PT Jakarta Monorail Dinilai Tak Bisa Penuhi Perjanjian
A
A
A
JAKARTA - Puluhan tiang monorel di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan mangkrak beberapa waktu lalu. Pemprov DKI Jakarta berencana memutus kontrak PT JM untuk membangun monorel.
Proyek pembangunan monorel di Ibu Kota yang dilakukan PT Jakarta Monorail (JM) tampaknya benar-benar kembali terhenti. PT JM dinilai tidak dapat memenuhi perjanjian kerja sama.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengatakan, pihaknya saat ini sedang membuat surat balasan PT JM terkait kewenangannya melanjutkan proyek transportasi massal berbasis rel tersebut. Berdasarkan hasil rapat internal yang juga dihadiri Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, Jumat (23/1), Pemprov DKI Jakarta melihat kemungkinan besar kerja sama dengan PT JM tidak dapat dilanjutkan.
“Kelihatannya putus. Artinya kerja sama ini tidak dapat dilanjutkan,” kata Saefullah kemarin. Saefullah menjelaskan, sebenarnya dalam rapat tersebut sebagian besar meminta pemutusan kerja sama didahului dengan mendengarkan pendapat PT JM. Namun, mantan wali Kota Jakarta Pusat itu lebih memilih langsung diputus saja dengan alasan PT JM tidak dapat bekerja sesuai perjanjian kerja sama yang dibuat.
Untuk itu, dalam pembuatan surat balasan kepada PT JM, Saefullah meminta BPKP dan pengacara tidak salah dalam membuat keputusan sepihak tersebut. “Sekarang apa sih yang enggak ada peluang untuk menggugat. Siapa pun bisa menggugat,” ungkapnya. Deputi Transportasi Deputi Gubernur DKI Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi, Sutanto Suhodo menjelaskan, rapat membahas bagaimana menyusun surat balasan PT JM perihal permintaannya agar pembuatan depo di Waduk Melati dan Tanah Abang disetujui.
“Kami hanya melihat jika permintaan PT JM untuk membangun depo di Waduk Melati dan Tanah Abang tidak dapat dilakukan,” ungkapnya. Kendati demikian, Sutanto mengakui, Ibu Kota membutuhkan transportasi massal sebanyak- banyaknya untuk mengurai kepadatan lalu lintas. Namun, pembangunan transportasi massal tersebut tidak merugikan DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyerahkan sepenuhnya keputusan perjanjian kerja sama dengan PT JM terkait kelanjutan proyek monorel kepada sekda. Mantan bupati Belitung Timur itu menjelaskan pemutusan perjanjian kerja sama tidak perlu ada rapat antara kedua pihak. Menurutnya, ada salah satu pasal dari BPKP yang bunyinya mereka harus menyediakan dana proyek. Apabila PT JM tidak bisa membuktikan memiliki uang, perjanjian bisa dibatalkan. Sayangnya, Ahok tidak lupa lebih detail dan butir pasalnya.
“Jadi mereka itu harus menyediakan financial closing atau tutup duitnya berapa. Kalau dia enggak bisa buktikan, ini batal. Enggak perlu ada rapat dengan PT JM. Cuma pemikiran kita supaya puas, ya panggil PT JM,” katanya. Kepala BPKP DKI Jakarta Boni Anang Dwijanto menuturkan, Ahok meminta PT JM memberikan jaminan modal 30% bila ingin melanjutkan proyek. Namun, PT JM hanya sanggup 1%.
“Kami juga sudah meminta pendapat ke Kejaksaan Agung perihal tersebut. Kalau Kejagung menyatakan harus 30%, ya PT JM tidak bisa melanjutkannya,” ungkapnya. Terkait risiko yang akan dihadapi Pemprov DKI bila memutus perjanjian kerja sama, pembahasan belum sampai ke masalah tersebut. “Masih dikaji semua,” ujarnya. Direktur PT JM Sukmawati Syukur mengatakan, pihaknya belum dapat berkomentar lantaran surat resmi balasan dari Pemprov DKI Jakarta perihal persetujuan membuat depo dan business plan belum diterima.
Menurutnya, sejauh ini banyak tuduhan yang tidak benar kepada PT JM. “Jika dituding tidak bekerja oleh pemprov, kami menolak sebab adendum perjanjian yang memuat persetujuan depo dan business plan belum disetujui DKI, jadi pekerjaan konstruksi juga tidak bisa diteruskan,” paparnya.
Bima setiyadi
Proyek pembangunan monorel di Ibu Kota yang dilakukan PT Jakarta Monorail (JM) tampaknya benar-benar kembali terhenti. PT JM dinilai tidak dapat memenuhi perjanjian kerja sama.
Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta Saefullah mengatakan, pihaknya saat ini sedang membuat surat balasan PT JM terkait kewenangannya melanjutkan proyek transportasi massal berbasis rel tersebut. Berdasarkan hasil rapat internal yang juga dihadiri Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan DKI Jakarta, Jumat (23/1), Pemprov DKI Jakarta melihat kemungkinan besar kerja sama dengan PT JM tidak dapat dilanjutkan.
“Kelihatannya putus. Artinya kerja sama ini tidak dapat dilanjutkan,” kata Saefullah kemarin. Saefullah menjelaskan, sebenarnya dalam rapat tersebut sebagian besar meminta pemutusan kerja sama didahului dengan mendengarkan pendapat PT JM. Namun, mantan wali Kota Jakarta Pusat itu lebih memilih langsung diputus saja dengan alasan PT JM tidak dapat bekerja sesuai perjanjian kerja sama yang dibuat.
Untuk itu, dalam pembuatan surat balasan kepada PT JM, Saefullah meminta BPKP dan pengacara tidak salah dalam membuat keputusan sepihak tersebut. “Sekarang apa sih yang enggak ada peluang untuk menggugat. Siapa pun bisa menggugat,” ungkapnya. Deputi Transportasi Deputi Gubernur DKI Bidang Industri, Perdagangan, dan Transportasi, Sutanto Suhodo menjelaskan, rapat membahas bagaimana menyusun surat balasan PT JM perihal permintaannya agar pembuatan depo di Waduk Melati dan Tanah Abang disetujui.
“Kami hanya melihat jika permintaan PT JM untuk membangun depo di Waduk Melati dan Tanah Abang tidak dapat dilakukan,” ungkapnya. Kendati demikian, Sutanto mengakui, Ibu Kota membutuhkan transportasi massal sebanyak- banyaknya untuk mengurai kepadatan lalu lintas. Namun, pembangunan transportasi massal tersebut tidak merugikan DKI Jakarta.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyerahkan sepenuhnya keputusan perjanjian kerja sama dengan PT JM terkait kelanjutan proyek monorel kepada sekda. Mantan bupati Belitung Timur itu menjelaskan pemutusan perjanjian kerja sama tidak perlu ada rapat antara kedua pihak. Menurutnya, ada salah satu pasal dari BPKP yang bunyinya mereka harus menyediakan dana proyek. Apabila PT JM tidak bisa membuktikan memiliki uang, perjanjian bisa dibatalkan. Sayangnya, Ahok tidak lupa lebih detail dan butir pasalnya.
“Jadi mereka itu harus menyediakan financial closing atau tutup duitnya berapa. Kalau dia enggak bisa buktikan, ini batal. Enggak perlu ada rapat dengan PT JM. Cuma pemikiran kita supaya puas, ya panggil PT JM,” katanya. Kepala BPKP DKI Jakarta Boni Anang Dwijanto menuturkan, Ahok meminta PT JM memberikan jaminan modal 30% bila ingin melanjutkan proyek. Namun, PT JM hanya sanggup 1%.
“Kami juga sudah meminta pendapat ke Kejaksaan Agung perihal tersebut. Kalau Kejagung menyatakan harus 30%, ya PT JM tidak bisa melanjutkannya,” ungkapnya. Terkait risiko yang akan dihadapi Pemprov DKI bila memutus perjanjian kerja sama, pembahasan belum sampai ke masalah tersebut. “Masih dikaji semua,” ujarnya. Direktur PT JM Sukmawati Syukur mengatakan, pihaknya belum dapat berkomentar lantaran surat resmi balasan dari Pemprov DKI Jakarta perihal persetujuan membuat depo dan business plan belum diterima.
Menurutnya, sejauh ini banyak tuduhan yang tidak benar kepada PT JM. “Jika dituding tidak bekerja oleh pemprov, kami menolak sebab adendum perjanjian yang memuat persetujuan depo dan business plan belum disetujui DKI, jadi pekerjaan konstruksi juga tidak bisa diteruskan,” paparnya.
Bima setiyadi
(ars)