Industri Keuangan Diminta Prioritaskan Tenaga Lokal
A
A
A
Makin banyaknya bankir dan ahli keuangan lokal menduduki posisi strategis di berbagai perusahaan, memperlihatkan kemampuan putra bangsa sebagai pemimpin perusahaan semakin mumpuni. Harusnya industri keuangan asing yang ada di Indonesia mulai melirik profesional lokal untuk menjadi pemimpin perusahaan.
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, sekitar empat tahun lalu Bank Indonesia (BI) menerbitkan kebijakan agar tenaga kerja asing atau ekspatriat tidak boleh memegang semua posisi kunci di perbankan. Misalkan, bidang sumber daya manusia. Hal itu sebaiknya dipertegas lagi sehingga bankir lokal tetap diberikan kesempatan untuk memegang posisi kunci di kelompok bank asing dan campuran. “Terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) nanti,” kata dia.
Paul mengakui, saat ini ada beberapa ekspatriat di posisi kunci, namun hanya di kelompok bank asing dan campuran. Sedangkan di kelompok bank persero, umum, swasta nasional devisa, swasta nasional nondevisa serta BPD, tidak ada. Jadi, sebenarnya ekspatriat tidak ada di bank lokal.
Apalagi untuk menjadi direksi bank, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengamat asuransi Angger P Yuwono menjelaskan, saat ini kualitas SDM lokal di bidang asuransi sudah cukup mumpuni. Hal ini disebabkan berjalannya transfer knowledge yang di perusahaan asuransi.
Khususnya, perusahaan asuransi joint venture yang kepemilikan saham asingnya cukup besar. “Memang harus didorong untuk menggunakan SDM lokal,” tegas Angger. Dia mengungkapkan, sejumlah perusahaan asuransi asing tengah melakukan transfer knowledge tersebut.
Diharapkan, dalam waktu dekat sebagian besar dari jajaran direksi atau bahkan pucuk pemimpin perusahaan asuransi bisa dipegang oleh SDM lokal. Memang membutuhkan proses, tapi harus dilakukan agar pemilik saham perusahaan asuransi menjadi lebih percaya kepada SDM lokal.
Dia menilai, masuknya SDM lokal ke perusahaan asuransi milik asing atau joint venture akan berdampak positif bagi perkembangan asuransi di Tanah Air. SDM lokal bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih bagaimana cara mengembangkan perusahaan asuransi. Apalagi, industri asuransi di Tanah Air relatif masih kecil.
Menurut Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani, OJK sebagai regulator lembaga keuangan telah memberikan rambu-rambu yang harus dipenuhi dalam mempekerjakan ekspatriat. Di antaranya, harus ada program transfer knowledge agar tenaga kerja lokal bisa memiliki kualifikasi yang setara dengan ekspatriat.
Hal itu nampaknya sudah banyak dilakukan oleh perusahaan lembaga keuangan nonbank. Selain itu, ada baiknya perusahaan lembaga keuangan joint venture memilih tenaga kerja lokal. Soalnya dari sisi biaya, tenaga ekspatriat yang dipekerjakan sebuah perusahaan cenderung mendapatkan fasilitas dan gaji yang lebih tinggi.
Padahal sebenarnya dari sisi kualitas, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pekerja lokal dan ekspatriat. Memang diakui, saat ini industri asuransi di Indonesia masih dikuasai perusahaan asing yang melebarkan pangsa pasarnya di Indonesia.
Dari keseluruhan pasar premi asuransi di Indonesia, tercatat 60% premi masuk ke asing melalui joint venture -nya yang beroperasi di dalam negeri. “Ini tidak terkait langsung dengan kualitas sumber daya manusia lokal. Ada faktor lain, seperti nilai investasi yang ditanamkan,” ungkap dia.
Ketua umum Certified Wealth Managers’ Association (CWMA) Darmadi Sutanto mengatakan, dari sisi kualitas, sumber daya di Indonesia tidak kalah dengan yang ada di luar negeri. “Terbukti dari cukup banyaknya human resources wealth management lokal yang dibajak institusi keuangan asing dari Hong Kong, Malaysia, dan Singapura,” tutur dia.
Itulah sebabnya, dia memastikan bahwa secara umum kualitas SDM wealth management di Indonesia relatif sama dengan SDM dari negara lain. Apalagi, hampir setiap waktu SDM di Indonesia, khususnya bidang wealth management, memberikan sertifikasi propert melalui berbagai pelatihan.
Dilakukan oleh berbagai institusi ternama yang bekerja sama dengan kita. Kendati begitu, upaya meningkatkan kualitas juga menjadi tantangan dan harus dilakukan terus-menerus. Sejak 10 tahun CWMA berdiri sudah melatih sedikitnya 6.000 orang. Semua ada di manamana dan sebagian aktif, sebagian lagi tidak aktif.
Untuk meregenerasi yang tidak aktif, setiap waktu selalu diadakan sertifikasi. “CWMA sering mengadakan wealth management international conference. Kalau saya perhatikan dari omongan speaker itu, sebenarnya kita sudah melakukan apa yang dikatakan. Jadi kalau ada yang kurang, sebenarnya lebih banyak ke instrumen produk,” terang dia.
Direktur Utama Bank Permata Roy Arfandy menyatakan, pihaknya selalu memprioritaskan promosi jabatan dari dalam (internal) sehingga karyawan akan mempunyai perkembangan karier yang jelas. “Selain itu, kami secara konsisten mengadakan training yang berjenjang kepada karyawan untuk meningkatkan skill set karyawan seiring dengan peningkatan karier mereka,” ujar Roy.
Dia mengatakan, dengan memprioritaskan posisi bagi karyawan internal, mereka merasa mempunyai jenjang karier yang jelas. Selanjutnya, memberi semangat terhadap karyawan untuk bisa bekerja dengan lebih baik karena mereka akan melihat bahwa institusi tempat mereka bekerja memberikan prioritas promosi jabatan ke orang internal.
Mengenai penggunaan tenaga kerja asing, dia menyerahkan pada regulasi yang mengatur penggunaan TKA di perbankan. “Kami serahkan pada regulasi. TKA yang akan digunakan harus mendapat persetujuan sebelumnya dari regulator perbankan,” katanya.
Hermansah
Pengamat perbankan Paul Sutaryono mengatakan, sekitar empat tahun lalu Bank Indonesia (BI) menerbitkan kebijakan agar tenaga kerja asing atau ekspatriat tidak boleh memegang semua posisi kunci di perbankan. Misalkan, bidang sumber daya manusia. Hal itu sebaiknya dipertegas lagi sehingga bankir lokal tetap diberikan kesempatan untuk memegang posisi kunci di kelompok bank asing dan campuran. “Terutama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) nanti,” kata dia.
Paul mengakui, saat ini ada beberapa ekspatriat di posisi kunci, namun hanya di kelompok bank asing dan campuran. Sedangkan di kelompok bank persero, umum, swasta nasional devisa, swasta nasional nondevisa serta BPD, tidak ada. Jadi, sebenarnya ekspatriat tidak ada di bank lokal.
Apalagi untuk menjadi direksi bank, harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pengamat asuransi Angger P Yuwono menjelaskan, saat ini kualitas SDM lokal di bidang asuransi sudah cukup mumpuni. Hal ini disebabkan berjalannya transfer knowledge yang di perusahaan asuransi.
Khususnya, perusahaan asuransi joint venture yang kepemilikan saham asingnya cukup besar. “Memang harus didorong untuk menggunakan SDM lokal,” tegas Angger. Dia mengungkapkan, sejumlah perusahaan asuransi asing tengah melakukan transfer knowledge tersebut.
Diharapkan, dalam waktu dekat sebagian besar dari jajaran direksi atau bahkan pucuk pemimpin perusahaan asuransi bisa dipegang oleh SDM lokal. Memang membutuhkan proses, tapi harus dilakukan agar pemilik saham perusahaan asuransi menjadi lebih percaya kepada SDM lokal.
Dia menilai, masuknya SDM lokal ke perusahaan asuransi milik asing atau joint venture akan berdampak positif bagi perkembangan asuransi di Tanah Air. SDM lokal bisa mendapatkan pengetahuan yang lebih bagaimana cara mengembangkan perusahaan asuransi. Apalagi, industri asuransi di Tanah Air relatif masih kecil.
Menurut Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Firdaus Djaelani, OJK sebagai regulator lembaga keuangan telah memberikan rambu-rambu yang harus dipenuhi dalam mempekerjakan ekspatriat. Di antaranya, harus ada program transfer knowledge agar tenaga kerja lokal bisa memiliki kualifikasi yang setara dengan ekspatriat.
Hal itu nampaknya sudah banyak dilakukan oleh perusahaan lembaga keuangan nonbank. Selain itu, ada baiknya perusahaan lembaga keuangan joint venture memilih tenaga kerja lokal. Soalnya dari sisi biaya, tenaga ekspatriat yang dipekerjakan sebuah perusahaan cenderung mendapatkan fasilitas dan gaji yang lebih tinggi.
Padahal sebenarnya dari sisi kualitas, tidak ada perbedaan yang signifikan antara pekerja lokal dan ekspatriat. Memang diakui, saat ini industri asuransi di Indonesia masih dikuasai perusahaan asing yang melebarkan pangsa pasarnya di Indonesia.
Dari keseluruhan pasar premi asuransi di Indonesia, tercatat 60% premi masuk ke asing melalui joint venture -nya yang beroperasi di dalam negeri. “Ini tidak terkait langsung dengan kualitas sumber daya manusia lokal. Ada faktor lain, seperti nilai investasi yang ditanamkan,” ungkap dia.
Ketua umum Certified Wealth Managers’ Association (CWMA) Darmadi Sutanto mengatakan, dari sisi kualitas, sumber daya di Indonesia tidak kalah dengan yang ada di luar negeri. “Terbukti dari cukup banyaknya human resources wealth management lokal yang dibajak institusi keuangan asing dari Hong Kong, Malaysia, dan Singapura,” tutur dia.
Itulah sebabnya, dia memastikan bahwa secara umum kualitas SDM wealth management di Indonesia relatif sama dengan SDM dari negara lain. Apalagi, hampir setiap waktu SDM di Indonesia, khususnya bidang wealth management, memberikan sertifikasi propert melalui berbagai pelatihan.
Dilakukan oleh berbagai institusi ternama yang bekerja sama dengan kita. Kendati begitu, upaya meningkatkan kualitas juga menjadi tantangan dan harus dilakukan terus-menerus. Sejak 10 tahun CWMA berdiri sudah melatih sedikitnya 6.000 orang. Semua ada di manamana dan sebagian aktif, sebagian lagi tidak aktif.
Untuk meregenerasi yang tidak aktif, setiap waktu selalu diadakan sertifikasi. “CWMA sering mengadakan wealth management international conference. Kalau saya perhatikan dari omongan speaker itu, sebenarnya kita sudah melakukan apa yang dikatakan. Jadi kalau ada yang kurang, sebenarnya lebih banyak ke instrumen produk,” terang dia.
Direktur Utama Bank Permata Roy Arfandy menyatakan, pihaknya selalu memprioritaskan promosi jabatan dari dalam (internal) sehingga karyawan akan mempunyai perkembangan karier yang jelas. “Selain itu, kami secara konsisten mengadakan training yang berjenjang kepada karyawan untuk meningkatkan skill set karyawan seiring dengan peningkatan karier mereka,” ujar Roy.
Dia mengatakan, dengan memprioritaskan posisi bagi karyawan internal, mereka merasa mempunyai jenjang karier yang jelas. Selanjutnya, memberi semangat terhadap karyawan untuk bisa bekerja dengan lebih baik karena mereka akan melihat bahwa institusi tempat mereka bekerja memberikan prioritas promosi jabatan ke orang internal.
Mengenai penggunaan tenaga kerja asing, dia menyerahkan pada regulasi yang mengatur penggunaan TKA di perbankan. “Kami serahkan pada regulasi. TKA yang akan digunakan harus mendapat persetujuan sebelumnya dari regulator perbankan,” katanya.
Hermansah
(ftr)