Pemerintah Dinilai Reaksioner Tangkal Gerakan Radikal
A
A
A
JAKARTA - Langkah pemerintah melalui Badan Pusat Penanggulangan Terorisme (BNPT) buat menangkal gerakan radikal di Indonesia masih menemui jalan buntu. Sebab BNPT dinilai masih bertindak atas dasar teknis operasional.
Menurut Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ali Munhanif, dalam menangkal gerakan radikal, BNPT dianggap masih reaksioner dengan mengandalkan pola operasional dan tindakan sesaat.
"Ketika dia (BNPT) beroperasi misalnya, mengajukan filterisasi situs-situs itu, seberapa jauh pengkajian (gerakan radikal) itu (dijelaskan)," kata Ali usai diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Menurut dia, BNPT sebenarnya memiliki kajian strategis buat mengidentifikasi setiap upaya gerakan radikal yang bersifat pencegahan. Namun BNPT terkesan lebih mengandalkan pola-pola penindakan yang dinilai kurang terukur.
"BNPT jangan sampai terjebak isu-isu terlalu operasional. Kalau itu terjadi maka penanggulangan jadi up and down, tidak ada kewajiban jangka panjang dalam hal radikalisme," ujarnya.
Meski demikian, pengamat Timur Tengah ini mengapresiasi tindakan pemerintah dalam melakukan pencegahan paham radikal di Indonesia seperti tindakan memblokir 22 situs berbau paham radikal tersebut.
Jauh dari itu, pola subtansi penanganan lebih tepat dilakukan dibanding penanganan secara teknis-operasional.
Menurut Direktur Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Ali Munhanif, dalam menangkal gerakan radikal, BNPT dianggap masih reaksioner dengan mengandalkan pola operasional dan tindakan sesaat.
"Ketika dia (BNPT) beroperasi misalnya, mengajukan filterisasi situs-situs itu, seberapa jauh pengkajian (gerakan radikal) itu (dijelaskan)," kata Ali usai diskusi di Kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (4/4/2015).
Menurut dia, BNPT sebenarnya memiliki kajian strategis buat mengidentifikasi setiap upaya gerakan radikal yang bersifat pencegahan. Namun BNPT terkesan lebih mengandalkan pola-pola penindakan yang dinilai kurang terukur.
"BNPT jangan sampai terjebak isu-isu terlalu operasional. Kalau itu terjadi maka penanggulangan jadi up and down, tidak ada kewajiban jangka panjang dalam hal radikalisme," ujarnya.
Meski demikian, pengamat Timur Tengah ini mengapresiasi tindakan pemerintah dalam melakukan pencegahan paham radikal di Indonesia seperti tindakan memblokir 22 situs berbau paham radikal tersebut.
Jauh dari itu, pola subtansi penanganan lebih tepat dilakukan dibanding penanganan secara teknis-operasional.
(maf)