Petani Berdasi
A
A
A
Indah Retnowati
Mahasiswi Fakultas Hukum, Anggota Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya UI Universitas Indonesia
Sesosok tubuh lusuh bersimbah lumpur dan peluh bekerja keras sepanjang hari demi menafkahi anak dan istri esok hari.
Itulah gambaran yang terbayang dalam benak sebagian besar orang terhadap para petani. Profesi yang sedemikian mulia berabad- abad lamanya, kini telah banyak ditinggalkan, tidak lagi jadi primadona. Padahal, dengan jumlah penduduk dunia yang selalu bertambah dan kebutuhan pangan yang mengiringinya, sektor agraris seharusnya menjadi perhatian utama kita.
Setidaknya, dua hal utama yang perlu dibenahi yaitu pengembangan teknologi pertanian dan edukasi citra positif profesi petani kepada kaum muda. Lahan pertanian semakin menipis dan produktivitasnya pun terus mengalami penurunan. Menurut data Kadin, rerata konversi lahan di Indonesia mencapai 113.000 hektare per tahun, luas lahan pertanian di Indonesia hanya mencapai 7,75 juta hektare dengan populasi 240 juta orang.
Angka tersebut hanya 1/4 dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta hektare dengan populasi 61 juta orang. Usaha meningkatkan produksi pertanian adalah dengan ekstensifikasi maupun intensifikasi. Opsi pertama tampaknya sulit untuk dilakukan mengingat adanya tren alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman akibat membeludaknya pertumbuhan penduduk Indonesia. Maka itu, opsi kedua pun menjadi satu-satunya solusi.
Pengembangan pertanian berbasis teknologi merupakan cara untuk meningkatkan produktivitas pertanian di tengah krisis lahan pertanian. Pemerintah perlu menginvestasikan dana lebih demi riset dan pengembangan teknologi pertanian. Dari hasil kajian tersebut, pemerintah dapat menyusun road map pembangunan pertanian Indonesia.
Segala kebijakan pemerintah di bidang pertanian juga semestinya didasarkan atas hasil kajian tersebut. Selain itu, penduduk berusia produktif merupakan salah satu potensi terbesar Indonesia saat ini. Sayangnya, profesi petani terlihat kurang seksi di mata para pemuda ini. Padahal, pemuda dengan segala kemampuan intelektual dan kreativitasnya merupakan kartu as pengembangan pertanian berbasis teknologi.
Oleh karena itu, sosialisasi profesi petani kepada kaum muda perlu dilakukan, juga promosi pencitraan ”petani berdasi” untuk meningkatkan pamor profesi petani. Kita perlu lebih banyak menciptakan ”petani berdasi”. Mereka adalah para petani yang tidak hanya bergantung pada kondisi alam dan ketersediaan lahan.
Mereka adalah para petani yang mampu memberdayakan teknologi guna meningkatkan produksi dalam negeri. Mereka adalah para petani kreatif yang mampu menjadi solusi atas permasalahan negeri ini.
Mahasiswi Fakultas Hukum, Anggota Kelompok Studi Mahasiswa Eka Prasetya UI Universitas Indonesia
Sesosok tubuh lusuh bersimbah lumpur dan peluh bekerja keras sepanjang hari demi menafkahi anak dan istri esok hari.
Itulah gambaran yang terbayang dalam benak sebagian besar orang terhadap para petani. Profesi yang sedemikian mulia berabad- abad lamanya, kini telah banyak ditinggalkan, tidak lagi jadi primadona. Padahal, dengan jumlah penduduk dunia yang selalu bertambah dan kebutuhan pangan yang mengiringinya, sektor agraris seharusnya menjadi perhatian utama kita.
Setidaknya, dua hal utama yang perlu dibenahi yaitu pengembangan teknologi pertanian dan edukasi citra positif profesi petani kepada kaum muda. Lahan pertanian semakin menipis dan produktivitasnya pun terus mengalami penurunan. Menurut data Kadin, rerata konversi lahan di Indonesia mencapai 113.000 hektare per tahun, luas lahan pertanian di Indonesia hanya mencapai 7,75 juta hektare dengan populasi 240 juta orang.
Angka tersebut hanya 1/4 dari luas lahan yang dimiliki Thailand yang mencapai 31,84 juta hektare dengan populasi 61 juta orang. Usaha meningkatkan produksi pertanian adalah dengan ekstensifikasi maupun intensifikasi. Opsi pertama tampaknya sulit untuk dilakukan mengingat adanya tren alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan pemukiman akibat membeludaknya pertumbuhan penduduk Indonesia. Maka itu, opsi kedua pun menjadi satu-satunya solusi.
Pengembangan pertanian berbasis teknologi merupakan cara untuk meningkatkan produktivitas pertanian di tengah krisis lahan pertanian. Pemerintah perlu menginvestasikan dana lebih demi riset dan pengembangan teknologi pertanian. Dari hasil kajian tersebut, pemerintah dapat menyusun road map pembangunan pertanian Indonesia.
Segala kebijakan pemerintah di bidang pertanian juga semestinya didasarkan atas hasil kajian tersebut. Selain itu, penduduk berusia produktif merupakan salah satu potensi terbesar Indonesia saat ini. Sayangnya, profesi petani terlihat kurang seksi di mata para pemuda ini. Padahal, pemuda dengan segala kemampuan intelektual dan kreativitasnya merupakan kartu as pengembangan pertanian berbasis teknologi.
Oleh karena itu, sosialisasi profesi petani kepada kaum muda perlu dilakukan, juga promosi pencitraan ”petani berdasi” untuk meningkatkan pamor profesi petani. Kita perlu lebih banyak menciptakan ”petani berdasi”. Mereka adalah para petani yang tidak hanya bergantung pada kondisi alam dan ketersediaan lahan.
Mereka adalah para petani yang mampu memberdayakan teknologi guna meningkatkan produksi dalam negeri. Mereka adalah para petani kreatif yang mampu menjadi solusi atas permasalahan negeri ini.
(ars)