Tiap Minggu, 3 Tewas di Perlintasan KA
A
A
A
JAKARTA - Tinggi angka kecelakaan di pintu perlintasan kereta api (KA) tidak hanya kelalaian pengguna jalan.
Banyak pintu perlintasan KA liar dan tanpa penjagaan menjadi faktor lain penyebab tinggi angka kecelakaan. Hingga saat ini ratusan palang pintu KA liar di daerah operasional (daop) 1 PT Kereta Api Indonesia (KAI). PT KAI Daop 1 bahkan mencatat setiap minggu rata-rata tiga orang tewas akibat kecelakaan di perlintasan KA.
Untuk meminimalisasi kecelakaan, PT KAI dan Pemprov DKI Jakarta berencana melenyapkan perlintasan KA tak berpenjaga maupun liar secara bertahap. Senior Manager Corporate Communication PT KAI Daop 1 Bambang S Prayitno mengatakan, dari 533 perlintasan KA, hanya 158 yang dijaga PT KAI dan 48 telah dibuatkan underpass maupun flyover .
Sisanya 35 dijaga pihak luar, 106 tidak dijaga, dan 186 perlintasan liar. Tingginya perlintasan liar disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap regulasi yang ada. “Dampak fatal bisa terjadi kehilangan nyawa bagi pengemudi maupun penumpang yang dibawanya. Kami (PT KAI) juga mengalami kerugian bila terjadi,” kata Bambang kemarin.
Kerugian tersebut di antaranya kerusakan sarana prasarana seperti lokomotif, gerbong, jalur KA, serta terhambatnya perjalanan KA yang jelas merugikan konsumen. Karena itu, dia mendukung upaya meminimalisasi tingkat kecelakaan dengan pembuatan flyover maupun underpass sesuai UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian.
Hanya, pembangunan underpass dan flyover di perlintasan KA merupakan kewenangan pemerintah daerah. Pembangunan pengamanan seperti palang pintu KA merupakan kewenangan PT KAI dan Kementerian Perhubungan. “Beberapa waktu lalu, kami sudah menekan MoU dengan gubernur DKI Jakarta mengenai pembangunan underpass,” ungkapnya.
Tahun ini Pemprov DKI Jakarta akan membangun flyover dan underpass di sejumlah titik perlintasan KA. Berdasarkan pantauan, sejumlah perlintasan KA di Jakarta memang membahayakan pengguna jalan dan memacetkan arus lalu lintas. Titik-titik perlintasan yang rawan tersebut di antaranya Bintaro, Permata Hijau, Jakarta Selatan; Rawa Buaya, Latumenten, dan Angke, Jakarta Barat.
Belakangan penutupan perlintasan KA liar telah dilakukan di dekat Stasiun Ancol, Jakarta Utara. Penutupan itu dilakukan sebagai persiapan KRL Commuter Line yang akan melintas pada April mendatang.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko mengatakan, sesuai dengan Pasal 91-94 UU No 23/2007, perlintasan liar yang tidak dijaga, tidak dilengkapi rambu-rambu lalu lintas, dan tidak disertai alat bantu pengamanan harus ditutup demi keselamatan warga sekitar.
“Penutupan akses perlintasan liar di Stasiun Ancol ini mendesak dilakukan karena pada April 2015 nanti lintasan rel di jalur ini akan kembali diaktifkan,” kata Hermanto. Menurut Hermanto, perjalanan KRL yang melintas di jalur tersebut dinonaktifkan sejak 10 tahun lalu. Oleh masyarakat sekitar, titik ini dibuat akses perlintasan liar tanpa seizin ke PT KAI.
“Kalau kita lihat dari segi teknis hukum, apa yang dilakukan warga sekitar itu melanggar hukum, namun kami masih bisa menoleransi selama ini karena perlintasan memang selama ini belum digunakan,” tuturnya.
Yan yusuf
Banyak pintu perlintasan KA liar dan tanpa penjagaan menjadi faktor lain penyebab tinggi angka kecelakaan. Hingga saat ini ratusan palang pintu KA liar di daerah operasional (daop) 1 PT Kereta Api Indonesia (KAI). PT KAI Daop 1 bahkan mencatat setiap minggu rata-rata tiga orang tewas akibat kecelakaan di perlintasan KA.
Untuk meminimalisasi kecelakaan, PT KAI dan Pemprov DKI Jakarta berencana melenyapkan perlintasan KA tak berpenjaga maupun liar secara bertahap. Senior Manager Corporate Communication PT KAI Daop 1 Bambang S Prayitno mengatakan, dari 533 perlintasan KA, hanya 158 yang dijaga PT KAI dan 48 telah dibuatkan underpass maupun flyover .
Sisanya 35 dijaga pihak luar, 106 tidak dijaga, dan 186 perlintasan liar. Tingginya perlintasan liar disebabkan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap regulasi yang ada. “Dampak fatal bisa terjadi kehilangan nyawa bagi pengemudi maupun penumpang yang dibawanya. Kami (PT KAI) juga mengalami kerugian bila terjadi,” kata Bambang kemarin.
Kerugian tersebut di antaranya kerusakan sarana prasarana seperti lokomotif, gerbong, jalur KA, serta terhambatnya perjalanan KA yang jelas merugikan konsumen. Karena itu, dia mendukung upaya meminimalisasi tingkat kecelakaan dengan pembuatan flyover maupun underpass sesuai UU No 23/2007 tentang Perkeretaapian.
Hanya, pembangunan underpass dan flyover di perlintasan KA merupakan kewenangan pemerintah daerah. Pembangunan pengamanan seperti palang pintu KA merupakan kewenangan PT KAI dan Kementerian Perhubungan. “Beberapa waktu lalu, kami sudah menekan MoU dengan gubernur DKI Jakarta mengenai pembangunan underpass,” ungkapnya.
Tahun ini Pemprov DKI Jakarta akan membangun flyover dan underpass di sejumlah titik perlintasan KA. Berdasarkan pantauan, sejumlah perlintasan KA di Jakarta memang membahayakan pengguna jalan dan memacetkan arus lalu lintas. Titik-titik perlintasan yang rawan tersebut di antaranya Bintaro, Permata Hijau, Jakarta Selatan; Rawa Buaya, Latumenten, dan Angke, Jakarta Barat.
Belakangan penutupan perlintasan KA liar telah dilakukan di dekat Stasiun Ancol, Jakarta Utara. Penutupan itu dilakukan sebagai persiapan KRL Commuter Line yang akan melintas pada April mendatang.
Direktur Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Hermanto Dwiatmoko mengatakan, sesuai dengan Pasal 91-94 UU No 23/2007, perlintasan liar yang tidak dijaga, tidak dilengkapi rambu-rambu lalu lintas, dan tidak disertai alat bantu pengamanan harus ditutup demi keselamatan warga sekitar.
“Penutupan akses perlintasan liar di Stasiun Ancol ini mendesak dilakukan karena pada April 2015 nanti lintasan rel di jalur ini akan kembali diaktifkan,” kata Hermanto. Menurut Hermanto, perjalanan KRL yang melintas di jalur tersebut dinonaktifkan sejak 10 tahun lalu. Oleh masyarakat sekitar, titik ini dibuat akses perlintasan liar tanpa seizin ke PT KAI.
“Kalau kita lihat dari segi teknis hukum, apa yang dilakukan warga sekitar itu melanggar hukum, namun kami masih bisa menoleransi selama ini karena perlintasan memang selama ini belum digunakan,” tuturnya.
Yan yusuf
(ftr)