Di Bawah Kuasa Para Oligarki
A
A
A
M Fatah Mustaqim
Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM,
Universitas Gadjah Mada
Betapa menyedihkan ketika akhir-akhir ini melihat pemberitaan di media massa yang cenderung di dominasi oleh berbagai macam konflik politik di tingkat nasional.
Konflik-konflik politik yang mengarah pada kekisruhan politik baik antarpartai, lembaga, maupun kelompok ternyata sangat tidak mendidik. Betapa tidak, begitu banyak pemberitaan konflik politik yang di pertontonkan oleh para elite kepada masyarakat (terutama melalui media televisi dan internet) yang cenderung mempertontonkan adu kekuatan, menabrak aturan dengan tanpa rasa malu hingga tindakan sewenang wenang atas nama penegakan hukum.
Tak ada yang patut di contoh sedikit pun (sebagai suri teladan) dari perilaku para elite politik kita saat ini. Kisruh politik saat ini ternyata tidak lebih dari sekadar perebutan kursi kekuasaan antarelite politik yang tentu saja tidak terkait sama sekali dengan urusan nasib rakyat. Perebutan kursi kekuasaan saat ini tidak sedikit juga telah menabrak logika publik dengan tanpa rasa malu sedikit pun.
Lihatlah betapa sebuah lembaga penegak hukum tidak bergeming sama sekali oleh sekian banyak protes publik yang menentang upaya kriminalisasi beruntun (yang tidak masuk akal bahkan terkesan sebagai upaya menyerang balik) yang dijatuhkan kepada para anggota penegak hukum anti korupsi.
Adu kekuatan yang sangat vulgar antarelite politik saat ini tidak boleh dibiarkan terjadi terus-menerus karena sangat tidak sehat bagi tatanan kehidupan bernegara kita di kemudian hari. Jika kisruh politik saat ini tidak segera diatasi dan dicarikan jalan keluar dengan seadil-adilnya, maka dikhawatirkan di kemudian hari akan semakin mengukuhkan adanya preseden buruk bahwa di atas hukum atau undang-undang bahkan moral (etika) masih ada yang lebih besar kuasanya, yaitu kekuatan politik.
Jika demikian maka slogan yang mengatakan kita adalah negara demokrasi hanya ilusi belaka. Toh, kenyataannya negara kita masih di kuasai oleh para oligarki yang bersembunyi di balik topeng demokrasi. Sekali lagi perlu adanya tindakan untuk segera menghentikan segala kekisruhan politik saat ini dari siapa pun orangnya, sebab apabila dibiarkan berlarut-larut akan berimplikasi lebih serius.
Atau barangkali sesungguhnya kita telah dengan rela menyerahkan nasib 250 juta rakyat Indonesia pada sedikit orang (para elite) yang di dalam hati dan pikirannya hanya di penuhi ambisi kekuasaan bukan aspirasi pengabdian pada nasib rakyatnya.
Mahasiswa Jurusan Manajemen dan Kebijakan Publik Fisipol UGM,
Universitas Gadjah Mada
Betapa menyedihkan ketika akhir-akhir ini melihat pemberitaan di media massa yang cenderung di dominasi oleh berbagai macam konflik politik di tingkat nasional.
Konflik-konflik politik yang mengarah pada kekisruhan politik baik antarpartai, lembaga, maupun kelompok ternyata sangat tidak mendidik. Betapa tidak, begitu banyak pemberitaan konflik politik yang di pertontonkan oleh para elite kepada masyarakat (terutama melalui media televisi dan internet) yang cenderung mempertontonkan adu kekuatan, menabrak aturan dengan tanpa rasa malu hingga tindakan sewenang wenang atas nama penegakan hukum.
Tak ada yang patut di contoh sedikit pun (sebagai suri teladan) dari perilaku para elite politik kita saat ini. Kisruh politik saat ini ternyata tidak lebih dari sekadar perebutan kursi kekuasaan antarelite politik yang tentu saja tidak terkait sama sekali dengan urusan nasib rakyat. Perebutan kursi kekuasaan saat ini tidak sedikit juga telah menabrak logika publik dengan tanpa rasa malu sedikit pun.
Lihatlah betapa sebuah lembaga penegak hukum tidak bergeming sama sekali oleh sekian banyak protes publik yang menentang upaya kriminalisasi beruntun (yang tidak masuk akal bahkan terkesan sebagai upaya menyerang balik) yang dijatuhkan kepada para anggota penegak hukum anti korupsi.
Adu kekuatan yang sangat vulgar antarelite politik saat ini tidak boleh dibiarkan terjadi terus-menerus karena sangat tidak sehat bagi tatanan kehidupan bernegara kita di kemudian hari. Jika kisruh politik saat ini tidak segera diatasi dan dicarikan jalan keluar dengan seadil-adilnya, maka dikhawatirkan di kemudian hari akan semakin mengukuhkan adanya preseden buruk bahwa di atas hukum atau undang-undang bahkan moral (etika) masih ada yang lebih besar kuasanya, yaitu kekuatan politik.
Jika demikian maka slogan yang mengatakan kita adalah negara demokrasi hanya ilusi belaka. Toh, kenyataannya negara kita masih di kuasai oleh para oligarki yang bersembunyi di balik topeng demokrasi. Sekali lagi perlu adanya tindakan untuk segera menghentikan segala kekisruhan politik saat ini dari siapa pun orangnya, sebab apabila dibiarkan berlarut-larut akan berimplikasi lebih serius.
Atau barangkali sesungguhnya kita telah dengan rela menyerahkan nasib 250 juta rakyat Indonesia pada sedikit orang (para elite) yang di dalam hati dan pikirannya hanya di penuhi ambisi kekuasaan bukan aspirasi pengabdian pada nasib rakyatnya.
(bbg)