Aturan Survei Pilkada Serentak Diperketat
A
A
A
JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan memperketat aturan tentang pelaksanaan survei dan quick count ( hitung cepat) pada pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak mendatang.
KPU rencananya akan membentuk dewan etik untuk menindak lembaga survei yang terbukti melanggar aturan. Dewanetiktersebutbertugas menentukan sejauh mana hasil dari kajian ilmiah yang disampaikan ke masyarakat bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya serta tidak melanggar aturan saat dipublikasikan.
“Saat ada laporan masyarakat berkaitan dengan lembaga survei yang melanggar ketentuan, maka KPU akan membentuk dewanetiksurvei, untukmelihat sejauh mana lembaga itu melanggar atau tidak,” ujar Komisioner KPU Sigit Pamungkas seusai menggelar uji publik peraturan KPU (PKPU) di Jakarta kemarin. Nantinya Dewan Etik akan diisi oleh berbagai kalangan, antara lain akademisi, tokoh masyarakat maupunaktivisyang berkompeten di bidangnya.
Namun Sigit mengatakan Dewan Etik hanya akan menindak lembaga-lembaga survei yang tidak tergabung dalam sebuah asosiasi. Karena, untuk yang tergabung dalam sebuah asosiasi, tindakan yang akan diambil diserahkan kepada asosiasi yang menaunginya. “Yang dilakukan KPU hanya berkomunikasi dengan asosiasi lembaga survei bernaung untuk menindaklanjuti dan memprosesnya di dalam internal asosiasi lembaga survei itu,” jelas Sigit.
Adapun sanksi yang diberikan kepada lembaga-lembaga survei yang menyalahi aturan mulai dari peringatan secara tertulis hingga hukuman tidak boleh lagi terlibat dalam pendistribusian hasil kajian ilmiahnya di setiap pelaksanaan pilkada maupun pemilu yang diselenggarakan KPU. “Kami bisa memberi sanksi misalnya di pilkada tempat lainnya pada tahun berikutnya dilarang melakukan survei. Atau bisa juga kita mengatakan bahwa lembaga itu tidak kredibel untuk melakukan survei,” tegasnya.
Meski demikian untuk membawanya hingga ke ranah pidana, Sigit mengatakan itu bukan kewenangan KPU meskipun nantinya ditemukan bukti adanya penyebaran hasil survei atau quick count atau hitung cepat yang tidak sesuai dengan hasil pilkada yang sebenarnya. “KPU terbatas pada sejauh mana dia bisa kita menyatakan kredibel dan tidak kredibel. Dia kami larang untuk melakukan survei di tempat lain,” ujarnya.
Pada uji publik draf PKPU tentang partisipasi masyarakat disampaikan sejumlah kekhawatiran akan tindak tanduk sejumlah lembaga survei yang kerap memublikasikan hasil kajiannya di waktu-waktu yang tidak tepat. Seperti pada masa kampanye, memasuki masa tenang hingga pada waktu hari pemungutan suara dalam bentuk hitung cepat.
“Prinsipnya kami meminta KPU untuk melarang publikasi pada masa tenang hingga pemungutan suara karena di situlah terjadi pengaruh opini publik,” kata Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bidang Kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho. Meski demikian Fajar memahami bahwa ada putusan MK yang melarang publikasi hasil survei maupun hitung cepat dibatasi pada pemilu presiden lalu.
Namun dia tetap berharap agar melalui PKPU ini nantinya bisa mengedepankan prinsip keadilan bagi semua peserta pemilu yang ikut sebagai peserta pemilu. Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyayangkan aturan yang dibuat KPU di pilkada serentak nanti hampir sama saja dengan aturan pengetatan lembaga survei pada pileg maupun pilpres. Padahal di pilkada potensi terjadinya konflik di masyarakat sangat besar.
“Apalagi kerentanan konflik akan lebih besar karena menyangkut pemilih di tingkat lokal,” ucapnya. Lebih jauh Titi sepakat apabila persoalan lembaga survei ini harus diatur dengan tepat. Kredibilitas lembaga survei sangat penting karena informasi yang disampaikan akan dikonsumsilangsungolehmasyarakat.
“Untuk mengukur kredibilitas itu, apakah nantinya ada metode dengan bekerja sama dengan asosiasi profesi atau bagaimana? Yang pasti ini yang harus bisa dijawab oleh KPU,” ujarnya.
Dian ramdhani
KPU rencananya akan membentuk dewan etik untuk menindak lembaga survei yang terbukti melanggar aturan. Dewanetiktersebutbertugas menentukan sejauh mana hasil dari kajian ilmiah yang disampaikan ke masyarakat bisa dipertanggungjawabkan keabsahannya serta tidak melanggar aturan saat dipublikasikan.
“Saat ada laporan masyarakat berkaitan dengan lembaga survei yang melanggar ketentuan, maka KPU akan membentuk dewanetiksurvei, untukmelihat sejauh mana lembaga itu melanggar atau tidak,” ujar Komisioner KPU Sigit Pamungkas seusai menggelar uji publik peraturan KPU (PKPU) di Jakarta kemarin. Nantinya Dewan Etik akan diisi oleh berbagai kalangan, antara lain akademisi, tokoh masyarakat maupunaktivisyang berkompeten di bidangnya.
Namun Sigit mengatakan Dewan Etik hanya akan menindak lembaga-lembaga survei yang tidak tergabung dalam sebuah asosiasi. Karena, untuk yang tergabung dalam sebuah asosiasi, tindakan yang akan diambil diserahkan kepada asosiasi yang menaunginya. “Yang dilakukan KPU hanya berkomunikasi dengan asosiasi lembaga survei bernaung untuk menindaklanjuti dan memprosesnya di dalam internal asosiasi lembaga survei itu,” jelas Sigit.
Adapun sanksi yang diberikan kepada lembaga-lembaga survei yang menyalahi aturan mulai dari peringatan secara tertulis hingga hukuman tidak boleh lagi terlibat dalam pendistribusian hasil kajian ilmiahnya di setiap pelaksanaan pilkada maupun pemilu yang diselenggarakan KPU. “Kami bisa memberi sanksi misalnya di pilkada tempat lainnya pada tahun berikutnya dilarang melakukan survei. Atau bisa juga kita mengatakan bahwa lembaga itu tidak kredibel untuk melakukan survei,” tegasnya.
Meski demikian untuk membawanya hingga ke ranah pidana, Sigit mengatakan itu bukan kewenangan KPU meskipun nantinya ditemukan bukti adanya penyebaran hasil survei atau quick count atau hitung cepat yang tidak sesuai dengan hasil pilkada yang sebenarnya. “KPU terbatas pada sejauh mana dia bisa kita menyatakan kredibel dan tidak kredibel. Dia kami larang untuk melakukan survei di tempat lain,” ujarnya.
Pada uji publik draf PKPU tentang partisipasi masyarakat disampaikan sejumlah kekhawatiran akan tindak tanduk sejumlah lembaga survei yang kerap memublikasikan hasil kajiannya di waktu-waktu yang tidak tepat. Seperti pada masa kampanye, memasuki masa tenang hingga pada waktu hari pemungutan suara dalam bentuk hitung cepat.
“Prinsipnya kami meminta KPU untuk melarang publikasi pada masa tenang hingga pemungutan suara karena di situlah terjadi pengaruh opini publik,” kata Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Bidang Kelembagaan, Fajar Arifianto Isnugroho. Meski demikian Fajar memahami bahwa ada putusan MK yang melarang publikasi hasil survei maupun hitung cepat dibatasi pada pemilu presiden lalu.
Namun dia tetap berharap agar melalui PKPU ini nantinya bisa mengedepankan prinsip keadilan bagi semua peserta pemilu yang ikut sebagai peserta pemilu. Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menyayangkan aturan yang dibuat KPU di pilkada serentak nanti hampir sama saja dengan aturan pengetatan lembaga survei pada pileg maupun pilpres. Padahal di pilkada potensi terjadinya konflik di masyarakat sangat besar.
“Apalagi kerentanan konflik akan lebih besar karena menyangkut pemilih di tingkat lokal,” ucapnya. Lebih jauh Titi sepakat apabila persoalan lembaga survei ini harus diatur dengan tepat. Kredibilitas lembaga survei sangat penting karena informasi yang disampaikan akan dikonsumsilangsungolehmasyarakat.
“Untuk mengukur kredibilitas itu, apakah nantinya ada metode dengan bekerja sama dengan asosiasi profesi atau bagaimana? Yang pasti ini yang harus bisa dijawab oleh KPU,” ujarnya.
Dian ramdhani
(ars)