Harga Elpiji 12 Kg Naik Rp18.000/Tabung
A
A
A
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) kembali menaikkan harga elpiji nonsubsidi kemasan 12 kg sebesar Rp1.500/kg atau Rp18.000/tabung. Selanjutnya, Pertamina juga akan melakukan penyesuaian harga elpiji secara berkala setiap tiga bulan sesuai dengan pergerakan harga pasar dunia.
Dengan kenaikan ini, harga elpiji yang sebelumnya sebesar Rp7.569/kg naik menjadi Rp9.069/kg. Ditambah komponen biaya lain untuk transportasi, pengisian di stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE), margin agen, dan pajak pertambahan nilai (PPN), maka harga jual di agen menjadi Rp11.225/kg atau Rp134.700/tabung dari sebelumnya Rp114.900/tabung.
”Kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah. Hari ini (kemarin) untuk penebusan ke agen sudah naik sehingga kenaikan kepada masyarakat sudah berlaku besok (hari ini),” ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang di Jakarta kemarin. Bambang menegaskan kembali, kenaikan harga tersebut dilakukan untuk mengurangi kerugian BUMN energi tersebut di bisnis elpiji.
Selama ini Pertamina masih menjual elpiji 12 kg di bawah harga keekonomian meski elpiji tersebut bukan produk yang disubsidi pemerintah. ”Hingga November kita sudah rugi USD340 juta (sekitar Rp4,08 triliun) untuk elpiji 12 kg. Sampai akhir tahun ini kerugian mencapai USD500 juta (sekitar Rp6 triliun),” ungkapnya.
Kini, dengan harga baru tersebut, elpiji 12 kg yang dijual Pertamina sudah mencapai harga keekonomian. Rencana pencapaian harga elpiji ke harga keekonomian sebenarnya dijadwalkan pertengahan Juli 2016. Namun, seiring melemahnya harga minyak global, harga elpiji pun turun sehingga Pertamina cukup menaikkan harga sebesar Rp1.500/kg dari Rp7.569/ kg untuk mencapai harga keekonomiannya.
Selanjutnya, Pertamina akan melakukan penyesuaian harga elpiji secara berkala setiap tiga bulan sesuai dengan pergerakan harga elpiji di pasar dunia. Dengan demikian, elpiji menjadi komoditas bahan bakar kedua setelah premium yang kini harganya akan mengikuti harga pasar. Harga energi lainnya, yaitu listrik, mulai bulan ini juga tak lagi disubsidi dan akan bergerak sesuai harga komponen produksinya, kecuali untuk pelanggan rumah tangga 450-900 VA.
Inflasi Melonjak
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi secara bulanan (month to month/ MtM) Desember 2014 melonjak sebesar 2,46%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi pada Desember tahun-tahun sebelumnya. Selama lima tahun terakhir angka inflasi bulanan di Desember tak pernah melebihi 1%.
Tercatat, di Desember 2009 inflasi bulanan hanya sebesar 0,33%, Desember 2010 sebesar 0,92%, Desember 2011 sebesar 0,57%, Desember 2012 sebesar 0,54%, dan Desember 2013 mencapai 0,55%. Akibat tingginya inflasi Desember, secara tahunan (year on year /YoY) inflasi mencapai 8,36%.
Angka itu sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 8,38%. Namun, jika dibandingkan inflasi selama lima tahun terakhir, angka tersebut relatif tetap tinggi. Data BPS menunjukkan, inflasi tahunan Desember 2009 adalah 2,78%, Desember 2010 6,96%, Desember 2011 3,79%, dan Desember 2012 4,3%. Kenaikan harga BBM pada 18 November lalu masih menjadi penyebab utama terkereknya inflasi.
Seperti prediksi sebelumnya, kenaikan harga BBM akan memengaruhi inflasi selama kurang lebih tiga bulan setelahnya. Dampak kenaikan harga BBM telah mulai terasa pada akhir November lalu di mana inflasi tercatat 1,5% dan secara setahunan inflasi mencapai 6,23%. Angka itu lebih tinggi dibanding bulan Oktober lalu yang tercatat 0,47% dan secara tahunan 4,83%.
”Secara keseluruhan kenaikan inflasi lebih rendah dibandingkan 2013 yang tahunannya 8,38%. Saat itu juga ada kenaikan harga BBM pada Juni sehingga efeknya terasa di Juli 2013,” ujar Kepala BPS Suryamin di Jakarta kemarin. Terlepas dari itu, Suryamin menegaskan ekonomi masih normal karena inflasi inti masih lebih rendah dibandingkan inflasi umum. Menurut data BPS, komponen inflasi inti meningkat 1,02% (MtM) dan 4,93% (YoY).
”Karena inflasi inti tersebut juga dipengaruhi oleh nilai tukar, ekspor impor, dan sebagainya,” imbuhnya. BPS mencatat, inflasi terjadi di hampir semua wilayah di Indonesia. Inflasi tertinggi terjadi di Merauke mencapai 4,53%. Sementara inflasi terendah ada di Meulaboh sebesar 1,17%. Di Jawa, inflasi 1% hingga 2% terjadi di enam kota. Adapun di luar Jawa, ada delapan kota yang inflasinya di kisaran 1% hingga 2%.
Bank Indonesia (BI) menilai gejolak harga komoditas menjadi penyebab inflasi Desember 2014 tinggi. Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, realisasi inflasi tersebut lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya terutama karena lebih tingginya inflasi kelompok makanan olahan (volatile food ), gejolak harga komoditas beras dan aneka cabai yang masih terjadi hingga penghujung tahun.
Namun, menurut dia, inflasi sepanjang 2014 tetap terkendali satu digit di tengah tingginya tekanan inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah (administered prices ), yang bersumber dari kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik untuk kelompok rumah tangga dan industri, kenaikan harga gas elpiji, dan tarif angkutan udara.
”Inflasi inti terkendali pada 4,93% (YoY), di tengah meningkatnya inflasi dari sisi biaya (cost push ) akibat kenaikan harga komoditas yang diatur pemerintah dan gejolak harga pangan,” kata Agus di Gedung BI, Jakarta, kemarin. Dia menambahkan, capaian ini tidak terlepas dari peran kebijakan BI dalam mengelola permintaandomestik, menjagastabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi, serta semakin baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara pihaknya dan pemerintah.
Namun, sambung dia, BI ke depan memandang risiko tekanan inflasi masih cukup besar meskipun harga beberapa komoditas terutama energi cenderung turun. Dia menyebutkan, dalam jangka pendek tekanan inflasi dari kelompok pangan diperkirakan masih cukup tinggi, terutama terkait dengan faktor cuaca yang kurang mendukung.
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, inflasi Januari 2015 dan bulan-bulan berikutnya diprediksi lebih rendah. Kebijakan pemerintah mencabut subsidi premium menurutnya akan turut menjaga gejolak harga. Sebab harga minyak dunia yang menjadi acuan harga di dalam negeri diperkirakan masih dalam tren melemah. Dia memperkirakan inflasi Januari akan berada di kisaran 1%. Menurut perhitungannya, tiap penurunan harga BBM 10% akan berdampak pada penurunan inflasi 0,6% poin hingga 0,7% poin.
Nanang wijayanto/Ria martati/Kunthi fahmar sandy
Dengan kenaikan ini, harga elpiji yang sebelumnya sebesar Rp7.569/kg naik menjadi Rp9.069/kg. Ditambah komponen biaya lain untuk transportasi, pengisian di stasiun pengisian dan pengangkutan bulk elpiji (SPPBE), margin agen, dan pajak pertambahan nilai (PPN), maka harga jual di agen menjadi Rp11.225/kg atau Rp134.700/tabung dari sebelumnya Rp114.900/tabung.
”Kami sudah berkoordinasi dengan pemerintah. Hari ini (kemarin) untuk penebusan ke agen sudah naik sehingga kenaikan kepada masyarakat sudah berlaku besok (hari ini),” ujar Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Ahmad Bambang di Jakarta kemarin. Bambang menegaskan kembali, kenaikan harga tersebut dilakukan untuk mengurangi kerugian BUMN energi tersebut di bisnis elpiji.
Selama ini Pertamina masih menjual elpiji 12 kg di bawah harga keekonomian meski elpiji tersebut bukan produk yang disubsidi pemerintah. ”Hingga November kita sudah rugi USD340 juta (sekitar Rp4,08 triliun) untuk elpiji 12 kg. Sampai akhir tahun ini kerugian mencapai USD500 juta (sekitar Rp6 triliun),” ungkapnya.
Kini, dengan harga baru tersebut, elpiji 12 kg yang dijual Pertamina sudah mencapai harga keekonomian. Rencana pencapaian harga elpiji ke harga keekonomian sebenarnya dijadwalkan pertengahan Juli 2016. Namun, seiring melemahnya harga minyak global, harga elpiji pun turun sehingga Pertamina cukup menaikkan harga sebesar Rp1.500/kg dari Rp7.569/ kg untuk mencapai harga keekonomiannya.
Selanjutnya, Pertamina akan melakukan penyesuaian harga elpiji secara berkala setiap tiga bulan sesuai dengan pergerakan harga elpiji di pasar dunia. Dengan demikian, elpiji menjadi komoditas bahan bakar kedua setelah premium yang kini harganya akan mengikuti harga pasar. Harga energi lainnya, yaitu listrik, mulai bulan ini juga tak lagi disubsidi dan akan bergerak sesuai harga komponen produksinya, kecuali untuk pelanggan rumah tangga 450-900 VA.
Inflasi Melonjak
Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi secara bulanan (month to month/ MtM) Desember 2014 melonjak sebesar 2,46%. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan inflasi pada Desember tahun-tahun sebelumnya. Selama lima tahun terakhir angka inflasi bulanan di Desember tak pernah melebihi 1%.
Tercatat, di Desember 2009 inflasi bulanan hanya sebesar 0,33%, Desember 2010 sebesar 0,92%, Desember 2011 sebesar 0,57%, Desember 2012 sebesar 0,54%, dan Desember 2013 mencapai 0,55%. Akibat tingginya inflasi Desember, secara tahunan (year on year /YoY) inflasi mencapai 8,36%.
Angka itu sedikit lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang mencapai 8,38%. Namun, jika dibandingkan inflasi selama lima tahun terakhir, angka tersebut relatif tetap tinggi. Data BPS menunjukkan, inflasi tahunan Desember 2009 adalah 2,78%, Desember 2010 6,96%, Desember 2011 3,79%, dan Desember 2012 4,3%. Kenaikan harga BBM pada 18 November lalu masih menjadi penyebab utama terkereknya inflasi.
Seperti prediksi sebelumnya, kenaikan harga BBM akan memengaruhi inflasi selama kurang lebih tiga bulan setelahnya. Dampak kenaikan harga BBM telah mulai terasa pada akhir November lalu di mana inflasi tercatat 1,5% dan secara setahunan inflasi mencapai 6,23%. Angka itu lebih tinggi dibanding bulan Oktober lalu yang tercatat 0,47% dan secara tahunan 4,83%.
”Secara keseluruhan kenaikan inflasi lebih rendah dibandingkan 2013 yang tahunannya 8,38%. Saat itu juga ada kenaikan harga BBM pada Juni sehingga efeknya terasa di Juli 2013,” ujar Kepala BPS Suryamin di Jakarta kemarin. Terlepas dari itu, Suryamin menegaskan ekonomi masih normal karena inflasi inti masih lebih rendah dibandingkan inflasi umum. Menurut data BPS, komponen inflasi inti meningkat 1,02% (MtM) dan 4,93% (YoY).
”Karena inflasi inti tersebut juga dipengaruhi oleh nilai tukar, ekspor impor, dan sebagainya,” imbuhnya. BPS mencatat, inflasi terjadi di hampir semua wilayah di Indonesia. Inflasi tertinggi terjadi di Merauke mencapai 4,53%. Sementara inflasi terendah ada di Meulaboh sebesar 1,17%. Di Jawa, inflasi 1% hingga 2% terjadi di enam kota. Adapun di luar Jawa, ada delapan kota yang inflasinya di kisaran 1% hingga 2%.
Bank Indonesia (BI) menilai gejolak harga komoditas menjadi penyebab inflasi Desember 2014 tinggi. Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, realisasi inflasi tersebut lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya terutama karena lebih tingginya inflasi kelompok makanan olahan (volatile food ), gejolak harga komoditas beras dan aneka cabai yang masih terjadi hingga penghujung tahun.
Namun, menurut dia, inflasi sepanjang 2014 tetap terkendali satu digit di tengah tingginya tekanan inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah (administered prices ), yang bersumber dari kenaikan harga BBM bersubsidi, tarif tenaga listrik untuk kelompok rumah tangga dan industri, kenaikan harga gas elpiji, dan tarif angkutan udara.
”Inflasi inti terkendali pada 4,93% (YoY), di tengah meningkatnya inflasi dari sisi biaya (cost push ) akibat kenaikan harga komoditas yang diatur pemerintah dan gejolak harga pangan,” kata Agus di Gedung BI, Jakarta, kemarin. Dia menambahkan, capaian ini tidak terlepas dari peran kebijakan BI dalam mengelola permintaandomestik, menjagastabilitas nilai tukar, dan mengarahkan ekspektasi inflasi, serta semakin baiknya koordinasi kebijakan pengendalian inflasi antara pihaknya dan pemerintah.
Namun, sambung dia, BI ke depan memandang risiko tekanan inflasi masih cukup besar meskipun harga beberapa komoditas terutama energi cenderung turun. Dia menyebutkan, dalam jangka pendek tekanan inflasi dari kelompok pangan diperkirakan masih cukup tinggi, terutama terkait dengan faktor cuaca yang kurang mendukung.
Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede mengatakan, inflasi Januari 2015 dan bulan-bulan berikutnya diprediksi lebih rendah. Kebijakan pemerintah mencabut subsidi premium menurutnya akan turut menjaga gejolak harga. Sebab harga minyak dunia yang menjadi acuan harga di dalam negeri diperkirakan masih dalam tren melemah. Dia memperkirakan inflasi Januari akan berada di kisaran 1%. Menurut perhitungannya, tiap penurunan harga BBM 10% akan berdampak pada penurunan inflasi 0,6% poin hingga 0,7% poin.
Nanang wijayanto/Ria martati/Kunthi fahmar sandy
(bbg)