Formappi: Rencana Gedung Baru DPR Kental Nuansa Proyek
A
A
A
JAKARTA - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menilai alasan DPR dalam rencana penggunaan gedung baru yang sekarang masih sama dengan alasan DPR pada tahun 2010 dan 2011. Alasannya untuk menampung kapasitas orang yang terlalu banyak di DPR.
"Tidak ada yang baru, masih sama saja dengan alasan sebelumnya," ujar Peneliti Senior Formappi Lucius Karus ketika dihubungi SINDO di Jakarta, Minggu (29/3/2015).
Lucius menilai, hal itu menunjukan bahwa niat DPR dalam rencana pembangunan gedung baru bukan karena DPR mau optimal dalam menjalankan fungsinya, ataupun untuk mewujudkan visi menjadikan DPR RI menjadi modern.
"Tapi, ini semata-mata karena kecenderungan DPR untuk memikirkan adanya proyek baru, konsekuensi dari naiknya anggaran DPR, serta memikirkan sarana penggunaan anggaran DPR," jelasnya,
Menurutnya, DPR memang memiliki anggaran belanja yang paling tinggi yakni mencapai sekitar Rp1,8 triliun di tahun 2010-2011. Nampaknya, Formappi melihat alokasi belanja barang sebesar itu dimaksudkan untuk membangu gedung baru.
"Kan memang anggaran DPR dalam belanja barang paling tinggi, saya tidak tahu persis besarannya," imbuhnya.
Kemudian, lanjutnya, ada sesuatu yang aneh ketika DPR menggunakan alasan kapasitas gedung yang sudah tidak bisa menampung manusia banyak. Sementara sebelumnya, DPR juga menginginkan penambahan staf ahli dalam APBN-P 2015 dimana, ada penambahan empat sampai lima staf ahli per anggota.
"Kalau mereka berpikir ada kesulitan mengenai kapasitas gedung parlemen, maka sebelumnya juga ada pertimbangan matang dalam penambahan staf," terangnya.
Dengan demikian, menurut Lucius, menjadi tidak sinkron antara rencana penambahan gedung dan penambahan jumlah staf. Ada tumpang tindih rencana dalam rencana pembangunan di DPR ini. Sehingga sulit bisa dipercaya publik.
Terlebih, kata Lucius, rencana ini dilakukan di awal masa kerja DPR periode 2015-2020. Sementara, publik mengetahui dalam enam bulan ini DPR belum juga menghasilkan apa-apa untuk kepentingan rakyat.
"Jadi, DPR untuk bisa meyakinkan publik, DPR harus bekerja dulu," imbuhnya.
Lebih jauh, Lucius menambahkan, sah saja jika DPR hendak membangun gedung baru, asalkan bisa membuktikan kepada publik dengan menghasilkan suatu bukti kerja nyatanya kepada rakyat. Pada dasarnya yang diprotes oleh publik bukan tidak perlunya gedung baru, tapi lebih kepada urgensi.
"Kalau gedung itu dijadikan fokus yang sangat mendesak sementara, perintah undang-undang itu yang harus diperhatikan dan menjadi fokus mereka. Sehingga, tidak sedikit-sedikit proyek," pungkasnya.
"Tidak ada yang baru, masih sama saja dengan alasan sebelumnya," ujar Peneliti Senior Formappi Lucius Karus ketika dihubungi SINDO di Jakarta, Minggu (29/3/2015).
Lucius menilai, hal itu menunjukan bahwa niat DPR dalam rencana pembangunan gedung baru bukan karena DPR mau optimal dalam menjalankan fungsinya, ataupun untuk mewujudkan visi menjadikan DPR RI menjadi modern.
"Tapi, ini semata-mata karena kecenderungan DPR untuk memikirkan adanya proyek baru, konsekuensi dari naiknya anggaran DPR, serta memikirkan sarana penggunaan anggaran DPR," jelasnya,
Menurutnya, DPR memang memiliki anggaran belanja yang paling tinggi yakni mencapai sekitar Rp1,8 triliun di tahun 2010-2011. Nampaknya, Formappi melihat alokasi belanja barang sebesar itu dimaksudkan untuk membangu gedung baru.
"Kan memang anggaran DPR dalam belanja barang paling tinggi, saya tidak tahu persis besarannya," imbuhnya.
Kemudian, lanjutnya, ada sesuatu yang aneh ketika DPR menggunakan alasan kapasitas gedung yang sudah tidak bisa menampung manusia banyak. Sementara sebelumnya, DPR juga menginginkan penambahan staf ahli dalam APBN-P 2015 dimana, ada penambahan empat sampai lima staf ahli per anggota.
"Kalau mereka berpikir ada kesulitan mengenai kapasitas gedung parlemen, maka sebelumnya juga ada pertimbangan matang dalam penambahan staf," terangnya.
Dengan demikian, menurut Lucius, menjadi tidak sinkron antara rencana penambahan gedung dan penambahan jumlah staf. Ada tumpang tindih rencana dalam rencana pembangunan di DPR ini. Sehingga sulit bisa dipercaya publik.
Terlebih, kata Lucius, rencana ini dilakukan di awal masa kerja DPR periode 2015-2020. Sementara, publik mengetahui dalam enam bulan ini DPR belum juga menghasilkan apa-apa untuk kepentingan rakyat.
"Jadi, DPR untuk bisa meyakinkan publik, DPR harus bekerja dulu," imbuhnya.
Lebih jauh, Lucius menambahkan, sah saja jika DPR hendak membangun gedung baru, asalkan bisa membuktikan kepada publik dengan menghasilkan suatu bukti kerja nyatanya kepada rakyat. Pada dasarnya yang diprotes oleh publik bukan tidak perlunya gedung baru, tapi lebih kepada urgensi.
"Kalau gedung itu dijadikan fokus yang sangat mendesak sementara, perintah undang-undang itu yang harus diperhatikan dan menjadi fokus mereka. Sehingga, tidak sedikit-sedikit proyek," pungkasnya.
(kri)