Es di Antartika Menyusut 18%

Minggu, 05 April 2015 - 09:56 WIB
Es di Antartika Menyusut 18%
Es di Antartika Menyusut 18%
A A A
Beting es di Antartika menipis hingga 18%. Hasil riset terbaru ini kian meningkatkan kekhawatiran mencairnya gletser yang menutup kutub selatan tersebut.

Hasil studi itu berdasarkan citra satelit antara 1994 dan 2012 oleh Badan Antariksa Eropa (ESA). Studi ini dilakukan selama 18 tahun melalui tiga misi satelit ESA dan mencakup wilayah seluas lebih dari 1,075 juta kilometer persegi. Sesuai hasil pencitaan satelit, tampak bagaimana es di Antartika merespons perubahan iklim.

Laporan ini dipublikasikan dalam versi online oleh jurnal Science. Beting es di Antartika memiliki ketebalan ratarata antara 400 hingga 500 meter dan membentang ratusan kilometer di pesisir Antartika. Jika es yang menjadi semacam benteng itu menipis, maka gletser permanen dapat longsor ke lautan dan mulai meleleh hingga menaikkan ketinggian air laut secara global.

Sejumlah riset menunjukkan, total volume es Antartika hanya sedikit berkurang antara 1994 dan 2003. Setelah itu proses pencairan es semakin cepat. Es di Antartika bagian barat berkurang sepanjang periode studi tersebut. Sebelum 2003 pencairan es di Antartika barat dapat diimbangi dengan peningkatan ketebalan es di Antartika timur. Setelah 2003, proses pencairan es di Antartika barat terjadi lebih cepat dan tidak terjadi lagi penambahan es di Antartika timur.

”Saat ini semakin banyak es yang lenyap dari dinding es yang mengambang di pesisir Antartika,” ujar pakar gletser Helen Fricker dari Scripps Institution of Oceanography di Universitas California, San Diego. Penipisan es itu mengurangi ketebalan dinding es hingga 18% dibandingkan pada 1994. ”Pengurangan 18% selama 18 tahun jelas perubahan yang sangat besar.

Secara keseluruhan, kita melihat tidak hanya total volume es yang berkurang, tapi kita melihat hal itu terjadi semakin cepat dalam dekade terakhir,” kata Fernando Paolo, peneliti di Universitas California, San Diego, dikutip kantor berita AFP. Beting Es Crosson di Laut Amundsen dan Beting Es Venable di Laut Bellingshausen, keduanya di Antartika barat, menyusut sekitar 18% selama periode studi tersebut.

”Jika tingkat pencairan es yang kita amati selama dua dekade silam terus terjadi, sebagian beting es di Laut Amundsen dan Bellingshausen bisa hilang dalam abad ini,” tutur Paolo. Menurut kandidat doktor geofisika itu, pencairan beting es tidak secara langsung memengaruhi ketinggian air laut karena beting es itu sudah mengambang di atas laut. ”Ini seperti es di dalam gelas Anda. Saat bongkahan es mencair, ketinggian cairan di gelas tidak naik,” papar Paolo.

Meski demikian, beting es yang mengambang itu menahan kekuatan dari es yangadadiatasdaratan. Jikabetingesitu menipis pasti akan meningkatkan longsoran es dari darat ke lautan yang akan menaikkan ketinggian permukaan air laut. ”Walau bisa dikatakan kita melihat perubahan beting es itu terkait perubahan iklim, kami tidak yakin ada cukup bukti untuk secara langsung mengaitkan berkurangnya beting es itu pada perubahan suhu global,” tutur Fricker.

Oceanograf dan salah satu penulis Laurie Padman of Earth & Space Research di Corvallis, Oregon, menjelaskan bahwa untuk sebagian kecil beting es Antartika, penipisan es bisa terkait langsung dengan pemanasan suhu udara. ”Semakin cepatnya pencairan es di berbagai tempat mungkin akibat suhu air yang lebih hangat di bawah beting es karena meningkatnya angin dekat Antartika,” ujar Padman.

Jika tingkat penipisan es terus terjadi, dinding es itu akan kehilangan setengah volumenya dalam 200 tahun mendatang. Bagi Profesor Andrew Shepherd, direktur Centre for Polar Observation and Modelling di Universitas Leeds, tren mencairnya es itu sangat mengkhawatirkan karena penipisan terjadi sangat cepat dan tidak bisa lebih lama lagi.

Studi yang dipublikasikan pada Desember 2014 menunjukkan tingkat pencairan gletser meningkat tiga kali lipat di kawasan Antartika sehingga es semakin menipis selama dekade lalu. Gletser di Laut Amundsen, Antartika barat, mencair lebih cepat dibandingkan bagian lain di benua tersebut dan menjadi kontributor terbesar bagi naiknya ketinggian permukaan laut secara global. Dua hasil studi lain yang dipublikasikan pada 2014 menyimpulkan bahwa pencairan gletser di Antartika barat akan semakin cepat akibat pemanasan global dan pencairan ini tidak dapat dihindari lagi.

Syarifudin
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6930 seconds (0.1#10.140)