Reformasi UMKM
A
A
A
Abdullah Faqih
Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Gadjah Mada
Kebijakan kenaikan harga BBM pada 2014 akan berimbas pada inflasi yang cukup tinggi pada 2015. Inflasi Indonesia pada 2015 diprediksi pada kisaran 6-7%.
Padahal, selama ini pemerintah masih merasa kesulitan mengendalikan inflasi di bawah 5%. Nilai rupiah juga diproyeksikan akan melemah pada kisaran Rp12.000-12.500/USD. Hal ini merupakan akibat langsung dari penekanan investasi karena kenaikan tingkat suku bunga akibat adanya inflasi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang tidak terlampau tinggi pada 2015 tersebut harus “disiasati” agar tidak menimbulkan krisis dalam negeri. Salah satu sektor yang paling berpotensi untuk melakukan hal itu adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Hal ini penting mengingat pada 2014 saja, Indonesia memiliki UMKM sebanyak 56,5 juta unit, 98,9% di antaranya usaha mikro. Peran UMKM dalam perekonomian nasional sangat vital. Akan tetapi, UMKM masih belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Pemerintah boleh berdalih telah menyiapkan berbagai fasilitas seperti kredit usaha rakyat (KUR) ataupun kredit usaha tani (KUT), tetapi alpa soal mewujudkan sistem penerapannya yang baik.
Persoalan tersebut masih seputar masalah birokrasi yang diterapkan pihak perbankan. Para pelaku UMKM harus memenuhi berbagai syarat administratif seperti agunan dan pengalaman usaha yang masih sulit untuk dipenuhi. Pun dengan bunga kredit yang diterapkan dirasa masih cukup tinggi, yakni 17%, sedangkan pengusaha besar hanya dibebani 12% bunga kredit.
Oleh sebab itu, regulator dituntut untuk melakukan reformasi pada sektor UMKM dengan memberikan perhatian lebih pada sektor tersebut. Pertama , penyederhanaan izin pembangunan dan pengembangan usaha harus dilakukan untuk menjamin kenyamanan berusaha para pelaku UMKM.
Hal ini penting untuk menambah kuantitas dan meningkatkan kualitas UMKM yang ada. Kedua , akses pembiayaan bunga kredit bank yang harus dibayar pelaku UMKM sedapat mungkin ditekan lebih rendah, bila perlu di bawah 10%.
Kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian subsidi bunga yang dialokasikan lewat APBN kepada pelaku usaha. Melalui kebijakan itu, kepentingan produksi UMKM diharapkan dapat ditingkatkan.
Reformasi UMKM adalah upaya untuk membenahi dan meningkatkan daya saing perekonomian dalam negeri lewat UMKM
Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Gadjah Mada
Kebijakan kenaikan harga BBM pada 2014 akan berimbas pada inflasi yang cukup tinggi pada 2015. Inflasi Indonesia pada 2015 diprediksi pada kisaran 6-7%.
Padahal, selama ini pemerintah masih merasa kesulitan mengendalikan inflasi di bawah 5%. Nilai rupiah juga diproyeksikan akan melemah pada kisaran Rp12.000-12.500/USD. Hal ini merupakan akibat langsung dari penekanan investasi karena kenaikan tingkat suku bunga akibat adanya inflasi.
Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang tidak terlampau tinggi pada 2015 tersebut harus “disiasati” agar tidak menimbulkan krisis dalam negeri. Salah satu sektor yang paling berpotensi untuk melakukan hal itu adalah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Hal ini penting mengingat pada 2014 saja, Indonesia memiliki UMKM sebanyak 56,5 juta unit, 98,9% di antaranya usaha mikro. Peran UMKM dalam perekonomian nasional sangat vital. Akan tetapi, UMKM masih belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Pemerintah boleh berdalih telah menyiapkan berbagai fasilitas seperti kredit usaha rakyat (KUR) ataupun kredit usaha tani (KUT), tetapi alpa soal mewujudkan sistem penerapannya yang baik.
Persoalan tersebut masih seputar masalah birokrasi yang diterapkan pihak perbankan. Para pelaku UMKM harus memenuhi berbagai syarat administratif seperti agunan dan pengalaman usaha yang masih sulit untuk dipenuhi. Pun dengan bunga kredit yang diterapkan dirasa masih cukup tinggi, yakni 17%, sedangkan pengusaha besar hanya dibebani 12% bunga kredit.
Oleh sebab itu, regulator dituntut untuk melakukan reformasi pada sektor UMKM dengan memberikan perhatian lebih pada sektor tersebut. Pertama , penyederhanaan izin pembangunan dan pengembangan usaha harus dilakukan untuk menjamin kenyamanan berusaha para pelaku UMKM.
Hal ini penting untuk menambah kuantitas dan meningkatkan kualitas UMKM yang ada. Kedua , akses pembiayaan bunga kredit bank yang harus dibayar pelaku UMKM sedapat mungkin ditekan lebih rendah, bila perlu di bawah 10%.
Kebijakan tersebut dapat dilakukan dengan pemberian subsidi bunga yang dialokasikan lewat APBN kepada pelaku usaha. Melalui kebijakan itu, kepentingan produksi UMKM diharapkan dapat ditingkatkan.
Reformasi UMKM adalah upaya untuk membenahi dan meningkatkan daya saing perekonomian dalam negeri lewat UMKM
(ars)