Eks Bupati Karanganyar Divonis 6 Tahun
A
A
A
SEMARANG - Mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani divonis enam tahun penjara oleh majelis hakim Tipikor Semarang, Jawa Tengah, kemarin. Dia dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi proyek pembangunan perumahan bersubsidi Griya Lawu Asri (GLA) Karanganyar.
Namun, Rina akan banding. Menurut Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 65 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
”Terdakwa juga terbukti melanggar dakwaan kedua primer yakni melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” kata Dwiarso saat membacakan amar putusannya kemarin. Selain penjara, hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga mewajibkan Rina membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp7,8 miliar. Jika tidak mampu membayar dalam satu bulan setelah pembacaan keputusan itu, harta bendanya akan disita untuk dilelang. ”Apabila harta sitaan masih tidak mencukupi, itu akan diganti dengan hukuman penjara selama tiga tahun,” imbuh Dwiarso.
Vonis Rina tersebut sebetulnya lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Jaksa juga sebelumnya menuntut Rina membayar kerugian negara atas kasus tersebut sebesar Rp11,8 miliar. Jika tidak mampu membayar hingga satu bulan setelah proses hukum inkrah, akan diganti dengan hukuman penjara selama enam tahun.
”Dalam penetapan uang pengganti, hakim berbeda pendapat dengan jaksa sebab sebagian uang itu uang pemenangan pilkada Rina Center yang dikeluarkan Toni Iwan (mantan suaminya) sehingga tidak bisa dibebankan kepada terdakwa,” papar Dwiarso. Hakim juga tidak sependapat dengan tuntutan jaksa mengenai penghapusan hak politik Rina. Menurutnya, pemidanaan bukanlah sarana untuk balas dendam, melainkan sebagai bentuk pembelajaran.
”Kami berpendapat bahwa itu tidak relevan dan memberatkan terdakwa sehingga pencabutan hak politiki tidak perlu dilakukan,” kata Dwiarso. Adapun hal memberatkan yang menjadi pertimbangan hakim adalah perbuatan terdakwa telah merugikan negara dan masyarakat, terdakwa juga menikmati uang hasil korupsi, dan tidak memberikan contoh yang baikkepada masyarakat.
Halyang meringankan, terdakwa telah banyak berjasa saat menjabat bupati Karanganyar dan terdakwa tidak pernah dihukum. ”Karena tidak ada alasan bagi terdakwa untuk tidak ditahan, majelis memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata Dwiarso. Menanggapi putusan itu, Rina melalui kuasa hukumnya, OC Kaligis, menyatakan banding.
Kaligis bahkan mengaku kecewa dengan putusan hakim tersebut. Banyak fakta yang dikesampingkan hakim dalam memutus perkara ini. ”Kesalahannya di mana, hasil audit BPK selama klien kami menjabat bupati tidak ada kerugian negara. Tapi, mengapa BPKP yang tidak berwenang melakukan audit menemukan kerugian dan dijadikan dasar kasus ini,” ujarnya.
Selain itu, Kaligis juga menyoroti bukti surat rekomendasi dari Rina kepada Kemenpera dan kuitansi-kuitansi yang digunakan jaksa sebagai barang bukti. Kekecewaan juga terlihat jelas di wajah Rina. Dia seolah tidak menerima putusan hakim karena menganggap hanya menjadi korban dari mantan suaminya, Toni.
”Ini bentuk kriminalisasi. Saya tidak pernah menikmati uang dari proyek GLA,” katanya. Rina bertekad akan terus mengupayakan hukum hingga menemukan keadilan. Dia bahkan siap mengikutinya sampai proses kasasi Mahkamah Agung hingga peninjauan kembali (PK).
Andika prabowo
Namun, Rina akan banding. Menurut Ketua Majelis Hakim Dwiarso Budi, terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 3 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, ditambahkan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 65 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
”Terdakwa juga terbukti melanggar dakwaan kedua primer yakni melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” kata Dwiarso saat membacakan amar putusannya kemarin. Selain penjara, hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp500 juta subsider tiga bulan.
Tak hanya itu, majelis hakim juga mewajibkan Rina membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp7,8 miliar. Jika tidak mampu membayar dalam satu bulan setelah pembacaan keputusan itu, harta bendanya akan disita untuk dilelang. ”Apabila harta sitaan masih tidak mencukupi, itu akan diganti dengan hukuman penjara selama tiga tahun,” imbuh Dwiarso.
Vonis Rina tersebut sebetulnya lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Jaksa juga sebelumnya menuntut Rina membayar kerugian negara atas kasus tersebut sebesar Rp11,8 miliar. Jika tidak mampu membayar hingga satu bulan setelah proses hukum inkrah, akan diganti dengan hukuman penjara selama enam tahun.
”Dalam penetapan uang pengganti, hakim berbeda pendapat dengan jaksa sebab sebagian uang itu uang pemenangan pilkada Rina Center yang dikeluarkan Toni Iwan (mantan suaminya) sehingga tidak bisa dibebankan kepada terdakwa,” papar Dwiarso. Hakim juga tidak sependapat dengan tuntutan jaksa mengenai penghapusan hak politik Rina. Menurutnya, pemidanaan bukanlah sarana untuk balas dendam, melainkan sebagai bentuk pembelajaran.
”Kami berpendapat bahwa itu tidak relevan dan memberatkan terdakwa sehingga pencabutan hak politiki tidak perlu dilakukan,” kata Dwiarso. Adapun hal memberatkan yang menjadi pertimbangan hakim adalah perbuatan terdakwa telah merugikan negara dan masyarakat, terdakwa juga menikmati uang hasil korupsi, dan tidak memberikan contoh yang baikkepada masyarakat.
Halyang meringankan, terdakwa telah banyak berjasa saat menjabat bupati Karanganyar dan terdakwa tidak pernah dihukum. ”Karena tidak ada alasan bagi terdakwa untuk tidak ditahan, majelis memerintahkan terdakwa tetap berada dalam tahanan,” kata Dwiarso. Menanggapi putusan itu, Rina melalui kuasa hukumnya, OC Kaligis, menyatakan banding.
Kaligis bahkan mengaku kecewa dengan putusan hakim tersebut. Banyak fakta yang dikesampingkan hakim dalam memutus perkara ini. ”Kesalahannya di mana, hasil audit BPK selama klien kami menjabat bupati tidak ada kerugian negara. Tapi, mengapa BPKP yang tidak berwenang melakukan audit menemukan kerugian dan dijadikan dasar kasus ini,” ujarnya.
Selain itu, Kaligis juga menyoroti bukti surat rekomendasi dari Rina kepada Kemenpera dan kuitansi-kuitansi yang digunakan jaksa sebagai barang bukti. Kekecewaan juga terlihat jelas di wajah Rina. Dia seolah tidak menerima putusan hakim karena menganggap hanya menjadi korban dari mantan suaminya, Toni.
”Ini bentuk kriminalisasi. Saya tidak pernah menikmati uang dari proyek GLA,” katanya. Rina bertekad akan terus mengupayakan hukum hingga menemukan keadilan. Dia bahkan siap mengikutinya sampai proses kasasi Mahkamah Agung hingga peninjauan kembali (PK).
Andika prabowo
(bhr)