PN Jaksel Tolak Praperadilan Mantan Direktur Pertamina
A
A
A
JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan kembali menolak permohonan praperadilan yang diajukan tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kali ini tersangka kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005 Suroso Atmo Martoyo yang ditolak permohonannya.
Gugatan praperadilan mantan Direktur Pengolahan Pertamina ini ditolak, karena dalilnya dianggap tidak cukup kuat untuk mempersoalkan penahanan dan pemrosesan perkara yang dilakukan KPK.
"Maka eksepsi termohon harus dikabulkan dan permohonan pemohon harus ditolak," ujar hakim tunggal Riyadi Sunindyo saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan Selasa (14/4/2015).
Dalam pertimbangannya, hakim menjelaskan bahwa praperadilan memiliki kewewenangan terbatas untuk menangani perkara yang diajukan. Keterbatasan itu meliputi penanganan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
"Seperti yang diatur dalam Pasal 77 jo Pasal 82 huruf b jo Pasal ayat 1 dan 2 KUHAP," lanjut Riyadi.
Prinsip inilah menurutnya menutup wewenang hakim untuk menafsirkan secara luas hukum acara yang digunakan. "Hukum acara pidana memiliki fungsi yang sangat penting dan bersifat straight dan correct. Artinya para pelakunya harus tunduk pada hukum acara dan tidak boleh secara bebas menafsirkan," tuturnya.
Suroso mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005.
Dalam permohonan praperadilannya pria paruh baya tersebut mempersoalkan kewenangan KPK dalam melakukan pemeriksaan karena perusahaan pelat merah itu menggunakan hukum privat, bukan hukum publik yang menjadi wewenang KPK.(ico)
Kali ini tersangka kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005 Suroso Atmo Martoyo yang ditolak permohonannya.
Gugatan praperadilan mantan Direktur Pengolahan Pertamina ini ditolak, karena dalilnya dianggap tidak cukup kuat untuk mempersoalkan penahanan dan pemrosesan perkara yang dilakukan KPK.
"Maka eksepsi termohon harus dikabulkan dan permohonan pemohon harus ditolak," ujar hakim tunggal Riyadi Sunindyo saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan Selasa (14/4/2015).
Dalam pertimbangannya, hakim menjelaskan bahwa praperadilan memiliki kewewenangan terbatas untuk menangani perkara yang diajukan. Keterbatasan itu meliputi penanganan sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
"Seperti yang diatur dalam Pasal 77 jo Pasal 82 huruf b jo Pasal ayat 1 dan 2 KUHAP," lanjut Riyadi.
Prinsip inilah menurutnya menutup wewenang hakim untuk menafsirkan secara luas hukum acara yang digunakan. "Hukum acara pidana memiliki fungsi yang sangat penting dan bersifat straight dan correct. Artinya para pelakunya harus tunduk pada hukum acara dan tidak boleh secara bebas menafsirkan," tuturnya.
Suroso mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jakarta Selatan terkait penetapannya sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengadaan zat tambahan bahan bakar tetraethyl lead (TEL) Pertamina tahun 2004-2005.
Dalam permohonan praperadilannya pria paruh baya tersebut mempersoalkan kewenangan KPK dalam melakukan pemeriksaan karena perusahaan pelat merah itu menggunakan hukum privat, bukan hukum publik yang menjadi wewenang KPK.(ico)
(kur)