Freeport Berkomitmen Bangun Smelter di Papua
A
A
A
JAKARTA - PT Freeport Indonesia menegaskan tidak menutup kemungkinan untuk membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) tembaga di Papua.
Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsoeddin mengatakan, manajemen Freeport telah mempertimbangkan pembangunan smelter di Papua. Bahkan dalam waktu dekat pihaknya akan bertemu dengan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Papua untuk membicarakan hal tersebut.
”Kami akan mempertimbangkan di Papua. Ada hal lain sebagai faktor kenapa menentukan smelter di Gresik,” kata dia saat rapat dengan DPR Komisi VII di Gedung DPR Jakarta kemarin. Sebagai informasi, Freeport telah bekerja sama dengan PT Petrokimia Gresik untuk menentukan lahan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur.
Menurut Maroef, pembangunan smelter di Gresik didasarkan atas ketersediaan infrastruktur dan tersedianya industri yang menampung produk sampingan hasil pemurnian. Menurut dia, asam sulfat yang merupakan bahan baku pupuk dapat diserap oleh PT Petrokimia Gresik sehingga smelter layak dibangun di Gresik. Namun jika smelter dibangun di Papua, pihaknya meyakini proses pembangunannya memerlukan proses lebih lama.
”Berapa lama kami menunggu (infrastruktur) kalau smelter dibangun di Papua? Kami tetap akan bangun, tetapi saya minta waktu bertemu Muspida Papua. Saya akan jelaskan kondisi ini,” ungkapnya. Anggota Komisi VII DPR Kurtubi dalam rapat dengan Freeport meminta agar smelter dibangun di Papua karena pengaruhnya akan sangat besar terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Papua.
”Jangan bangun di Gresik. Masa tambang di Papua bangunnya di Gresik? Mereka berhak mendapatkan multiplier effect,” ungkap Kurtubi. Kurtubi menilai Freeport mampu membangun smelter di Papua. Sebagai perusahaan tambang besar, justru pembangunan smelter menguntungkan di Papua karena langsung terintegrasi dari hulu ke hilir.
Dalam pandangannya, bila industri tambang terintegrasi dan berdekatan dengan wilayah operasi tambang, hal itu lebih menguntungkan daripada jika berjauhan, dalam hal ini bila pembangunan smelter dilakukan di Gresik. ”Seharusnya secara hitung-hitungan akan terjadi efisiensi lebih menguntungkan bagi Freeport,” kata dia.
Senada, anggota Komisi VII lainnya Tony Wardoyo meminta Freeport membangun smelter di Papua. Bahkan jika Freeport mengeluh atas pasokan listrik, pihaknya akan meminta Pemda Papua membangun pembangkit yang berdekatan dengan smelter Freeport.
Tony sebagai wakil Papua di Komisi VII akan memperjuangkan agar Freeport membangun smelter di Papua untuk mendorong pembangunan masyarakat Papua. Bahkan dia meminta perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini membatalkan pembangunan smelter di Gresik. ”Freeport masih bisa bangun di Mimika Papua dengan Petrokimia kan masih MoU jadi masih ada waktu dibatalkan,” tandasnya.
Transparansi
Maroef mengklaim selama ini pihaknya transparan dalam mengelola laporan keuangan karena perusahaannya telah diaudit oleh auditor independen dan hasilnya telah diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit lagi. ”Kita tidak pernah lepas dari BPK, kita selama ini transparan,” kata Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsoeddin di Komisi VII DPR, Jakarta, kemarin.
Hal senada diungkapkan Vice Corporate Communication Freeport Indonesia Daisy Damayanti. Menurutnya selama ini Freeport telah diaudit oleh auditor independen dan BPK. ”Dari dulu kita memang laporkan kepada BPK untuk melakukan audit. Baik independen, BPK, dan seterusnya. Semuanya baik, laporan keuangan, local content, dan seterusnya,” ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, hakikatnya memang yang mengontrol kuasa pertambangan termasuk di dalamnya laporan keuangan Freeport adalah pemerintah lantaran kuasa pertambanngan ada pada negara. ”Sehingga BPK harus memberikan laporan kepada kita,” kata dia.
Kurtubi juga menandaskan bahwa seharusnya semua yang berkaitan dengan penerimaan negara, termasuk Freeport, harus dilaporkan dan diaudit oleh pemerintah. ”Kita akan panggil Freeport kembali, kita berhak melihat hasil laporan keuangan Freeport,” sebut Kurtubi.
Nanang wijayanto/ Kiswondari
Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsoeddin mengatakan, manajemen Freeport telah mempertimbangkan pembangunan smelter di Papua. Bahkan dalam waktu dekat pihaknya akan bertemu dengan Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Papua untuk membicarakan hal tersebut.
”Kami akan mempertimbangkan di Papua. Ada hal lain sebagai faktor kenapa menentukan smelter di Gresik,” kata dia saat rapat dengan DPR Komisi VII di Gedung DPR Jakarta kemarin. Sebagai informasi, Freeport telah bekerja sama dengan PT Petrokimia Gresik untuk menentukan lahan pembangunan smelter di Gresik, Jawa Timur.
Menurut Maroef, pembangunan smelter di Gresik didasarkan atas ketersediaan infrastruktur dan tersedianya industri yang menampung produk sampingan hasil pemurnian. Menurut dia, asam sulfat yang merupakan bahan baku pupuk dapat diserap oleh PT Petrokimia Gresik sehingga smelter layak dibangun di Gresik. Namun jika smelter dibangun di Papua, pihaknya meyakini proses pembangunannya memerlukan proses lebih lama.
”Berapa lama kami menunggu (infrastruktur) kalau smelter dibangun di Papua? Kami tetap akan bangun, tetapi saya minta waktu bertemu Muspida Papua. Saya akan jelaskan kondisi ini,” ungkapnya. Anggota Komisi VII DPR Kurtubi dalam rapat dengan Freeport meminta agar smelter dibangun di Papua karena pengaruhnya akan sangat besar terhadap pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di Papua.
”Jangan bangun di Gresik. Masa tambang di Papua bangunnya di Gresik? Mereka berhak mendapatkan multiplier effect,” ungkap Kurtubi. Kurtubi menilai Freeport mampu membangun smelter di Papua. Sebagai perusahaan tambang besar, justru pembangunan smelter menguntungkan di Papua karena langsung terintegrasi dari hulu ke hilir.
Dalam pandangannya, bila industri tambang terintegrasi dan berdekatan dengan wilayah operasi tambang, hal itu lebih menguntungkan daripada jika berjauhan, dalam hal ini bila pembangunan smelter dilakukan di Gresik. ”Seharusnya secara hitung-hitungan akan terjadi efisiensi lebih menguntungkan bagi Freeport,” kata dia.
Senada, anggota Komisi VII lainnya Tony Wardoyo meminta Freeport membangun smelter di Papua. Bahkan jika Freeport mengeluh atas pasokan listrik, pihaknya akan meminta Pemda Papua membangun pembangkit yang berdekatan dengan smelter Freeport.
Tony sebagai wakil Papua di Komisi VII akan memperjuangkan agar Freeport membangun smelter di Papua untuk mendorong pembangunan masyarakat Papua. Bahkan dia meminta perusahaan tambang asal Amerika Serikat ini membatalkan pembangunan smelter di Gresik. ”Freeport masih bisa bangun di Mimika Papua dengan Petrokimia kan masih MoU jadi masih ada waktu dibatalkan,” tandasnya.
Transparansi
Maroef mengklaim selama ini pihaknya transparan dalam mengelola laporan keuangan karena perusahaannya telah diaudit oleh auditor independen dan hasilnya telah diserahkan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk diaudit lagi. ”Kita tidak pernah lepas dari BPK, kita selama ini transparan,” kata Presiden Direktur Freeport Indonesia Maroef Syamsoeddin di Komisi VII DPR, Jakarta, kemarin.
Hal senada diungkapkan Vice Corporate Communication Freeport Indonesia Daisy Damayanti. Menurutnya selama ini Freeport telah diaudit oleh auditor independen dan BPK. ”Dari dulu kita memang laporkan kepada BPK untuk melakukan audit. Baik independen, BPK, dan seterusnya. Semuanya baik, laporan keuangan, local content, dan seterusnya,” ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi VII DPR Satya W Yudha mengatakan, hakikatnya memang yang mengontrol kuasa pertambangan termasuk di dalamnya laporan keuangan Freeport adalah pemerintah lantaran kuasa pertambanngan ada pada negara. ”Sehingga BPK harus memberikan laporan kepada kita,” kata dia.
Kurtubi juga menandaskan bahwa seharusnya semua yang berkaitan dengan penerimaan negara, termasuk Freeport, harus dilaporkan dan diaudit oleh pemerintah. ”Kita akan panggil Freeport kembali, kita berhak melihat hasil laporan keuangan Freeport,” sebut Kurtubi.
Nanang wijayanto/ Kiswondari
(ars)