Kepala Daerah Sering Diganggu Aparat Hukum

Rabu, 07 Januari 2015 - 10:56 WIB
Kepala Daerah Sering...
Kepala Daerah Sering Diganggu Aparat Hukum
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menyayangkan sikap aparat penegak hukum di daerah yang sering mengganggu kepala daerah dalam melaksanakan proyek pembangunan.

Akibat gangguan itu, banyak kepala daerah kini takut melaksanakan proyek pembangunan. Dampaknya, banyak proyek pembangunan di daerah yang terlantar. Hal itu disampaikan Wakil Ketua DPD Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Menurut dia, DPD banyak mendapat keluhan dari kepala-kepala daerah yang takut melaksanakan proyek pembangunan karena sering diganggu aparat penegak hukum setempat.

”Pemerintah harus segera mengatasi masalah kelemahan penegakan hukum di daerah yang mengakibatkan program pembangunan terhambat. Banyak gubernur, wali kota, dan bupati saat ini takut melaksanakan proyek pembangunan karena dibayangi oleh modus asal tuduh dan asal periksa oleh aparat penegak hukum. Akibatnya, daripada mendatangkan masalah, banyak yang memilih menunda pekerjaan,” ungkap GKR Hemas di ruang kerjanya di Jakarta kemarin.

Menurut Hemas, para kepala daerah ini mengaku sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi. Namun dalam praktik, di daerah hal itu sering dilaksanakan secara berlebihan. ”Cukup dengan satu surat kaleng terhadap satu proyek, seorang kepala daerah sudah bisa menjadi terperiksa dan disidik secara intensif. Hal ini bukan saja sangat mengganggu pekerjaan, tapi ditengarai merupakan cara oknum aparat hukum memeras kepala daerah,” paparnya.

Bagi para kepala daerah, modus ini bukan hal baru. Namun, saat ini dirasa telah makin meresahkan. Bila tidak segera diatasi, ujar Hemas, maka kepala daerah rawan dijadikan ATM dan pembangunan dapat terbengkalai. Karena itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah memberdayakan badan atau lembaga tertentu yang dapat melakukan pengawasan terhadap perilaku penegak hukum di daerah.

Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pemekaran dan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengaku sering mendengar keluhan tersebut dari bupati/wali kota. Memang, ujarnya, banyak kepala daerah yang tidak berani melakukan inovasi karena belum ada aturan hukum dan takut dikriminalisasi kebijakannya.

”Misalnya kabupaten di NTT, konon aparat hukum yang bermasalah menjadikan pemda mesin ATM. Ada ungkapan harga satu laptop Rp300 juta. Bukan karena laptop-nya mahal, tapi karena datayangadadidalamnya. Itusering dijadikan mainan. Saling pegang kartu jadi tidak bergerak leluasa. Sangat hati-hati melakukan inovasi terutama berkaitan dengan anggaran,” ungkapnya. Meski demikian, Endi menilai seharusnya tidak perlu ada yang ditakutkan jika memang kepala daerah tersebut benarbenar bersih.

Dita angga
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0632 seconds (0.1#10.140)