Strategi Perang Pangan
A
A
A
Salah satu tantangan dan masalah yang paling ditakuti negara-negara dunia di masa depan adalah pangan dan lingkungan.
Terutama bagi negara-negara maju dan industri yang luasnya tidak begitu besar sehingga hanya memiliki sedikit lahan untuk bercocok tanam, bahkan tidak bisa untuk ditanami sama sekali. Juga dengan negara-negara subtropis di mana suhu dan sinar matahari yang menyinarinya tidak seoptimal di Indonesia. Perang pangan sudah dimulai dari sekarang.
Negara-negara di dunia sudah mulai beramai-ramai untuk menciptakan dan mengembangkan pangan. Negara yang telah membuat inovasi pengembangan pangan masa depan adalah Amerika Serikat. Pangan tersebut dikenal dengan Pangan 2.0, di mana telah dirintis oleh perusahaan Impossible Foods, Hampton Creek, dan Soylent.
Perusahaan-perusahaan tersebut berhasil membuat burger dengan sayuran dan daging bioteknologi, di mana daging tersebut dihasilkan bukan berasal dari hewan. Karena perang pangan yang akan dihadapi masa depan, komposisi dan proses pembuatannya pun masih dirahasiakan.
Melihat kondisi Indonesia sekarang yang terlihat ironis sebagai negara agraris, ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana nilai impor daging sapi Indonesia pada Maret 2014 mencapai USD58.633.590, naik dari Februari yang sebesar USD37.578.860. Secara total nilai impor daging sapi kurun Januari sampai Maret 2014 mencapai USD121.013.542.
Impor tersebut antara lain dari Australia sebesar USD77.171.962, Selandia Baru senilai USD31.784.131, Amerika Serikat USD12.057.499. Ditambah lagi pada April 2014, Indonesia melalui Badan Pusat Logistik mengimpor beras sebesar 31.145 ton atau USD13,5 juta. Angka impor beras terus meningkat pada Mei sebesar 34.796 ton atau USD13,5 juta, dan Juni sebesar 39.539 ton atau USD22,3 juta.
Indonesia harus benar-benar siap menghadapi perang pangan masa depan, di mana diperlukan suatu strategi khusus di tengah ketertinggalannya teknologi Indonesia dari negara-negara maju. Indonesia harus mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya. Konsep strategi khusus yang tepat untuk menghadapi perang pangan tersebut adalah sistem pertanian terpadu untuk diversifikasi pangan.
Sistem pertanian terpadu adalah sistem yang mengombinasikan urusan pertanian, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Empat aspek tersebut dapat disatukan dalam satu kawasan. Dengan perencanaan dan pemeliharaan yang baik, tentunya akan menghasilkan output yang optimal pula.
Dengan begitu, Indonesia akan siap menghadapi perang pangan masa depan dan visi untuk mewujudkan kedaulatan pangan dapat tercapai.
Rahmat Aji Prasetyo
Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
Terutama bagi negara-negara maju dan industri yang luasnya tidak begitu besar sehingga hanya memiliki sedikit lahan untuk bercocok tanam, bahkan tidak bisa untuk ditanami sama sekali. Juga dengan negara-negara subtropis di mana suhu dan sinar matahari yang menyinarinya tidak seoptimal di Indonesia. Perang pangan sudah dimulai dari sekarang.
Negara-negara di dunia sudah mulai beramai-ramai untuk menciptakan dan mengembangkan pangan. Negara yang telah membuat inovasi pengembangan pangan masa depan adalah Amerika Serikat. Pangan tersebut dikenal dengan Pangan 2.0, di mana telah dirintis oleh perusahaan Impossible Foods, Hampton Creek, dan Soylent.
Perusahaan-perusahaan tersebut berhasil membuat burger dengan sayuran dan daging bioteknologi, di mana daging tersebut dihasilkan bukan berasal dari hewan. Karena perang pangan yang akan dihadapi masa depan, komposisi dan proses pembuatannya pun masih dirahasiakan.
Melihat kondisi Indonesia sekarang yang terlihat ironis sebagai negara agraris, ditunjukkan oleh data Badan Pusat Statistik (BPS), di mana nilai impor daging sapi Indonesia pada Maret 2014 mencapai USD58.633.590, naik dari Februari yang sebesar USD37.578.860. Secara total nilai impor daging sapi kurun Januari sampai Maret 2014 mencapai USD121.013.542.
Impor tersebut antara lain dari Australia sebesar USD77.171.962, Selandia Baru senilai USD31.784.131, Amerika Serikat USD12.057.499. Ditambah lagi pada April 2014, Indonesia melalui Badan Pusat Logistik mengimpor beras sebesar 31.145 ton atau USD13,5 juta. Angka impor beras terus meningkat pada Mei sebesar 34.796 ton atau USD13,5 juta, dan Juni sebesar 39.539 ton atau USD22,3 juta.
Indonesia harus benar-benar siap menghadapi perang pangan masa depan, di mana diperlukan suatu strategi khusus di tengah ketertinggalannya teknologi Indonesia dari negara-negara maju. Indonesia harus mengoptimalkan seluruh potensi sumber daya. Konsep strategi khusus yang tepat untuk menghadapi perang pangan tersebut adalah sistem pertanian terpadu untuk diversifikasi pangan.
Sistem pertanian terpadu adalah sistem yang mengombinasikan urusan pertanian, kehutanan, peternakan, dan perikanan. Empat aspek tersebut dapat disatukan dalam satu kawasan. Dengan perencanaan dan pemeliharaan yang baik, tentunya akan menghasilkan output yang optimal pula.
Dengan begitu, Indonesia akan siap menghadapi perang pangan masa depan dan visi untuk mewujudkan kedaulatan pangan dapat tercapai.
Rahmat Aji Prasetyo
Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada
(ftr)