Agrobisnis untuk MEA 2015
A
A
A
LUKAS BONAR NAINGGOLAN
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia
Salah satu kesepakatan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuat antarnegara anggota ASEAN membuka secara bebas arus perdagangan barang, jasa, dan investasi.
Salah satu sektor yang harus diperhatikan adalah sektor pertanian karena pasar barang hasil pertanian semakin kompetitif. Pemberlakuan MEA 2015 harus diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi pertanian. Peningkatan kuantitas hasil produksi pertanian diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menjaga stabilitas harga produk pertanian, dan memanfaatkan peluang untuk ekspansi pasar.
Kualitas hasil pertanian harus ditingkatkan agar dapat bersaing dengan produk pertanian dari negara-negara ASEAN lainnya. BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 55,53% petani di Indonesia merupakan petani gurem. Arifin (2013) menyatakan bahwa faktor produksi di Indonesia mengalami permasalahan. Hal tersebut menyebabkan risiko bagi petani dalam melakukan usaha taninya.
Sifat dari petani gurem adalah risk averse sehinggasulitbagi petani untuk mengembangkan usaha taninya, baik mengembangkan teknologi, meningkatkan kombinasi penggunaan faktor produksi atau bahkan cenderung untuk meninggalkan sektor pertanian.
Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil produksi pertanian Indonesia. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah menjalankan sistem agrobisnis dalam menjalankan usaha pertanian.
Sistem agrobisnis merupakan teknik dalam mengelola usaha sumber daya alam (pertanian) menjadi satu kesatuan, dimulai dari produksi di hulu, aktivitas pengolahan bentuk, aktivitas penyimpanan dan pengawetan sampai aktivitas distribusi hasil produksi. Agrobisnis ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi oleh petani kecil dengan jalan meminimalisasi risiko.
Agrobisnis seharusnya dapat mengatasi ketidakmampuan produsen (petani) untuk memenuhi demand. Kunci dari kurangnya kinerja agrobisnis adalah kurangnya dukungan pembiayaan pada agrobisnis sehingga berpengaruh pada penyediaan kebutuhan faktor produksi, teknologi, litbang pada pertanian, dll yang berpengaruh pada hasil produksi.
Dalam konteks MEA 2015, pelaku agrobisnis harus memanfaatkan arus bebas investasi asing sebagai pendanaan untuk sektor-sektor tersebut. Jalannya investasi asing ini juga perlu dukungan dari system perbankan. Pemerintah terkait juga harus membantu pengelolaan lembaga agrobisnis dengan pembinaan agar tata kelola agrobisnis diperbaiki dan menjamin pendanaan yang diperoleh benarbenar dipergunakan dengan baik.
Pemerintah juga harus memperbaiki infrastruktur agar biaya logistik pertanian rendah. Peningkatan kuantitas dan kualitas hasil pertanian memerlukan dukungan dari berbagai pihak agar Indonesia dapat bersaing di MEA 2015 dalam sektor pertanian.
Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia
Salah satu kesepakatan dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) membuat antarnegara anggota ASEAN membuka secara bebas arus perdagangan barang, jasa, dan investasi.
Salah satu sektor yang harus diperhatikan adalah sektor pertanian karena pasar barang hasil pertanian semakin kompetitif. Pemberlakuan MEA 2015 harus diikuti dengan peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi pertanian. Peningkatan kuantitas hasil produksi pertanian diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, menjaga stabilitas harga produk pertanian, dan memanfaatkan peluang untuk ekspansi pasar.
Kualitas hasil pertanian harus ditingkatkan agar dapat bersaing dengan produk pertanian dari negara-negara ASEAN lainnya. BPS tahun 2013 menyatakan bahwa 55,53% petani di Indonesia merupakan petani gurem. Arifin (2013) menyatakan bahwa faktor produksi di Indonesia mengalami permasalahan. Hal tersebut menyebabkan risiko bagi petani dalam melakukan usaha taninya.
Sifat dari petani gurem adalah risk averse sehinggasulitbagi petani untuk mengembangkan usaha taninya, baik mengembangkan teknologi, meningkatkan kombinasi penggunaan faktor produksi atau bahkan cenderung untuk meninggalkan sektor pertanian.
Hal tersebut dapat berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas hasil produksi pertanian Indonesia. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah menjalankan sistem agrobisnis dalam menjalankan usaha pertanian.
Sistem agrobisnis merupakan teknik dalam mengelola usaha sumber daya alam (pertanian) menjadi satu kesatuan, dimulai dari produksi di hulu, aktivitas pengolahan bentuk, aktivitas penyimpanan dan pengawetan sampai aktivitas distribusi hasil produksi. Agrobisnis ditujukan untuk meningkatkan kapasitas produksi oleh petani kecil dengan jalan meminimalisasi risiko.
Agrobisnis seharusnya dapat mengatasi ketidakmampuan produsen (petani) untuk memenuhi demand. Kunci dari kurangnya kinerja agrobisnis adalah kurangnya dukungan pembiayaan pada agrobisnis sehingga berpengaruh pada penyediaan kebutuhan faktor produksi, teknologi, litbang pada pertanian, dll yang berpengaruh pada hasil produksi.
Dalam konteks MEA 2015, pelaku agrobisnis harus memanfaatkan arus bebas investasi asing sebagai pendanaan untuk sektor-sektor tersebut. Jalannya investasi asing ini juga perlu dukungan dari system perbankan. Pemerintah terkait juga harus membantu pengelolaan lembaga agrobisnis dengan pembinaan agar tata kelola agrobisnis diperbaiki dan menjamin pendanaan yang diperoleh benarbenar dipergunakan dengan baik.
Pemerintah juga harus memperbaiki infrastruktur agar biaya logistik pertanian rendah. Peningkatan kuantitas dan kualitas hasil pertanian memerlukan dukungan dari berbagai pihak agar Indonesia dapat bersaing di MEA 2015 dalam sektor pertanian.
(bbg)