Pemprov DKI Ajukan Dua Syarat Baru
A
A
A
JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta memberi dua syarat kepada perusahaan swasta yang ingin berinvestasi membangun monorel.
Apabila dua syarat itu tidak disetujui, Pemprov DKI Jakarta akan membiarkan proyek tersebut mangkrak. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, pihaknya saat ini mencari celah hukum untuk membatalkan kontrak kerja sama dengan PT Jakarta Monorail (JM) dalam membangun monorel. Pihaknya juga akan mengubah syarat perjanjian kerja sama kepada para perusahaan swasta yang ingin melanjutkan proyek transportasi massal berbasis rel tersebut.
”Kami sedang membuat surat pembatalan yang sesuai hukum. Jangan sampai dunia kiamat aset tetap dimonopoli PT JM,” katanya di Balai Kota kemarin. Ahok menjelaskan, dengan pembatalan surat perjanjian kerja sama dengan PT JM, Pemprov DKI Jakarta membuka pintu lebar-lebar kepada perusahaan swasta yang ingin melanjutkan pembangunan moda transportasi massal tersebut.
”Salah satu perusahaan yang sudah menawarkan diri yakni PT Adhi Karya,” sebutnya. Namun, lanjut Ahok, PT Adhi Karya harus memenuhi dua persyaratan baru. Pertama, harus ada perjanjian yang mengatur syarat pembangunan fisik monorel. Apabila PT Adhi Karya membangun infrastruktur di atas lahan Pemprov DKI Jakarta dan di tengah jalan pembangunan itu tidak dapat dilanjutkan, Pemprov DKI Jakarta berhak membongkar bangunan fisik tersebut.
Kedua, apabila pembangunan monorel telah selesai, namun saat beroperasi PT Adhi Karya merugi dan menghentikan operasional monorel, Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki kewajiban apa pun membayar kerugian tersebut. Pemprov DKI Jakarta berhak mengambil alih pengoperasian monorel tanpa mengganti biaya investasi.
”PT Adhi Karya sudah menawarkan kami untuk membangun monorel di tiga koridor yakni Bekasi-Cawang, Cibubur- Cawang, dan Cawang-Kuningan. Tapi, kamu (PT Adhi Karya) harus penuhi dua syarat tersebut, jangan sampai mangkrak kayak yang dilakukan PT JM. Kalau tidak mau, biarkan saja tiang yang ada menjadi monumen kebodohan Pemprov DKI,” tuturnya.
Direktur PT JM Sukmawati Syukur mengaku belum dapat berkomentar lebih jauh terkait proses pembatalan perjanjian kerja sama. Apalagi ada syarat baru membangun monorel dan ada perusahaan lain yang tertarik. Saat ini pihaknya masih menunggu surat resmi dari Pemprov DKI Jakarta terkait kelanjutan monorel.
”Intinya ada pasal hukum yang mengatur perjanjian kerja sama. Kami akan menggugatnya,” kata Sukmawati yang enggan menyebutkan apa inti gugatan hukum tersebut. Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Sri Rahayu mengklaim, pembatalan surat perjanjian kerja sama dengan PT JM tidak akan berdampak hukum karena secara teknis PT JM tidak bisa melanjutkan pengerjaan monorel.
”Tidak ada biaya atau hukuman apa pun apabila pembatalan kerja sama dilakukan. Orang aspek teknisnya tidak bisa dikerjain, masak mau gugat?” ucapnya.
Bima setiyadi
Apabila dua syarat itu tidak disetujui, Pemprov DKI Jakarta akan membiarkan proyek tersebut mangkrak. Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, pihaknya saat ini mencari celah hukum untuk membatalkan kontrak kerja sama dengan PT Jakarta Monorail (JM) dalam membangun monorel. Pihaknya juga akan mengubah syarat perjanjian kerja sama kepada para perusahaan swasta yang ingin melanjutkan proyek transportasi massal berbasis rel tersebut.
”Kami sedang membuat surat pembatalan yang sesuai hukum. Jangan sampai dunia kiamat aset tetap dimonopoli PT JM,” katanya di Balai Kota kemarin. Ahok menjelaskan, dengan pembatalan surat perjanjian kerja sama dengan PT JM, Pemprov DKI Jakarta membuka pintu lebar-lebar kepada perusahaan swasta yang ingin melanjutkan pembangunan moda transportasi massal tersebut.
”Salah satu perusahaan yang sudah menawarkan diri yakni PT Adhi Karya,” sebutnya. Namun, lanjut Ahok, PT Adhi Karya harus memenuhi dua persyaratan baru. Pertama, harus ada perjanjian yang mengatur syarat pembangunan fisik monorel. Apabila PT Adhi Karya membangun infrastruktur di atas lahan Pemprov DKI Jakarta dan di tengah jalan pembangunan itu tidak dapat dilanjutkan, Pemprov DKI Jakarta berhak membongkar bangunan fisik tersebut.
Kedua, apabila pembangunan monorel telah selesai, namun saat beroperasi PT Adhi Karya merugi dan menghentikan operasional monorel, Pemprov DKI Jakarta tidak memiliki kewajiban apa pun membayar kerugian tersebut. Pemprov DKI Jakarta berhak mengambil alih pengoperasian monorel tanpa mengganti biaya investasi.
”PT Adhi Karya sudah menawarkan kami untuk membangun monorel di tiga koridor yakni Bekasi-Cawang, Cibubur- Cawang, dan Cawang-Kuningan. Tapi, kamu (PT Adhi Karya) harus penuhi dua syarat tersebut, jangan sampai mangkrak kayak yang dilakukan PT JM. Kalau tidak mau, biarkan saja tiang yang ada menjadi monumen kebodohan Pemprov DKI,” tuturnya.
Direktur PT JM Sukmawati Syukur mengaku belum dapat berkomentar lebih jauh terkait proses pembatalan perjanjian kerja sama. Apalagi ada syarat baru membangun monorel dan ada perusahaan lain yang tertarik. Saat ini pihaknya masih menunggu surat resmi dari Pemprov DKI Jakarta terkait kelanjutan monorel.
”Intinya ada pasal hukum yang mengatur perjanjian kerja sama. Kami akan menggugatnya,” kata Sukmawati yang enggan menyebutkan apa inti gugatan hukum tersebut. Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Sri Rahayu mengklaim, pembatalan surat perjanjian kerja sama dengan PT JM tidak akan berdampak hukum karena secara teknis PT JM tidak bisa melanjutkan pengerjaan monorel.
”Tidak ada biaya atau hukuman apa pun apabila pembatalan kerja sama dilakukan. Orang aspek teknisnya tidak bisa dikerjain, masak mau gugat?” ucapnya.
Bima setiyadi
(ars)