Sengkala Warisan Peradaban Nusantara

Minggu, 28 Desember 2014 - 13:12 WIB
Sengkala Warisan Peradaban Nusantara
Sengkala Warisan Peradaban Nusantara
A A A
Sengkala-bilangan tahun berupa sandi-merupakan warisan peradaban tinggi yang dimiliki bangsa kita. Di dalamnya sudah dikenal konsep ilmu pengetahuan, khususnya matematika, yang menjadi dasar dari ilmu pengetahuan modern.

Baik kolonialisme pun neokolonialisme tak cuma bermotif ekonomi, tapi juga ingin mendominasi peradaban dunia. Dalam sejarah perang kolonial, setelah sebuah kerajaan runtuh, seluruh isinya dijarah.

Baik itu emas, barang antik, dokumen kesusasteraan, pun manuskrip penting lainnya. Di negeri kaum pemenang, manuskrip dan literatur kesusasteraan dipelajari untuk kemudian ditulis kembali. Tentu, tulisan itu disesuaikan dengan motif orang atau bangsa bersangkutan. Jika bangsa tersebut ingin mendominasi bangsa lain, maka yang ditulis adalah mengagung- agungkan bangsanya.

Pada saat yang sama, keunggulan bangsa lain dihilangkan. Sejarah yang ditulis bangsa pemenang ini berimplikasi pada dua hal. Pertama , tulisan itu menguatkan nasionalisme bangsanya. Kedua , menimbulkan perasaan inferioritas bagi bangsa kalah. Bangsa yang kalah mengagumi apa pun yang datang dari bangsa pengendali sejarah. Penjajahan bangsa Indonesia oleh bangsa Barat seperti Spanyol, Portugis, Inggris dan Belanda adalah sejarah kelam.

Seluruh harta kerajaan Nusantara-baik harta berupa benda pun non benda-dijarah dan diangkut ke Eropa. Penjajahan beratus tahun itu menimbulkan mental inlander bagi bangsa saat ini. Mental inlander bisa berupa rasa rendah diri bangsa, merasa sebagai bangsa primitif. Semua yang datang dari Barat dianggap lebih bermartabat, lebih unggul dan lebih tinggi. Ilmu pengetahuan dan teknologi semuanya diakui sebagai peradaban tinggi yang berasal dari Barat.

Bangsa sediri dirasa tak memiliki warisan peradaban maju. Ini lah tanda kehancuran sebuah bangsa. Benar apa yang ditulis Sun Tzu dalam bukunya The Art of War. Bahwa untuk menghancurkan peradaban suatu bangsa tidak perlu dengan mengirimkan pasukan perang, tapi cukup dengan menghapuskan pengetahuan mereka atas kejayaan para leluhurnya, maka bangsa tersebut akan hancur dengan sendiriya.

Dan, Juri Lina dalam Architects of Deception: The Concealed History of Freemasonry lebih menegaskan lagi bahwa penjajah berupaya memutuskan hubungan sebanyak mungkin putra bangsa dengan leluhurnya. Caranya dengan merekayasa pelajaran sejarah. Para agen penjajah mengatakan bahwa leluhur nusantara adalah bangsa primitif dan tak beradab, manusia penghuni gua dari jaman batu tak berilmu pengetahuan tinggi.

Sejalan dengan itu, bukti-bukti sejarah juga dihancurkan, sehingga kebenaran sejarah tidak bisa dibuktikan lagi. Metode rekayasa sejarah setidaknya pernah dilakukan Thomas Stamford Rffles, pemimpin pasukan Inggris yang menyerbu Keraton Yogyakarta pada 20 Juni 1812. Setelah Keratonpusat peradaban itu-hancur semua isinya, baik benda materiil pun catatan sejarah, diangkut ke Inggris oleh Raffles.

Dari catatan itu, Raffles menghasilkan karya History of Java , sebuah karya yang menimbulkan kekaguman atas diri Raffless karena dianggap sebagai sosok pencinta kebudayaan, khususnya Jawa. Padahal, sesungguhnya History of Java tidak seluruhnya benar. Buku The Pakubuwono Code karya Agung Prabowo ingin memulihkan mental inlander bangsa ini.

Bahwa bangsa ini pernah memiliki dan mengembangkan peradaban tinggi. Ilmu pengetahuan-khususnya matematikaternyata sudah dikembangkn jauh sebelum bangsa Eropa mengembangkannya. Jika Fibonacci baru pada 1202 mulai mengembangkan matematika yang menjadi dasar matematika modern saat ini, maka jauh sebelum itu, yakni 732 M atau 654 tahun saka, matematika Jawa sudah dikenal.

Bangsa Nusantara, khususnya Jawa, telah membangun pengetahuan matematika jauh sebelum orang Eropa menerima angka nol. Pengetahuan matematika tersebut didasarkan pada basis bilangan 10 (sistem desimal). Sistem desimal Jawa telah menggunakan angka nol dan nilai tempat. Angka-angka dibangun dengan kombinasi sepuluh buah digit dari 0-9.

Adanya angka nol dibuktikan dengan istilah atau lafal untuk nol yaitu das , sehingga sepuluh disebut dasa atau sedasa. Penggunaan basis 10 juga dibuktikan dengan adanya istilah yang menunjukkan nilai tempat; ekan untuk satuan, das untuk puluhan, atusan untuk ratusan, dan ewon untuk ribuan. Bangsa Nusantara juga tidak kalah dalam peradaban berupa pengembangan kriptografi.

Kriptografi merupakan ilmu dan seni untuk menjaga kerahasiaan informasi. Sejarah kriptografi paling awal merujuk pada penulisan rahasia tersebut dapat dilacak kembali sampai 3.000 tahun sebelum masehi yaitu pada huruf hieroglif yang digunakan bangsa Mesir kuno. Bangsa Indonesia sendiri sudah mengenal dan menggunakan ilmu kriptografi sejak sekitar 2.000 tahun yang lalu.

Bentuknya disebut sengkala yang dalam dunia Barat disebut kronogram dan kriptogram. Sengkala adalah bilangan tahun berupa sandi atau sandi bilangan tahun. Sebagai sebuah sandi yang menyatakan angka tahun tertentu, maka sengkala tentu saja tidak dibuat dalam bentuk angka tapi dalam bentuk kalimat. Dengan demikian, sengkala adalah sebuah kalimat yang merupakan sandi bilangan tahun.

Dengan adanya sengkala, sebuah peristiwa dan tahun terjadinya peristiwa itu dapat diketahui. Sengkala, pada awalnya hanya berupa rangkaian kata yang disebut sengkala lamba. Namun, sejak jaman Airlangga di Kahuripan, mulai dikembangkan sengkala memet, yakni sengkala yang terdapat dalam bentuk relif.

Sengkala memet bisa ditemukan di stupa, candi, meriam bahkan keris. Buku karya peneliti muda ini sangat layak untuk dibaca oleh semua kalangan, sebab membeberkan peradaban tinggi bangsa kita yang selama ini dikubur secara sengaja oleh bangsa Barat.

Very Herdiman
Wartawan Jurnal Nasional
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8825 seconds (0.1#10.140)