Jakarta Utara Kota dengan Polusi Tertinggi di Indonesia
A
A
A
JAKARTA - Jakarta Utara ditahbiskan sebagai kota dengan polusi tertinggi se-Indonesia oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) beberapa waktu lalu.
Penilaian KLHK dilakukan sepanjang 2014. Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi menganggap terpilihnya Jakarta Utara sebagai kota dengan polusi tertinggi dibandingkan 14 kota lain sebagai hal yang wajar. Letak Jakarta Utara yang menjadi jalur lalu lintas Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi penyebab tingginya polusi di wilayahnya.
”Mobil besar macam tronton lalu lalang di wilayah kami (Jakarta Utara), baik menuju bandara maupun pelabuhan. Ini yang menyebabkan kondisi udara sangat kotor. Semua itu bisa terjadi pada kota mana pun, ke depan kami akan perbaiki itu,” katanya kemarin. Selain itu, kurangnya pepohonan menjadi sumber lain udara di kawasan ini menjadi kotor. Sebagai solusi, Rustam berencana menambah jalur hijau di sepanjang beberapa jalan di Jakarta Utara agar sirkulasi udara segera membaik.
Hingga saat ini dari luas daratan 154,11 km persegi, ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta Utara hanya tersedia 5%. ”Pohon sangat kurang. Kami akan segera lakukan penanaman di beberapa titik, salah satu sisi timur Waduk Pluit, namun setelah 3.000 warganya direlokasi. Di sana ada sekitar 10 hektare tanah kosong yang siap dijadikan taman,” ungkapnya.
Mantan wali kota Jakarta Pusat ini enggan merinci penanaman pohon di titik lain. Kebijakan penanaman pohon merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta. ”Tidak semua urusan RTH di kami, ada beberapa menjadi tupoksi provinsi,” sebutnya.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai wajar Jakarta Utara ditetapkan sebagai wilayah dengan polusi tertinggi. Ini tidak lepas dari kurang seriusnya pemerintah lama terhadap penataan kota di Jakarta Utara. ”Kawasan utara sangat gersang dan kotor. Ini tidak terjadi begitu saja, pemkot lama sepertinya kurang serius dalam menata kota. Semuadicampuraduk, permukiman dan kawasan kumuh menjamur,” paparnya.
Nirwono menambahkan, berkurangnya RTH seperti hutan bakau di pantai utara menjadi salah satu contoh kebijakan yang salah. Pengurangan itu berbanding terbalik dengan bertambahnya pabrik hingga menjadikan Jakarta Utara sebagai salah satu kawasan industri. ”Solusinya, Pemkot Jakarta Utara harus belajar dari wilayah selatan dan pusat. Kita bandingkan saja bagaimana kawasan Ancol dengan daerah Menteng dan Kebayoran Baru. Artinya RTH harus diperbanyak,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga menyarankan lalu lintas di wilayah utara bisa lebih diatur. Truktruk besar sebagai penyumbang polusi harus dibatasi sehingga tidak campur aduk dengan kendaraan pribadi. ”Jalur pejalan kaki dan sepeda harus dibuat atau diperbanyak. Sekarang ini jalur seperti itu sedikit bahkan jarang,” sebutnya.
Kebijakan lain yang juga bisa diambil yakni menjadikan salah satu kawasan di Jakarta Utara bebas kendaraan bermotor. ”Seperti Kota Tua di Jakarta Barat. Dengan bebas kendaraan membuat polusi berkurang. Masyarakat juga lebih menyukai berjalan kawasan itu menggunakan busway dan angkutan umum lainnya,” tuturnya.
Yan yusuf
Penilaian KLHK dilakukan sepanjang 2014. Wali Kota Jakarta Utara Rustam Effendi menganggap terpilihnya Jakarta Utara sebagai kota dengan polusi tertinggi dibandingkan 14 kota lain sebagai hal yang wajar. Letak Jakarta Utara yang menjadi jalur lalu lintas Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan Pelabuhan Tanjung Priok menjadi penyebab tingginya polusi di wilayahnya.
”Mobil besar macam tronton lalu lalang di wilayah kami (Jakarta Utara), baik menuju bandara maupun pelabuhan. Ini yang menyebabkan kondisi udara sangat kotor. Semua itu bisa terjadi pada kota mana pun, ke depan kami akan perbaiki itu,” katanya kemarin. Selain itu, kurangnya pepohonan menjadi sumber lain udara di kawasan ini menjadi kotor. Sebagai solusi, Rustam berencana menambah jalur hijau di sepanjang beberapa jalan di Jakarta Utara agar sirkulasi udara segera membaik.
Hingga saat ini dari luas daratan 154,11 km persegi, ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta Utara hanya tersedia 5%. ”Pohon sangat kurang. Kami akan segera lakukan penanaman di beberapa titik, salah satu sisi timur Waduk Pluit, namun setelah 3.000 warganya direlokasi. Di sana ada sekitar 10 hektare tanah kosong yang siap dijadikan taman,” ungkapnya.
Mantan wali kota Jakarta Pusat ini enggan merinci penanaman pohon di titik lain. Kebijakan penanaman pohon merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta. ”Tidak semua urusan RTH di kami, ada beberapa menjadi tupoksi provinsi,” sebutnya.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti Nirwono Joga menilai wajar Jakarta Utara ditetapkan sebagai wilayah dengan polusi tertinggi. Ini tidak lepas dari kurang seriusnya pemerintah lama terhadap penataan kota di Jakarta Utara. ”Kawasan utara sangat gersang dan kotor. Ini tidak terjadi begitu saja, pemkot lama sepertinya kurang serius dalam menata kota. Semuadicampuraduk, permukiman dan kawasan kumuh menjamur,” paparnya.
Nirwono menambahkan, berkurangnya RTH seperti hutan bakau di pantai utara menjadi salah satu contoh kebijakan yang salah. Pengurangan itu berbanding terbalik dengan bertambahnya pabrik hingga menjadikan Jakarta Utara sebagai salah satu kawasan industri. ”Solusinya, Pemkot Jakarta Utara harus belajar dari wilayah selatan dan pusat. Kita bandingkan saja bagaimana kawasan Ancol dengan daerah Menteng dan Kebayoran Baru. Artinya RTH harus diperbanyak,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga menyarankan lalu lintas di wilayah utara bisa lebih diatur. Truktruk besar sebagai penyumbang polusi harus dibatasi sehingga tidak campur aduk dengan kendaraan pribadi. ”Jalur pejalan kaki dan sepeda harus dibuat atau diperbanyak. Sekarang ini jalur seperti itu sedikit bahkan jarang,” sebutnya.
Kebijakan lain yang juga bisa diambil yakni menjadikan salah satu kawasan di Jakarta Utara bebas kendaraan bermotor. ”Seperti Kota Tua di Jakarta Barat. Dengan bebas kendaraan membuat polusi berkurang. Masyarakat juga lebih menyukai berjalan kawasan itu menggunakan busway dan angkutan umum lainnya,” tuturnya.
Yan yusuf
(ars)