Semangat dari Surga
A
A
A
Ketiadaan sosok ibu dianggap sebagai sesuatu yang tak wajar bagi seorang anak kecil. Ia menjadi bahan ejekan di lingkaran pergaulan kecilnya.
Beragam reaksi timbul pada diri anak kecil yang jadi bahan ejekan tersebut. Menangis, marah, sedih. Ada juga yang diam dan pelan-pelan memilih pergi dari situasi yang amat tidak menyenangkan itu.
Hal terakhir itulah yang dilakukan sosok Ida kecil. Setiap ejekan itu terdengar di telinga, saat itu ia memilih beringsut dari tempat itu.
Dalam hatinya memang tersimpan sejuta tanya tentang perempuan yang melahirkannya. Akan tetapi, setiap kali hendak bertanya, setiap kali pula ditahannya. Akan tetapi, satu waktu ketika tak lagi mampu menahan emosi karena diejek, Ida kecil memilih melawan. Ia mengambil batu bata dan melemparkan ke arah yang mengejeknya. Kena kepala dan berdarah. Tak ada niat untuk menyakiti, hanya untuk membuatnya jera dan berhenti mengejek (halaman 27).
Ketiadaan ibu tak membuat sosok Ida patah arang. Dalam bukunya ini, Ida bertutur apa adanya tentang perjuangan menjalani hidup. Saat membaca buku ini serasa berhadapan dengan Ida dan mendengarnya bercerita nyaris tanpa jeda. Ida bertutur tentang alur kehidupannya mulai masa kecil hingga menjadi perempuan sukses di balik snack bermerek Mekarsari.
Perempuan bernama lengkap Ida Widyastuti akhirnya mengetahui cerita sebenarnya ihwal ketiadaan sang ibu jelang menulis buku ini. Ida mendapatkannya dari bulik atau bibi, adik kandung bapaknya. Malam sekali Ida menghubungi buliknya itu, lalu didapa-tilah cerita bahwa sang Ibu meninggal hanya berselang hitungan jam seusai melahirkannya (halaman 18). Ida kecil lebih banyak menghabiskan waktu bermainnya bersama anak laki-laki. Ia merasa lebih aman karena anak laki-laki tak banyak bicara.
Bersama teman-teman lelakinya itu pulalah, Ida kecil banyak menghabiskan waktu bermain di areal pemakaman. Memanjat pohon asam dan mengambil buahnya. Sering ia tertidur di bawah pohon itu. Tak jarang ia duduk bersandar di batu nisan tanpa rasa takut sedikitpun. Anehnya, ia merasa menemukan ketenangan di tempat itu. Kelak, setelah menikah, barulah Ida mengetahui itu adalah makam ibunya (halaman 31). Buku ini rasanya layak disebut prasasti hidup.
Dari buku ini pembaca tahu betapa fluktuatifnya kehidupan seseorang sebelum kemudian ia berdiri gagah di puncak kesuksesan. Buku ini mengajarkan kita untuk ulet, tanpa kenal menyerah. Bahwa, kesedihan bahkan tangisan adalah hal manusiawi ketika menjalani kehidupan. Akan tetapi, kita tidak boleh berada terlalu lama dalam kubangan kesedihan karena kegagalan. Bukankah orang sukses itu setelah didera banyak kegagalan tetapi tidak menyerah? Ida rasanya layak disebut sosok perempuan inspiratif.
Kegigihannya membawa hasil. Makanan ringan ndeso meretas batas hingga saantero negeri bahkan dunia. Berkah buah pisang lambat laun menjadi sandaran hidup banyak orang. Berbagai penghargaan pun menghampirinya. Dimulai tingkat lokal hingga internasional. Daftar panjang penghargaan dan kesuksesan telah dalam genggaman, tak membuat Ida pongah. Ida pun tak lupa berbagi. Sejumlah uang hadiah dari dua penghargaan yang diraihnya tak disentuhnya.
Uang itu diberikannya kepada salah satu manajernya untuk dipakai piknik para karyawannya ke Bali (halaman 191). Kehilangan sosok ibu usai melahirkannya menimbulkan trauma dan memicu dendam positif. Ida lalu ingin berbuat sesuatu pada para ibu melahirkan yang berasal dari golongan tidak mampu (halaman 202). Perjuangan panjang Ida mendapat apresiasi dari banyak pihak.
Deretan tokoh menyampaikan pandangannya mengenai sosok Ida. Ida dengan intuisi tajamnya, setajam kasihnya ibu yang mengajarinya dari surga, tulis Lita Muchtarom, President Director PT. Langkah Mitra Selaras (halaman 223). Lita beserta puluhan orang lainnya memberikan komentar mengenai sosok Ida.
Tak terkecuali, Founder & CEO MarkPlus Inc Hermawan Kertajaya dan Founder Martha Tilaar Group DR (HC) Martha Tilaar meluangkan waktu memberikan pengantar dalam buku Ida ini.
Dianika W Wardhani,
Editor di beberapa penerbit di Surabaya dan blogger
Beragam reaksi timbul pada diri anak kecil yang jadi bahan ejekan tersebut. Menangis, marah, sedih. Ada juga yang diam dan pelan-pelan memilih pergi dari situasi yang amat tidak menyenangkan itu.
Hal terakhir itulah yang dilakukan sosok Ida kecil. Setiap ejekan itu terdengar di telinga, saat itu ia memilih beringsut dari tempat itu.
Dalam hatinya memang tersimpan sejuta tanya tentang perempuan yang melahirkannya. Akan tetapi, setiap kali hendak bertanya, setiap kali pula ditahannya. Akan tetapi, satu waktu ketika tak lagi mampu menahan emosi karena diejek, Ida kecil memilih melawan. Ia mengambil batu bata dan melemparkan ke arah yang mengejeknya. Kena kepala dan berdarah. Tak ada niat untuk menyakiti, hanya untuk membuatnya jera dan berhenti mengejek (halaman 27).
Ketiadaan ibu tak membuat sosok Ida patah arang. Dalam bukunya ini, Ida bertutur apa adanya tentang perjuangan menjalani hidup. Saat membaca buku ini serasa berhadapan dengan Ida dan mendengarnya bercerita nyaris tanpa jeda. Ida bertutur tentang alur kehidupannya mulai masa kecil hingga menjadi perempuan sukses di balik snack bermerek Mekarsari.
Perempuan bernama lengkap Ida Widyastuti akhirnya mengetahui cerita sebenarnya ihwal ketiadaan sang ibu jelang menulis buku ini. Ida mendapatkannya dari bulik atau bibi, adik kandung bapaknya. Malam sekali Ida menghubungi buliknya itu, lalu didapa-tilah cerita bahwa sang Ibu meninggal hanya berselang hitungan jam seusai melahirkannya (halaman 18). Ida kecil lebih banyak menghabiskan waktu bermainnya bersama anak laki-laki. Ia merasa lebih aman karena anak laki-laki tak banyak bicara.
Bersama teman-teman lelakinya itu pulalah, Ida kecil banyak menghabiskan waktu bermain di areal pemakaman. Memanjat pohon asam dan mengambil buahnya. Sering ia tertidur di bawah pohon itu. Tak jarang ia duduk bersandar di batu nisan tanpa rasa takut sedikitpun. Anehnya, ia merasa menemukan ketenangan di tempat itu. Kelak, setelah menikah, barulah Ida mengetahui itu adalah makam ibunya (halaman 31). Buku ini rasanya layak disebut prasasti hidup.
Dari buku ini pembaca tahu betapa fluktuatifnya kehidupan seseorang sebelum kemudian ia berdiri gagah di puncak kesuksesan. Buku ini mengajarkan kita untuk ulet, tanpa kenal menyerah. Bahwa, kesedihan bahkan tangisan adalah hal manusiawi ketika menjalani kehidupan. Akan tetapi, kita tidak boleh berada terlalu lama dalam kubangan kesedihan karena kegagalan. Bukankah orang sukses itu setelah didera banyak kegagalan tetapi tidak menyerah? Ida rasanya layak disebut sosok perempuan inspiratif.
Kegigihannya membawa hasil. Makanan ringan ndeso meretas batas hingga saantero negeri bahkan dunia. Berkah buah pisang lambat laun menjadi sandaran hidup banyak orang. Berbagai penghargaan pun menghampirinya. Dimulai tingkat lokal hingga internasional. Daftar panjang penghargaan dan kesuksesan telah dalam genggaman, tak membuat Ida pongah. Ida pun tak lupa berbagi. Sejumlah uang hadiah dari dua penghargaan yang diraihnya tak disentuhnya.
Uang itu diberikannya kepada salah satu manajernya untuk dipakai piknik para karyawannya ke Bali (halaman 191). Kehilangan sosok ibu usai melahirkannya menimbulkan trauma dan memicu dendam positif. Ida lalu ingin berbuat sesuatu pada para ibu melahirkan yang berasal dari golongan tidak mampu (halaman 202). Perjuangan panjang Ida mendapat apresiasi dari banyak pihak.
Deretan tokoh menyampaikan pandangannya mengenai sosok Ida. Ida dengan intuisi tajamnya, setajam kasihnya ibu yang mengajarinya dari surga, tulis Lita Muchtarom, President Director PT. Langkah Mitra Selaras (halaman 223). Lita beserta puluhan orang lainnya memberikan komentar mengenai sosok Ida.
Tak terkecuali, Founder & CEO MarkPlus Inc Hermawan Kertajaya dan Founder Martha Tilaar Group DR (HC) Martha Tilaar meluangkan waktu memberikan pengantar dalam buku Ida ini.
Dianika W Wardhani,
Editor di beberapa penerbit di Surabaya dan blogger
(ars)