedang berproses dan menuju ke arah itu. ”Memang kalau sudah sukses, kita bisa menginspirasi. Tapi mulai sekarang marilah menyebarkan semangat dan mengubah pesimistis menjadi optimistis. Jangan takut berbagi kebaikan dan memberikan dampak positif. Kehadiran motivator-motivator muda justru membantu terjadinya revolusi mental di Indonesia,” ungkap lulusan Universitas Diponegoro ini.
Pria yang sudah sekitar sepuluh tahun menjadi motivator ini mengatakan, belum sukses bukan artinya tak pantas berbicara. ”Tidak apa-apa, kita harus punya mental baja,” tegasnya. Christian juga menekankan, usia muda tak menjadi penghalang atau resisten menjadi motivator dengan audiens banyak yang jauh lebih tua.
”Pengalaman dan visi itu tidak mengenal usia. Jangan khawatir tidak akan didengar. Kalau mengena, pasti akan tertanam. Hitung-hitung sambil memotivasi diri sendiri dan berlatih,” ujarnya. Meski begitu, dia juga mengingatkan agar anak muda yang sudah merasa sukses dan menganggap sudah layak memberi motivasi tidak terlena dengan zona nyaman mereka. Kita tetap perlu banyak belajar dari orangorang yang jauh lebih sukses.
Sementara itu, motivator muda asal Bandung, Setia Furqon Kholid, 27, memandang, potensi besar generasi muda Indonesia untuk menyejahterakan dirinya sendiri dan kemudian membangun bangsa akan lebih mengena bila mendapat sentuhan menggugah dari sesama orang muda.
”Akan berbeda spiritnya bila kita mendapat inspirasi dan motivasi dari sesama anak muda. Campur aduk dan bisa muncul renungan, kalau dia bisa, kenapa saya tidak bisa. Itu akan lebih memacu semangat untuk sukses,” jelas pendiri Indonesia Motivator Institute pada 2010 ini. Lembaga bentukan Setia Furqon sudah mencetak ratusan motivator yang tersebar di berbagai daerah.
Furqon juga pemilik Rumah Karya Publishing, Setianet, bimbingan belajar, dan Setia Training Center. Beberapa buku karyanya antara lain Jangan Kuliah Kalau gak, Jangan Belajar Kalau Gak tau Caranya, Muda Karya Raya, dan Jangan Jatuh Cinta! Tapi Bangun Cinta ini. Di tempat terpisah, motivator senior Ainy Fauziyah mengakui, seminar motivasi dan pengembangan diri di Indonesia saat ini semakin marak sehingga membuat dunia motivasi menjadi ladang bisnis yang berkembang.
Namun, dia mengingatkan agar fenomena banyak bermunculannya motivator muda ini harus dijaga momentumnya agar tidak bergeser menjadi lebih berat niat bisnisnya ketimbang niat berbagi. Dia juga mengingatkan masyarakat agar mencermati latar belakang si motivator. ”Jangan-jangan, orang yang sedang berbicara di depan Anda kaya karena hanya pandai bicara kemudian dibayar mahal tapi sebenarnya tidak punya pengalaman yang bisa dibanggakan,” kata mantan pejabat salah satu BUMN ini.
Motivator seperti ini, lanjut dia, cenderung hanya memandang kegiatannya sebagai tempat mencari uang, bukan berbagi karena tidak punya idealisme, tidak punya gairah untuk menjadikan orang lain juga sukses. Audiens pun tidak akan merasakan greget apalagi pencerahan yang mampu membangkitkan semangat untuk maju.
”Jika motivator hanya money oriented, dia tidak akan memberi totalitas. Berbeda kalau itu merupakan passion,” tegasnya. Menurut Ainy, modal menjadi motivator tidak cukup hanya pandai berbicara, tapi syarat utamanya adalah memiliki cinta kasih dan niat membantu orang lain. Motivator bagi Ainy adalah panggilan hati untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain.
Dina angelina/ robi ardianto
Semua bisa sambil berjalan yang penting sudah memiliki visi dan kunci bahwa kita sedang berproses dan menuju ke arah itu. ”Memang kalau sudah sukses, kita bisa menginspirasi. Tapi mulai sekarang marilah menyebarkan semangat dan mengubah pesimistis menjadi optimistis. Jangan takut berbagi kebaikan dan memberikan dampak positif. Kehadiran motivator-motivator muda justru membantu terjadinya revolusi mental di Indonesia,” ungkap lulusan Universitas Diponegoro ini.
Pria yang sudah sekitar sepuluh tahun menjadi motivator ini mengatakan, belum sukses bukan artinya tak pantas berbicara. ”Tidak apa-apa, kita harus punya mental baja,” tegasnya. Christian juga menekankan, usia muda tak menjadi penghalang atau resisten menjadi motivator dengan audiens banyak yang jauh lebih tua.
”Pengalaman dan visi itu tidak mengenal usia. Jangan khawatir tidak akan didengar. Kalau mengena, pasti akan tertanam. Hitung-hitung sambil memotivasi diri sendiri dan berlatih,” ujarnya. Meski begitu, dia juga mengingatkan agar anak muda yang sudah merasa sukses dan menganggap sudah layak memberi motivasi tidak terlena dengan zona nyaman mereka. Kita tetap perlu banyak belajar dari orangorang yang jauh lebih sukses.
Sementara itu, motivator muda asal Bandung, Setia Furqon Kholid, 27, memandang, potensi besar generasi muda Indonesia untuk menyejahterakan dirinya sendiri dan kemudian membangun bangsa akan lebih mengena bila mendapat sentuhan menggugah dari sesama orang muda.
”Akan berbeda spiritnya bila kita mendapat inspirasi dan motivasi dari sesama anak muda. Campur aduk dan bisa muncul renungan, kalau dia bisa, kenapa saya tidak bisa. Itu akan lebih memacu semangat untuk sukses,” jelas pendiri Indonesia Motivator Institute pada 2010 ini. Lembaga bentukan Setia Furqon sudah mencetak ratusan motivator yang tersebar di berbagai daerah.
Furqon juga pemilik Rumah Karya Publishing, Setianet, bimbingan belajar, dan Setia Training Center. Beberapa buku karyanya antara lain Jangan Kuliah Kalau gak, Jangan Belajar Kalau Gak tau Caranya, Muda Karya Raya, dan Jangan Jatuh Cinta! Tapi Bangun Cinta ini. Di tempat terpisah, motivator senior Ainy Fauziyah mengakui, seminar motivasi dan pengembangan diri di Indonesia saat ini semakin marak sehingga membuat dunia motivasi menjadi ladang bisnis yang berkembang.
Namun, dia mengingatkan agar fenomena banyak bermunculannya motivator muda ini harus dijaga momentumnya agar tidak bergeser menjadi lebih berat niat bisnisnya ketimbang niat berbagi. Dia juga mengingatkan masyarakat agar mencermati latar belakang si motivator. ”Jangan-jangan, orang yang sedang berbicara di depan Anda kaya karena hanya pandai bicara kemudian dibayar mahal tapi sebenarnya tidak punya pengalaman yang bisa dibanggakan,” kata mantan pejabat salah satu BUMN ini.
Motivator seperti ini, lanjut dia, cenderung hanya memandang kegiatannya sebagai tempat mencari uang, bukan berbagi karena tidak punya idealisme, tidak punya gairah untuk menjadikan orang lain juga sukses. Audiens pun tidak akan merasakan greget apalagi pencerahan yang mampu membangkitkan semangat untuk maju.
”Jika motivator hanya money oriented, dia tidak akan memberi totalitas. Berbeda kalau itu merupakan passion,” tegasnya. Menurut Ainy, modal menjadi motivator tidak cukup hanya pandai berbicara, tapi syarat utamanya adalah memiliki cinta kasih dan niat membantu orang lain. Motivator bagi Ainy adalah panggilan hati untuk menebarkan kebaikan kepada orang lain.
Dina angelina/ robi ardianto
(ars)