Tantangan AEC Itu Kesempatan
A
A
A
Muhammad Miqdad Robbani.
Mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi.
ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, AEC dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mampu berkembang dengan ada kebebasan keluar-masuk pasar, terutama bagi komoditaskomoditas tertentu seperti barang,
jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Di sisi lain, AEC juga dapat menjadi tantangan berat bagi Indonesia bila Indonesia tidak cukup siap untuk menghadapinya. Ini karena banyak produk-produk berupa barang, jasa, hingga tenaga kerja dari negara-negara tetangga yang dapat masuk dan menguasai pasar Indonesia.
Secara tidak sadar, Indonesia sebenarnya telah memiliki lubang yang dapat menjadi tantangan terberat dalam pelaksanaan AEC yaitu ada kebebasan tarif dan birokrasi bagi para tenaga kerja terampil atau skilled labor yang memiliki pendidikan setaraf perguruan tinggi. Ironisnya, hingga saat ini Indonesia masih dipenuhi dengan pekerja unskilled labor atau para tenaga kerja tidak terampil.
Ini dapat dilihat dari data pekerja Indonesia berdasarkan pendidikan terakhir. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik terlihat bahwa pada Agustus 2011 tenaga kerja terampil Indonesia hanyalah 8% yang terdiri atas 3,17 juta lulusan diploma dan 5,65 juta lulusan universitas. Kondisi ini berbanding jauh dengan tenaga kerja tidak terampil yang mendominasi dengan angka 92%.
Dengan kondisi tersebut, mayoritas tenaga kerja di Indonesia terancam tidak dapat memanfaatkan momen AEC sebagai sarana pembangunan ekonomi mereka. Ini karena tenaga kerja tidak terampil akan tetap terkendala pada peraturan berupa tarif dan nontarif tenaga kerja asing dalam berekspansi di wilayah ASEAN.
Namun, sebenarnya para tenaga kerja tidak terampil memiliki kesempatan lain untuk dapat memanfaatkan AEC. Mereka memiliki kesempatan untuk ikut meramaikan pasar ASEAN secara tidak langsung dengan menciptakan produk-produk melalui usaha kecil menengah.
Bila ditelisik lebih lanjut pada ASEAN Economic Community Blueprint yang disusun oleh Sekretariat ASEAN, AEC memang akan menghapuskan penghalang berbentuk tarif dan nontarif dari semua barang yang diperjualbelikan.
Karena itu, pengalihan ke sektor usaha kecil menengah akan membuat para tenaga kerja tidak terampil ini tetap dapat berekspansi dengan memanfaatkan kebebasan pasar barang ASEAN tersebut. Melihat tantangan jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar, solusi ini harus disadari dan dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh kalangan Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat.
Dengan usaha kecil menengah, Indonesia akan mampu mengonversi tantangan jumlahtenagakerjamenjadi kesempatan mem-perbanyak produk Indonesia di pasar regional.
Mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi.
ASEAN Economic Community (AEC) pada 2015 bagaikan pisau bermata dua. Di satu sisi, AEC dapat menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk mampu berkembang dengan ada kebebasan keluar-masuk pasar, terutama bagi komoditaskomoditas tertentu seperti barang,
jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja terampil. Di sisi lain, AEC juga dapat menjadi tantangan berat bagi Indonesia bila Indonesia tidak cukup siap untuk menghadapinya. Ini karena banyak produk-produk berupa barang, jasa, hingga tenaga kerja dari negara-negara tetangga yang dapat masuk dan menguasai pasar Indonesia.
Secara tidak sadar, Indonesia sebenarnya telah memiliki lubang yang dapat menjadi tantangan terberat dalam pelaksanaan AEC yaitu ada kebebasan tarif dan birokrasi bagi para tenaga kerja terampil atau skilled labor yang memiliki pendidikan setaraf perguruan tinggi. Ironisnya, hingga saat ini Indonesia masih dipenuhi dengan pekerja unskilled labor atau para tenaga kerja tidak terampil.
Ini dapat dilihat dari data pekerja Indonesia berdasarkan pendidikan terakhir. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik terlihat bahwa pada Agustus 2011 tenaga kerja terampil Indonesia hanyalah 8% yang terdiri atas 3,17 juta lulusan diploma dan 5,65 juta lulusan universitas. Kondisi ini berbanding jauh dengan tenaga kerja tidak terampil yang mendominasi dengan angka 92%.
Dengan kondisi tersebut, mayoritas tenaga kerja di Indonesia terancam tidak dapat memanfaatkan momen AEC sebagai sarana pembangunan ekonomi mereka. Ini karena tenaga kerja tidak terampil akan tetap terkendala pada peraturan berupa tarif dan nontarif tenaga kerja asing dalam berekspansi di wilayah ASEAN.
Namun, sebenarnya para tenaga kerja tidak terampil memiliki kesempatan lain untuk dapat memanfaatkan AEC. Mereka memiliki kesempatan untuk ikut meramaikan pasar ASEAN secara tidak langsung dengan menciptakan produk-produk melalui usaha kecil menengah.
Bila ditelisik lebih lanjut pada ASEAN Economic Community Blueprint yang disusun oleh Sekretariat ASEAN, AEC memang akan menghapuskan penghalang berbentuk tarif dan nontarif dari semua barang yang diperjualbelikan.
Karena itu, pengalihan ke sektor usaha kecil menengah akan membuat para tenaga kerja tidak terampil ini tetap dapat berekspansi dengan memanfaatkan kebebasan pasar barang ASEAN tersebut. Melihat tantangan jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar, solusi ini harus disadari dan dimanfaatkan dengan baik oleh seluruh kalangan Indonesia, baik pemerintah maupun masyarakat.
Dengan usaha kecil menengah, Indonesia akan mampu mengonversi tantangan jumlahtenagakerjamenjadi kesempatan mem-perbanyak produk Indonesia di pasar regional.
(ars)