Korupsi Menghambat Perekonomian Indonesia

Sabtu, 17 Januari 2015 - 13:01 WIB
Korupsi Menghambat Perekonomian Indonesia
Korupsi Menghambat Perekonomian Indonesia
A A A
M SYAMSUL ARIFIN
Mahasiswa Matematika Fakultas Sains dan Teknologi,
Aktivis HMI

Akhirnya tahun telah berganti. Kinikitaberada pada 2015 dan saatnya menatap lebih baik. Awal tahun ini kita perlu melakukan evaluasi mengenai realitas korupsi di Indonesia.

Korupsi harus disadari telah menghambat perekonomian negeri ini. Menurut Transparency International, pada 2014 Indonesia masih saja di bawah rata-rata indeks dunia dan negara ASEAN yang berada di angka 39. Indonesia mencapai peringkat ke- 107 dari 175 negara dengan indeks 34. Posisi ini sedikit meningkat dibandingkan dengan 2013 yang berada di peringkat ke-114 dengan indeks 32.

Data tersebut diperparah dengan prestasi KPK yang menangkap para pejabat yang korup. Menurut data KPK, jumlah uang negara yang dirampok oleh para koruptor selama 2004- 2011 sebesar Rp39,3 triliun. Dari data ini, semua pejabat dari tingkat terendah sampai tertinggi sama-sama menikmati uang haram tersebut. Eselon I, II, dan III berjumlah 106 orang.

Pihak swasta ada 69 orang, anggota DPR dan DPRD 65orang, wali kota/bupati dan gubernur 8 orang, komisioner 7 orang, kepala lembaga/kementerian 6 orang, hakim5orang, dutabesar4orang, jaksa2orang. Sementara identitas di luar yang tercatat oleh KPK berjumlah 31 orang. Sepintas kita lihat data di atas membuat hati senang karena KPK kerja keras sehingga wajar saja lembaga ad hoc ini memiliki trust lebih dari rakyat dan sepakat atas gagasan pembentukan KPK daerah.

Namun di sisi lain, kita bersedih hati karena ternyata para pejabat yang diberikan amanah telah berkhianat. Mereka melakukan penyelewengan sedemikian rupa untuk meraup keuntungan pribadi. Hal tersebut sangat kita sesalkan. Jika perilaku menyimpang ini terus dibiarkan, tunggulah saatnya perekonomian Indonesia terhambat. Hao Minjing berkata, “Kegagalan dalam pemberantasan korupsi di level pejabat akan menjadi ancaman bagi masa depan ekonomi dan stabilitas politik China.”

Mengingat tantangan ekonomi Indonesia pada 2015 semakin berat, penyakit merugikan negara (korupsi) ini harus segera dihentikan. Perkataan sejarawan asal Pakistan Syibli Numani menemukan momentumnya. Dia berkata, “Betapapun pandainya seorang penguasa dan betapapun sempurnanya hukum, tidaklah ada negeri yang dapat menjadi makmur kalau aparat negaranya tidak berkemampuan, tidak jujur, dantidaktulus, sertatidakdiawasi dan tidak dibimbing dengan perhatian yang sebesar-besarnya.”

Keteladanan harus dimulai dari para pemimpinnya, kemudian bawahannya biasanya akan ikut. Banyak bukti yang dapat dijadikan contoh. Karena itu, para pemimpin di Indonesia perlu meneladani ketegasan mantan perdana menteri China Zhu Rongji. Rongji telah membuktikan itu di China sehingga ekonomi China menjadi naik 9% dengan pendapatan domestik bruto lebih sebesar USD1.000, dengan cadangan devisa USD300 miliar, dan makin berkurangnya koruptor secara signifikan.

Akhirnya kita berharap para pemimpin di Tanah Air mampu menjadi teladan setidaknya untuk bawahannya sehingga dalam lingkungan kerjanya terciptalah kerja jujur dan ikhlas. Tatanan baik ini tentu akan berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia yang akhirnya dapat memberikan kemakmuran untuk rakyat Indonesia. Semoga!
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9192 seconds (0.1#10.140)