BNN Minta Kejagung Eksekusi Mati Silvester
A
A
A
JAKARTA - Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Anang Iskandar mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) untuk segera mengeksekusi terpidana mati asal Nigeria, Silvester Obiekwe alias Mustofa.
Kemarin Anang mendatangi Kejagung untuk melaporkan bahwa Silvester masih melakukan pengendalian bisnis narkotika dari balik penjara di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. “Kami ingin Silvester segera dieksekusi mati. Saya laporkan tadi ke Pak Jaksa Agung,” tandas Anang di Kejagung, Jakarta, kemarin.
Menurut Anang, pelaporannya tersebut langsung diterima oleh Jaksa Agung HM Prasetyo dengan didasari adanya seorang napi narkotika yang berbisnis di balik penjara. Padahal, napi tersebut sudah tiga kali tertangkap. “Kami tadi melakukan silaturahmi sekaligus melaporkan bahwa ada orang yang sudah dihukum mati tapi masih mengendalikan, tiga kali ketangkap terus. Ya, Silvester itu,” katanya.
Anang melanjutkan, saat ini BNN sedang memproses dengan menargetkan pengungkapan terhadap 50 kasus jaringan narkotika yang tersebar di beberapa wilayah. Fokus penumpasan kasus narkotika juga termasuk yang terjadi di dalam penjara. “Kami ingin efek jera bagi mereka. Eksekusi hukuman mati perlu, tapi jangan sekali saja dan jedanya jangan terlalu panjang. Semoga gelombang kedua tidak tahun depan. Kami ingin penegak hukum punya integritas yang tinggi,” paparnya.
Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan,narapidana narkotika atas nama Silvester Obiekwe sebelumnya sudah mengajukan grasi. Namun, pihaknya akan melihat terlebih dulu hasil grasi yang diajukan tersebut. “Yang bersangkutan (Silvester) sudah ajukan grasi, nanti kita cek lagi,” katanya.
Prasetyo juga mengatakan bahwa pihaknya mendapat informasi bahwa BNN sudah berhasil mengungkap jaringan narkotika di Jakarta. Dan yang mencengangkan, dari pengungkapan kasus tersebut ada sebuah jaringan yang dikendalikan salah satu terpidana mati bernama Silvester dari Nigeria. “Saya khawatir bahwa Indonesia sudah benar-benar gawat narkoba,” ujarnya.
Terungkapnya Silvester yang sering kali mengendalikan jaringan narkotika dari dalam balik penjara semakin menyadarkan bahwa putusan pengadilan terhadap bandar dan pengedar narkotika perlu mendapat perhatian khusus. “Segala eksekusi terpidana yang dikenai putusan hukuman, tetap harus segera dilakukan,” tandasnya.
Menurut dia, eksekusi mati gelombang kedua tinggal menunggu waktu yang tepat termasuk cuaca. Aspek yuridis, ujarnya, sudah selesai dan tinggal teknis saja. “Kita harus mengambil sikap keras dan tegas. Saya instruksikan terhadap seluruh kejaksaan untuk memberikan hukuman maksimal sesuai fakta di persidangan,” ujarnya.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk menegaskan kembali bahwa pengajuan upaya hukum peninjauan kembali (PK) tidak menunda eksekusi mati. Penegasan ini ditujukan agar kejaksaan tidak ragu lagi dalam mengeksekusi terpidana mati mengingat adanya putusan MK bernomor 34/PUU-XI/2013 yang memperbolehkan PK berkali-kali.
Pernyataan ini dilontarkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) dalam sidang perdana pengujian Pasal 268 ayat (1) Undang-Undang 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. “Ini yang sebenarnya dasar dan permintaan permohonannya, karena kami juga punya kepentingan terkait hukuman mati,” tandas Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Alfian faisal/Nurul adriyana
Kemarin Anang mendatangi Kejagung untuk melaporkan bahwa Silvester masih melakukan pengendalian bisnis narkotika dari balik penjara di Lapas Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah. “Kami ingin Silvester segera dieksekusi mati. Saya laporkan tadi ke Pak Jaksa Agung,” tandas Anang di Kejagung, Jakarta, kemarin.
Menurut Anang, pelaporannya tersebut langsung diterima oleh Jaksa Agung HM Prasetyo dengan didasari adanya seorang napi narkotika yang berbisnis di balik penjara. Padahal, napi tersebut sudah tiga kali tertangkap. “Kami tadi melakukan silaturahmi sekaligus melaporkan bahwa ada orang yang sudah dihukum mati tapi masih mengendalikan, tiga kali ketangkap terus. Ya, Silvester itu,” katanya.
Anang melanjutkan, saat ini BNN sedang memproses dengan menargetkan pengungkapan terhadap 50 kasus jaringan narkotika yang tersebar di beberapa wilayah. Fokus penumpasan kasus narkotika juga termasuk yang terjadi di dalam penjara. “Kami ingin efek jera bagi mereka. Eksekusi hukuman mati perlu, tapi jangan sekali saja dan jedanya jangan terlalu panjang. Semoga gelombang kedua tidak tahun depan. Kami ingin penegak hukum punya integritas yang tinggi,” paparnya.
Jaksa Agung HM Prasetyo menyatakan,narapidana narkotika atas nama Silvester Obiekwe sebelumnya sudah mengajukan grasi. Namun, pihaknya akan melihat terlebih dulu hasil grasi yang diajukan tersebut. “Yang bersangkutan (Silvester) sudah ajukan grasi, nanti kita cek lagi,” katanya.
Prasetyo juga mengatakan bahwa pihaknya mendapat informasi bahwa BNN sudah berhasil mengungkap jaringan narkotika di Jakarta. Dan yang mencengangkan, dari pengungkapan kasus tersebut ada sebuah jaringan yang dikendalikan salah satu terpidana mati bernama Silvester dari Nigeria. “Saya khawatir bahwa Indonesia sudah benar-benar gawat narkoba,” ujarnya.
Terungkapnya Silvester yang sering kali mengendalikan jaringan narkotika dari dalam balik penjara semakin menyadarkan bahwa putusan pengadilan terhadap bandar dan pengedar narkotika perlu mendapat perhatian khusus. “Segala eksekusi terpidana yang dikenai putusan hukuman, tetap harus segera dilakukan,” tandasnya.
Menurut dia, eksekusi mati gelombang kedua tinggal menunggu waktu yang tepat termasuk cuaca. Aspek yuridis, ujarnya, sudah selesai dan tinggal teknis saja. “Kita harus mengambil sikap keras dan tegas. Saya instruksikan terhadap seluruh kejaksaan untuk memberikan hukuman maksimal sesuai fakta di persidangan,” ujarnya.
Sementara itu, Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk menegaskan kembali bahwa pengajuan upaya hukum peninjauan kembali (PK) tidak menunda eksekusi mati. Penegasan ini ditujukan agar kejaksaan tidak ragu lagi dalam mengeksekusi terpidana mati mengingat adanya putusan MK bernomor 34/PUU-XI/2013 yang memperbolehkan PK berkali-kali.
Pernyataan ini dilontarkan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) dan Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) dalam sidang perdana pengujian Pasal 268 ayat (1) Undang-Undang 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. “Ini yang sebenarnya dasar dan permintaan permohonannya, karena kami juga punya kepentingan terkait hukuman mati,” tandas Koordinator MAKI Boyamin Saiman di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Alfian faisal/Nurul adriyana
(ftr)