Badrodin Belum Pasti Lolos di DPR
A
A
A
JAKARTA - Pelantikan Komjen Pol Badrodin Haiti menjadi kapolri masih harus menunggu persetujuan DPR. Diterima atau tidaknya calon kapolri pengganti Komjen Pol Budi Gunawan tersebut dinilai sangat tergantung pada situasi politik.
”Apakah DPR akan menerima calon tunggal tersebut, saya tidak bisa komentar banyak. Apakah surat Presiden akan diterima atau tidak, tergantung situasi politik 2 hingga 3 minggu ke depan,” ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo pada diskusi Polemik Sindo Trijaya FM di Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.
Bambang menjelaskan pembahasan calon kapolri yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut akan dilakukan selama dua hingga tiga minggu setelah reses DPR berakhir. Kalau pembahasan dilakukan selama 20 hari kerja, nasib pencalonan Badrodin baru bisa ditentukan pada 23 Maret 2015.
Bambang menambahkan, keputusan yang diambil Presiden atas kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri tidak cukup memberikan solusi dalam mengatasi persoalan. ”Bahwa ini tidak menyelesaikan masalah. Saya justru melihat ini malah akan memperlebar masalahnya ke arah konstitusi,” ucapnya.
Konstitusi yang dimaksud Bambang adalah kebijakan Presiden yang dianggap banyak menabrak aturan dan ketentuan. Misalnya ketika memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai kapolri, sementara yang bersangkutan baru berakhir masa jabatannya pada Oktober 2015. Begitu pun ketika membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai kapolri setelah dia mendapat persetujuan DPR.
”Harusnya Presiden melantik dulu, setelah itu baru diberhentikan, jadi Presiden tidak melanggar konstitusi,” ucapnya. Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR itu juga mengkritik surat yang disampaikan Presiden ketika mengajukan nama baru calon kapolri ke DPR. Surat yang hanya dua lembar itu menurutnya tidak menjawab persoalan pencalonan kapolri.
”Ini keprihatinan kita terhadap administrasi negara di mana surat hanya berisi dua lembar dengan lampiran biodata Badrodin Haiti. Padahal, dalam UU Kepolisian, pengangkatan dan pemberhentian itu harus jelas,” katanya. Di tempat yang sama, pengamat kepolisian Irjen Pol (Purn) Sisno Adiwinoto mengatakan, saat ini bola panas pencalonan kapolri berada di DPR. Dia menilai proses pencalonan Badrodin Haiti ini juga akan menentukan keberlangsungan pemerintahan Jokowi ke depan.
”Kalau mulus akan aman, tapi kalau banyak hadangan dalam politik bisa impeachment,” jelasnya. Dia menyarankan ke depan Polri harus bisa membangun hubungan yang baik, bekerja sama, saling menjaga wibawa dengan institusi lain. Sesuai dengan arahan Presiden, semua kasus hukum harus diselesaikan secara hukum.
Seluruh aparat penegak hukum juga harus berwibawa dan bersih, tidak ada kriminalisasi, dan transparan dengan batasan tertentu, serta tidak ada intervensi politik. ”Mudah-mudahan KPK dan Polri babak berikutnya tidak ada masalah lagi,” katanya. Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) yang juga anggota Tim 9, Imam B Prasodjo, mengatakan baik KPK maupun Polri harus berbenah dan mengambil hikmah dari konflik yang terjadi.
”Kan jadi kelihatan kelemahan-kelemahannya, jadi dua lembaga ini harus berbenah,” katanya pada diskusi yang sama. Misalnya di kepolisian, Imam menilai ada sejumlah kekurangan institusi ini dalam menjalankan roda organisasinya, mulai dari proses perekrutan hingga kenaikan pangkat. Adapun di KPK, dari kasus hukum yang menjerat dua pimpinannya, meskipun itu terkesan kasus kecil dan dibuat-buat, tetap sebuah kekurangan yang menuntut pembenahan.
”Mungkin orang bilang itu ecek-ecek, tapi itu tetap bolong-bolong yang bisa dijadikan senjata untuk menyerang,” tuturnya. Dia berharap dengan dilantiknya tiga pelaksana tugas (plt) baru pimpinan KPK, ke depan hubungan dua lembaga penegak hukum ini dapat berjalan baik. ”Jadi kalau ada suksesnya KPK jangan diklaim hanya sukses KPK, polisi ikut andil karena penyidiknya dari polisi. Jadi ada sharing, supaya polisinya tidak dijelek-jelekkan terus,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho berharap kehadiran tiga plt pimpinan KPK, yakni Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji serta Johan Budi, tidak hanya ditujukan untuk meredakan ketegangan KPK-Polri, tapi juga untuk melanjutkan kiprah lembaga antikorupsi tersebut. ”Kita butuh kasus-kasus yang belum tuntas di KPK (bisa diselesaikan),” kata Emerson.
Dia mengaku khawatir ketiga plt tersebut justru bisa memperlambat kerja KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan kasus korupsi. ”Pertanyaan serius yang ingin kita tanyakan, ketika mereka ditunjuk menjadi plt pimpinan KPK, sebenarnya mereka membawa misi apa, pembenahan KPK atau ingin menyelamatkan kasus tertentu,” lanjutnya.
Dian ramdhani
”Apakah DPR akan menerima calon tunggal tersebut, saya tidak bisa komentar banyak. Apakah surat Presiden akan diterima atau tidak, tergantung situasi politik 2 hingga 3 minggu ke depan,” ujar anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo pada diskusi Polemik Sindo Trijaya FM di Cikini, Jakarta Pusat, kemarin.
Bambang menjelaskan pembahasan calon kapolri yang diusulkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut akan dilakukan selama dua hingga tiga minggu setelah reses DPR berakhir. Kalau pembahasan dilakukan selama 20 hari kerja, nasib pencalonan Badrodin baru bisa ditentukan pada 23 Maret 2015.
Bambang menambahkan, keputusan yang diambil Presiden atas kisruh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polri tidak cukup memberikan solusi dalam mengatasi persoalan. ”Bahwa ini tidak menyelesaikan masalah. Saya justru melihat ini malah akan memperlebar masalahnya ke arah konstitusi,” ucapnya.
Konstitusi yang dimaksud Bambang adalah kebijakan Presiden yang dianggap banyak menabrak aturan dan ketentuan. Misalnya ketika memberhentikan Jenderal Sutarman sebagai kapolri, sementara yang bersangkutan baru berakhir masa jabatannya pada Oktober 2015. Begitu pun ketika membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai kapolri setelah dia mendapat persetujuan DPR.
”Harusnya Presiden melantik dulu, setelah itu baru diberhentikan, jadi Presiden tidak melanggar konstitusi,” ucapnya. Sekretaris Fraksi Partai Golkar DPR itu juga mengkritik surat yang disampaikan Presiden ketika mengajukan nama baru calon kapolri ke DPR. Surat yang hanya dua lembar itu menurutnya tidak menjawab persoalan pencalonan kapolri.
”Ini keprihatinan kita terhadap administrasi negara di mana surat hanya berisi dua lembar dengan lampiran biodata Badrodin Haiti. Padahal, dalam UU Kepolisian, pengangkatan dan pemberhentian itu harus jelas,” katanya. Di tempat yang sama, pengamat kepolisian Irjen Pol (Purn) Sisno Adiwinoto mengatakan, saat ini bola panas pencalonan kapolri berada di DPR. Dia menilai proses pencalonan Badrodin Haiti ini juga akan menentukan keberlangsungan pemerintahan Jokowi ke depan.
”Kalau mulus akan aman, tapi kalau banyak hadangan dalam politik bisa impeachment,” jelasnya. Dia menyarankan ke depan Polri harus bisa membangun hubungan yang baik, bekerja sama, saling menjaga wibawa dengan institusi lain. Sesuai dengan arahan Presiden, semua kasus hukum harus diselesaikan secara hukum.
Seluruh aparat penegak hukum juga harus berwibawa dan bersih, tidak ada kriminalisasi, dan transparan dengan batasan tertentu, serta tidak ada intervensi politik. ”Mudah-mudahan KPK dan Polri babak berikutnya tidak ada masalah lagi,” katanya. Sosiolog dari Universitas Indonesia (UI) yang juga anggota Tim 9, Imam B Prasodjo, mengatakan baik KPK maupun Polri harus berbenah dan mengambil hikmah dari konflik yang terjadi.
”Kan jadi kelihatan kelemahan-kelemahannya, jadi dua lembaga ini harus berbenah,” katanya pada diskusi yang sama. Misalnya di kepolisian, Imam menilai ada sejumlah kekurangan institusi ini dalam menjalankan roda organisasinya, mulai dari proses perekrutan hingga kenaikan pangkat. Adapun di KPK, dari kasus hukum yang menjerat dua pimpinannya, meskipun itu terkesan kasus kecil dan dibuat-buat, tetap sebuah kekurangan yang menuntut pembenahan.
”Mungkin orang bilang itu ecek-ecek, tapi itu tetap bolong-bolong yang bisa dijadikan senjata untuk menyerang,” tuturnya. Dia berharap dengan dilantiknya tiga pelaksana tugas (plt) baru pimpinan KPK, ke depan hubungan dua lembaga penegak hukum ini dapat berjalan baik. ”Jadi kalau ada suksesnya KPK jangan diklaim hanya sukses KPK, polisi ikut andil karena penyidiknya dari polisi. Jadi ada sharing, supaya polisinya tidak dijelek-jelekkan terus,” ujarnya.
Sementara itu, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho berharap kehadiran tiga plt pimpinan KPK, yakni Taufiequrachman Ruki, Indriyanto Seno Adji serta Johan Budi, tidak hanya ditujukan untuk meredakan ketegangan KPK-Polri, tapi juga untuk melanjutkan kiprah lembaga antikorupsi tersebut. ”Kita butuh kasus-kasus yang belum tuntas di KPK (bisa diselesaikan),” kata Emerson.
Dia mengaku khawatir ketiga plt tersebut justru bisa memperlambat kerja KPK dalam melakukan penyelidikan, penyidikan, serta penuntutan kasus korupsi. ”Pertanyaan serius yang ingin kita tanyakan, ketika mereka ditunjuk menjadi plt pimpinan KPK, sebenarnya mereka membawa misi apa, pembenahan KPK atau ingin menyelamatkan kasus tertentu,” lanjutnya.
Dian ramdhani
(bbg)