Politik Hukum Agraria Masih Anut Paradigma Orde Baru

Jum'at, 09 Januari 2015 - 21:49 WIB
Politik Hukum Agraria Masih Anut Paradigma Orde Baru
Politik Hukum Agraria Masih Anut Paradigma Orde Baru
A A A
BANDUNG - Kegiatan pembangunan bagaimanapun akan berdampak pada eksistensi penguasaan dan pemilikan tanah oleh rakyat, khususnya tanah pertanian oleh petani. Untuk itu, mereformasi hukum agraria dianggap menjadi satu-satunya cara untuk melindungi hak pribumi itu sendiri.

Pakar Hukum Agraria Ida Nurlinda mengatakan, alih fungsi lahan-lahan pertanian subur ke non pertanian seperti pembangunan jalan tol adalah contoh nyata pemerintah tidak concern terhadap lahan pertanian.

“Ini menunjukkan bahwa pembangunan berbasis pertanian bukanlah prioritas,” ungkapnya pada Orasi Ilmiah dalam Penerimaan Jabatan Guru Besar Ilmu Hukum Agraria, di Graha Sanusi Kampus Universitas Padjadjaran (Unpad), Jalan Dipatiukur, Bandung, Jumat (9/1/2015).

Hal ini diperparah juga oleh peraturan perundang-undnagan yang tidak konsisten. Menurutnya, UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan menegaskan bahwa lahan yang sudah ditetapkan sebagai lahan pangan berkelanjutan dilindungi dan dilarang dialihfungsikan.

“Akan tetapi, di pasal berikutnya disebutkan ada pengecualian, jika kepentingan umum dibutuhkan asal sesuai dengan peraturan UU maka diperbolehkan. Ini menunjukkan ketidak kosistenan,” paparnya.

Menurutnya, untuk menjadi negara yang modern, Indonesia dapat tetap berwujud negara agraris. Salah satu caranya dengan menjadikan reformasi agraria sebagai landasan pembangunan.

Faktanya, politik hukum agraria saat ini masih menjadinya tanah dan sumber daya alam sebagai basis pembangunan yang mendatangkan devisa negara.

“Paradigmanya masih tetap seperti rezim Orde Baru, dimana hal ini mengabaikan prinsip-prinsip keadilan demokratis dalam penguasaan tanah,’ jelasnya.
(kri)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7234 seconds (0.1#10.140)