Wilayah Terluar

Senin, 05 Januari 2015 - 11:38 WIB
Wilayah Terluar
Wilayah Terluar
A A A
Tahun 2011 silam, sebelum menjadi mahasiswa hukum, saya dan salah satu paman saya, seorang pengajar di Fakulti Undang-Undang Universiti Malaya yang berasal dari Kuala Terengganu, sempat berdiskusi ringan soal Kepulauan Anambas.

Paman saya berpendapat bahwa dengan asas uti possidetis (secara literal berarti berlanjutnya kepemilikan), seharusnya Kepulauan Anambas berada di bawah Negara Bagian Terengganu, Malaysia, yang mendapatkan Anambas dari Pahang. Saya menyanggahnya bahwa dalil uti possidetis tersebut harus mengalah ketika ternyata ada kendali efektif dari negara lain atau lebih dikenal sebagai preskripsi dalam hukum internasional.

Untung saja dalam kasus Anambas, NKRI hadir dan melakukan preskripsi di tengah-tengah masyarakat Anambas dengan tiga pusat kesehatan dan pusat administrasi di Pulau Terempa. Berdasarkan data dari Kementerian Pembangunan Daerah, setidaknya ada 700 pulau yang dikategorikan sebagai pulau dan kepulauan terdepan.

Sebanyak 75% di antaranya merupakan daerah berpenduduk yang tertinggal tanpa aliran listrik, air, dan pelayanan kesehatan yang memadai. Dalam benak saya, muncul pertanyaan: apakah kondisi tersebut dapat memastikan preskripsi Indonesia terhadap pulau-pulau terluar tersebut?

Wawasan Nusantara yang diwariskan oleh nenek moyang kita dan dimanifestasikan dengan Deklarasi Juanda pada tahun 1957 bukan hanya retorika belaka, ia harus menjadi semangat yang (harusnya) hidup dan diinternalisasikan oleh segenap bangsa Indonesia. Salah satu cara mensyukuri wawasan Nusantara dan kondisi geografis kepulauan tersebut adalah dengan mengajak pulau-pulau terluar untuk merasakan kue pembangunan yang lebih banyak dinikmati pulau-pulau besar.

Lebih jauh lagi, salah satu cara membagi kue tersebut adalah dengan pengalihan investasi lokal dan asing ke pulau-pulau terluar di Indonesia. Lebih jauh lagi, investasi ini sendiri harus didukung instrumen hukum yang memadai, salah satunya dengan cara membuat free trade zone (FTZ) di pulau-pulau terluar tersebut yang instrumen hukumnya lebih ramah investor dibandingkan hukum nasional pada umumnya.

Fitra Wicaksana
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0824 seconds (0.1#10.140)