Jangan Terjebak Figur

Sabtu, 18 April 2015 - 10:22 WIB
Jangan Terjebak Figur
Jangan Terjebak Figur
A A A
Oktavolama Akbar Budi Santosa
Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Gadjah Mada

Semenjak dilantiknya presiden baru pada Oktober tahun lalu, pemberitaan politik diIndonesia tidak jauh dari figur yang kontroversi, entah itu presiden sendiri, menteri, maupun pejabatpejabat yang lain.

Presiden begitu banyak disoroti, mulai dari kebijakannya melepaskan harga BBM mengikuti pasar, sikapnya dalam menghadapi polemik antara KPK dan Polri, hingga kenaikan tunjangan mobil yang katanya tidak beliau ketahui. Di bawahnya, jajaran menteri tak mau kalah.

Mulai Menteri Perikanan dan Kelautan Susi Pudjiastuti dengan gebrakan menenggelamkan kapal pencuri ikan, hingga Menkumham Yasonna Laoly yang dihadapkan pada masalah-masalah internal partai-partai besar di Indonesia. Pemerintah daerah tidak mau kalah. Di Ibu Kota, belum lama sempat ramai perseteruan antara Ahok selaku gubernur dengan DPRD yang fokusnya pada Haji Lulung terkait APBD “siluman”.

Sempat dipuji karena langkahnya ini, Ahok kembali mendapat kritik karena kata-katanya yang kasar ketika muncul di media televisi. Figur atau tokoh politik begitu banyak menjadi perhatian, yang kemudian rakyat terfokus kepadanya. Sudah sejak lama, bahkan semenjak negara ini berdiri, sosok seorang figur selalu dianggap sangat penting dalam pembangunan bangsa.

Presiden utamanya, selalu menjadi sosok yang nanti paling disanjung jika pembangunan berhasil, dan paling dicaci jika sedikit saja tidak berpihak kepada rakyat. Begitu pentingnya sosok figur di mata masyarakat di satu sisi bagus karena figur yang baik bisa menjadi panutan, namun di sisi lain ketergantungan akan figur membuat masyarakat kurang mengoreksi diri sendiri.

Ini mungkin yang terjadi pada Indonesia akhir-akhir ini. Banyaknya pemberitaan yang kurang positif dari figur politik yang ada membuat masyarakat lebih menggebu- gebu untuk ikut mengkritik. Apalagi dengan adanya media sosial sebagai tempat kritik yang sekarang sedang digandrungi. Semua kesalahan, entah itu kebijakan ataupun hal-hal sepele, dikaitkan dengan figur tersebut.

Sebagian rakyat masih terlena dengan berharap sang figur mampu mengubah negara ini sesuai dengan janji mereka, sesuai dengan harapan yang selama ini disematkan. Padahal, perubahan tidak berjalan seperti itu, apalagi untuk lingkup negara. Boleh mengkritik, menyalahkan juga menjadi salah satu bentuk penyampaian pendapat, dan itu adalah hak kita.

Tetapi kita, sebagai rakyat juga harus introspeksi diri. Jangan-jangan selama ini kita berharap perubahan mampu diwujudkan oleh figur-figur tersebut, tetapi kita sendiri yang justru tidak mau mengubah diri. Barangkali kita sudah merasa nyaman dengan kebiasaan yang lama, padahal kebiasaan itu salah dan ingin diubah oleh figur yang selama ini membawa harapan kita.

Harapan yang sudah kita sematkan seharusnya juga diikuti dengan upaya dari diri kita untuk ikut berubah ke arah yang lebih baik juga. Ingat, demokrasi itu dari, oleh dan untuk rakyat.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1022 seconds (0.1#10.140)