KPK Harap Hukuman Romi Maksimal

Senin, 09 Maret 2015 - 09:49 WIB
KPK Harap Hukuman Romi Maksimal
KPK Harap Hukuman Romi Maksimal
A A A
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berharap majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menjatuhkan hukuman sesuai dengan tuntutan kepada Wali Kota Palembang nonaktif Romi Herton dan istrinya, Masyito.

Rencananya, pembacaan amar putusan terdakwa kasus dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Palembang di Mahkamah Konstitusi (MK) itu akan digelar hari ini di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sebelumnya pada Kamis (12/2), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjatuhkan tuntutan pidana penjara 9 tahun dan pencabutan hak politik selama 11 tahun terhadap Romi Herton.

Romi juga dituntut membayar pidana denda sebesar Rp400 juta subsider 5 bulan kurungan. Adapun istrinya yang juga pegawai negeri sipil (PNS) Pemprov Sumsel, Masyito, dituntut pidana 6 tahun dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan penjara. Keduanya dinilai terbukti melakukan pidana dalam dua dakwaan berkaitan dengan pengurusan sengketa Pilkada Kota Palembang 2013 yang disidangkan di MK.

Pertama, memberikan suap Rp14,145 miliar dan USD316.700 kepada mantan Ketua MK M Akil Mochtar melalui orang dekat Akil yang juga pemilik PT Promic Internasional Muhtar Ependy.

Kedua, selaku saksi pada sidang Akil, Romi dan Masyito dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar atau keterangan palsu. “KPK berharap hakim memutuskan sesuai dengan tuntutan yang disampaikan JPU,” tandas Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha kepada KORAN SINDO kemarin.

Sirra Prayuna selaku kuasa hukum Romi dan Masyito mengatakan, kliennya akan menjalani sidang putusan hari ini. Meski demikian, Sirra belum mau terlalu jauh berspekulasi atas putusan hakim. Dia hanya meminta agar majelis hakim diberikan kesempatan untuk memutus yang seadil-adilnya berdasarkan fakta persidangan.

Kliennya, kata Sirra, sudah siap menghadapi persidangan hari ini. “Ya makanya besok kita lihat apa putusan hakim. Saya harapkan majelis hakim objektif melihat fakta persidangan. (Romi dan Masyito) siap nggak siap, harus siap. Harus siap menerima apa pun putusan majelis,” ungkap Sirra.

Meski demikian, Sirra tidak sepakat dengan pencabutan hak politik Romi selama 11 tahun. Dari pembelaan tim penasihat hukum pun mengatakan bahwa hakpolitikseseorangitumelekat pada diri individu yang dijamin Declaration of Human Right dalam hidup dan politik. Jaminan itu pun ada dalam konstitusi dan undang-undang (UU).

Karena itu, Sirra menilai terlalu berlebihan kalau Romi harus diberikan satu hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik. “Orang (terdakwa) yang kerugian negaranya besar saja ada banyak yang tidak dicabut hak politiknya kok,” ujar Sirra.

Dia menggariskan, dalam kasus dugaan suap Romi jelas tidak ada kerugian negara. Uang yang dipakai adalah uang pribadi. Uang itulah yang diberikan ke Muhtar Ependy. Berikutnya, faktanya bahwa perkara sengketa Pilkada Palembang yang diikuti Romi menang di MK. Itu pun sudah terungkap dalam fakta persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.

“Lalu masa orang dihukum dengan pencabutan hak politik yang mana itu hak individu yang dijamin (dan) yang melekat pada diri seseorang,” ucapnya. Dalam tuntutan, Romi dan Masyito dinilai terbukti melanggar dua dakwaan. Dalam kasus penyuapan, perbuatan pidana Romi dan Masyito dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut.

Perbuatan mereka sesuai denganPasal6ayat (1) hurufa UU Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke- (1) jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana. Hal ini sesuai dengan dakwaan kesatu pertama.

Untuk perbuatan pemberian keterangan palsu, pasangan suami istri itu dijerat dengan Pasal 22 jo Pasal 35 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-(1) KUHPidana sebagaimana dakwaan kedua pertama.

sabir laluhu
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6584 seconds (0.1#10.140)
pixels