Teror dan Tugas Kita

Sabtu, 10 Januari 2015 - 13:43 WIB
Teror dan Tugas Kita
Teror dan Tugas Kita
A A A
Kegemparan serangan bersenjata terhadap kantor majalah satire Charlie Hebdo bergaung jauh hingga ke seluruh penjuru muka bumi ini. Alasannya jelas, karena serangan ini oleh para penyerangnya dianggap sebagai bentuk pembelaan terhadap agama Islam.

Duapria bersenjata serta selteroris dibelakangnya beranggapan bahwa agama harus dibela atas segala bentuk penistaan terhadapnya dan bentuk pembelaan yang mereka ketahui atau setidaknya yang mereka sukai adalah dengan kekerasan. Alhasil serangan barbar seperti yang terjadi di Paris, 7 Januari 2015, itulah yang terjadi.

Lalu terbelakah agama Islam dengan serangan barbar tersebut? Justru sebaliknya, Islam sebagai agama makin buruk citranya terutama bagi negara-negara Barat yang mayoritas nonmuslim. Usaha umat Islam selama ini yang ingin membangun kerukunan umat beragama di muka bumi hancur berantakan. Tudingan Islam agama yang sarat kekerasan kembali mengemuka.

Padahal potret tersebut adalah potret yang salah. Seperti bisa kita nilai dari penamaan terhadap gerakan teroris ini sebagai gerakan radikal atau ekstremis, sudut pandang mereka terhadap agama juga sangat radikal dan ekstrem. Ada sudut pandang menarik dari Juan Cole, profesor sejarah University of Michigan, Amerika Serikat, yang sudah tiga dekade meneliti perihal hubungan dunia Barat dan Islam, mengenai kemungkinan motivasi serangan ini dan hasil yang didapat.

Dalam artikel yang diterbitkan di website pribadinya berjudul “Sharpening Contradictios: Why al-Qaeda Attacked Satirist in Paris, Juan Cole menyatakan bahwa makin tinggi tingkat kebencian terhadap umat Islam di Prancis dan Eropa setelah serangan tersebut bisa jadi merupakan tujuan dari serangan ini selain memang berniat menciptakan teror.

Dia mengatakan bahwa dengan kian bencinya dunia Barat terhadapmuslim, umat Islam akan kian tertekan dan sebagianlainnya mungkin akan mengalami ketidak adilan dan diskriminasi yang berlebihan yang bisa membangkitkan kesadaran identitasnya. Kondisi tersebut merupakan makanan empuk bagi para organisasi radikal untuk melakukan perekrutan anggota baru.

Menurutnya, satu-satunya respons yang efektif untuk meredam strategi tersebut adalah menghindari dorongan untuk menyalahkan keseluruhan muslim dan agama Islam itu sendiri atas ulah sekelompok radikal ini. Cara ini bahkan bukan hanya untuk dunia Barat saja, tapi juga untuk kita di Indonesia yang masih sering berdebat tentang apakah agama Islam itu mendorong kekerasan atau tidak dan akhirnya menyalahkan agama atas tindak kekerasan dari para kelompok radikal.

Ada pekerjaan rumah yang besar bagi umat Islam di Indonesia. Negeri ini memiliki jumlah muslim terbesar di dunia dan akan menjadi barometer dunia Islam. Jika kita terus bisa menyiarkan potret damai kerukunan umat beragama, hal itu akan menjadi sarana komunikasi publik yang baik terhadap umat agama lain di segenap muka bumi ini.

Namun jika sebaliknya kita masih berkutat dengan masalah kerukunan umat beragama, hal ini hanya akan menjadi alasan penguat bagi komunitas nonmuslim untuk memojokkan umat Islam. Selain itu segenap bangsa ini juga harus menyelami cara berpikir kelompok-kelompok radikal. Ada hal yang menarik dari para mantan pengikut organisasi radikal mengenai pemahaman mereka atas ketidakadilan di dunia, terutama terhadap agama Islam.

Banyak dari orang-orang tersebut yang sadar bahwa jalan kekerasan bukanlah jalan yang baik untuk menegakkan syiar agama. Hal itulah yang mendorong mereka untuk keluar dari organisasi radikal yang diikutinya. Namun banyak yang tetap berpandangan bahwa ketidakadilan terhadap Islam itu akan tetap ada.

Oleh karena itu kita harus mengikuti cara berpikir mereka ketika berusaha menyadarkan pandangan yang salah. Ada satu hal yang orang sering kali lupa dalam usahanya memengaruhi pandangan orang lain, yaitu dengan cara yang sangat menyerang dan cenderung nyinyir.

Cara tersebut relatif tidak akan berhasil karena umumnya manusia akan membangun pertahanan jika diserang seperti itu. Mari jadikan serangan terhadap Kantor Charlie Hebdo dan beberapa serangan lainnya di Prancis sebagai pengingat bahwa umat manusia masih punya pekerjaan rumah yang sangat besar dalam mendorong semangat antikekerasan.
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0584 seconds (0.1#10.140)