Tujuan Penggunaan Hak Angket Berubah

Rabu, 25 Februari 2015 - 13:17 WIB
Tujuan Penggunaan Hak Angket Berubah
Tujuan Penggunaan Hak Angket Berubah
A A A
JAKARTA - Rapat paripurna pengesahan panitia hak angket digelar DPRD DKI Jakarta besok. Namun, tujuan hak angket bukan melengserkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dari jabatannya sebagai gubernur DKI Jakarta.

Hak angket hanya digunakan untuk membuka kebenaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2015 versi DPRD. Tentu saja tujuan ini bertolak belakang dengan informasi yang diembuskan sejumlah anggota Dewan, salah satunya Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Muhammad Taufik.

Dalam berbagai kesempatan Taufik selalu melontarkan pernyataan bahwa hak angket ini bertujuan melengserkan Ahok. Ketua Panitia Hak Angket Jhony Simanjuntak mengatakan, pihaknya belum memikirkan untuk memberhentikan Ahok. Hak angket ini hanya untuk memberi kejelasan kepada masyarakat bahwa Ahok tak selamanya benar. “Kami belum berpikir jika penggunaan hak angket dapat memberhentikan Ahok.

Kami hanya ingin menunjukkan APBD yang diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bukanlah hasil pengesahan paripurna 27 Januari lalu,” kata Jhony Simanjuntak di Gedung DPRD kemarin. Jhony menjelaskan, selama ini Ahok selalu menganggap dirinya paling benar. Padahal selama memimpin Ibu Kota, mantan Bupati Belitung Timur itu tidak melakukan perubahan.

“Dia hanya mengubah kulitkulitnya dengan bermain di media,” lanjut ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Jakarta ini. Terkait mediasi Kemendagri yang tujuannya hampir sama dengan penggunaan hak angket, Jhony membantah. Menurutnya, mediasi yang dilakukan Kemendagri adalah upaya mempercepat pencairan APBD dengan mempersatukan persepsi APBD antara Dewan dan Pemprov DKI Jakarta.

Hak angket untuk membuka kebenaran bahwa apa dilakukan Ahok suatu pelanggaran hukum. “Kami punya bukti perbedaan lampiran dokumen APBD yang dikirim Ahok ke Kemendagri dan dokumen hasil pengesahan. Lihat saja hasil hak angket yang dilakukan 33 anggota nanti,” katanya. Diketahui, DPRD dan Pemprov DKI Jakarta bersitegang terkait APBD DKI Jakarta 2015 sebesar Rp73,08 triliun yang telah disepakati dan disahkan pada 27 Januari.

Draf APBD 2015 yang telah disahkan tersebut langsung dikirim Pemprov DKI Jakarta ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tanpa kembali dibahas bersama DPRD. Sepekan kemudian draf APBD tersebut dikembalikan Kemendagri lantaran dinilai kurang memenuhi syarat teknis perihal rincian nomenklatur.

Kalangan DPRD mensinyalir draf APBD yang dikirim tersebut bukan APBD yang disahkan pada 27 Januari. Selain pengembalian draf APBD, Dewan juga menyoroti dimasukkannya anggaran ke dalam sistem e-budgeting sebelum APBD disahkan. Pemasukan anggaran ke sistem e-budgeting ini dilakukan Pemprov DKI Jakarta saat KUA-PPAS disepakati.

Dengan sistem ini, alokasi anggaran tidak bisa lagi diutak-atik. Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi juga menegaskan, tujuan penggunaan hak angket ini belum sampai dalam tahap pemberhentian Ahok. Penggunaan hak angket ini hanya untuk menyadarkan Ahok bahwa etikanya selama memimpin DKI Jakarta sangat buruk. Apalagi dia berani mengirimkan draf APBD tanpa sepengetahuan DPRD. Sebagai politisi PDIP yang mengusung Ahok, Prasetyo ingin mendukung terus mantan bupati Belitung Timur ini.

Dia hanya ingin memperbaiki sikap Ahok yang kerap menyinggung DPRD. “Saya suka dengan ide-ide Ahok dalam membangun Jakarta. Banyak terjadi terobosan baru dan cepat. Tetapi, tidak ada etika. Masak saya dibilang oknum. Saya kan setara sama dia. Dia dari politik, saya juga politik. Tapi, sampai kapan sikap dia sampai begitu,” ucapnya. Ketua Fraksi PKB DPRD DKI Jakarta Hasbiallah Ilyas menuturkan, penggunaan hak angket tidak memiliki tujuan jelas.

Fraksi PKB pun menolak penggunaan hak angket. Menurutnya, pengajuan hak angket dianggap belum perlu digulirkan karena masih ada mekanisme yang harus dilewati. Misalnya terlebih dahulu menggunakan hak interpelasi. “Hak angket ini arahnya mau ke mana kan mestijelas. Masalahnya belum jelas, prematur. Saya lebih setuju menggunakan hak interpelasi terlebih dulu dengan mendengarkan keterangan gubernur.

Nanti bisa diinventarisasi apa kesalahannya. Artinya belum perlu hak angket,” ungkapnya. Sementara itu, Ahok menjelaskan, dia tidak mau menuruti kemauan DPRD lantaran dinilai tidak masuk akal. Menurutnya, Dewan ingin memotong anggaran 10-15% setiap kegiatan dari anggaran yang sudah disusun. Hasil potongan anggaran tersebut dimasukkan dalam APBD versi DPRD yang jumlahnya mencapai Rp12,1 triliun.

Ketika ditelusuri, uang tersebut digunakan membeli alat UPS untuk penyimpanan listrik ketika listrik mati misalnya powerbank di setiap kantor lurah. ”Saya tanya sama lurah, ’Benar kalian masukan barang UPS?’ Mereka jawab, ‘tidak’. Ya, sudah saya tidak mau lagi berdiskusi sama Dewan biar Kemendagri saja yang mengurus,” ungkapnya.

Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Ucok Sky Khadafi menilai penggunaan hak angket ini hanya gertakan kepada Ahok lantaran Dewan sudahputusasamembukapintu negosiasi dengan legislatif. ”Dari pertama saya sudah menduga Dewan hanya ingin Ahok di pangkuannya melalui proses politik,” ungkapnya.

Bima setiyadi
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5427 seconds (0.1#10.140)