Alasan KPK Baru Menahan Dua Tersangka Kasus Pertamina
A
A
A
JAKARTA - Dua tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan Tetraethyllead (TEL) di Pertamina tahun 2004-2005, telah resmi ditahan oleh KPK.
Keduanya yakni mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo (SAM) dan Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Liem (WSL).
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengakui, penanganan kasus ini memakan waktu lama.
Dia mengungkapkan, kasus ini adalah kasus korupsi yang melibatkan antar negara, seperti Inggris dan Singapura.
"Penanganan kasus ini juga merupakan tindak lanjut dari Oil for Food Investigation yang dilakukan Pemerintah Ameriksa Serikat dan Inggris," ujar Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Rabu (25/2/2015).
Menurutnya, dalam penanganan perkaranya yang dilakukan secara bersama-sama dengan Serious Fraud Office (Pemerintah Inggris) diketahui bahwa beberapa bukti terkait tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada kedua tersangka berada di jurisdiksi lain dan khususnya Singapura.
Maka lanjut Priharsa, untuk pengajuan bukti-bukti dilakukan proses bantuan timbal balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) dari negara-negara terkait.
Hal ini menurutnya memakan waktu lebih dari tiga setengah tahun karena harus melalui proses persidangan atas MLA yang diajukan di negara bersangkutan.
"Selain juga, mengingat bahwa kasus ini adalah join investigation dengan Pemerintah Inggris, maka proses penanganan perkara mengedepankan asas kehati-hatian untuk tidak membahayakan penyidikan yang juga berlangsung di Inggris," tandas Priharsa.
Keduanya yakni mantan Direktur Pengolahan Pertamina, Suroso Atmo Martoyo (SAM) dan Direktur PT Soegih Interjaya, Willy Sebastian Liem (WSL).
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha mengakui, penanganan kasus ini memakan waktu lama.
Dia mengungkapkan, kasus ini adalah kasus korupsi yang melibatkan antar negara, seperti Inggris dan Singapura.
"Penanganan kasus ini juga merupakan tindak lanjut dari Oil for Food Investigation yang dilakukan Pemerintah Ameriksa Serikat dan Inggris," ujar Priharsa Nugraha saat dikonfirmasi, Rabu (25/2/2015).
Menurutnya, dalam penanganan perkaranya yang dilakukan secara bersama-sama dengan Serious Fraud Office (Pemerintah Inggris) diketahui bahwa beberapa bukti terkait tindak pidana korupsi yang disangkakan kepada kedua tersangka berada di jurisdiksi lain dan khususnya Singapura.
Maka lanjut Priharsa, untuk pengajuan bukti-bukti dilakukan proses bantuan timbal balik atau Mutual Legal Assistance (MLA) dari negara-negara terkait.
Hal ini menurutnya memakan waktu lebih dari tiga setengah tahun karena harus melalui proses persidangan atas MLA yang diajukan di negara bersangkutan.
"Selain juga, mengingat bahwa kasus ini adalah join investigation dengan Pemerintah Inggris, maka proses penanganan perkara mengedepankan asas kehati-hatian untuk tidak membahayakan penyidikan yang juga berlangsung di Inggris," tandas Priharsa.
(maf)