Indonesia Siap Hadapi MEA?
A
A
A
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) sudah di depan mata. Rencananya, MEA akan diberlakukan pada 2015. Bagi Indonesia, MEA bisa jadi berkah bagi suburnya perekonomian bangsa Indonesia jika kita siap menghadapinya.
Begitu pun sebaliknya. Setidaknya ada 12 bidang prioritas yang akan diintegrasikan dan dibuat lebih bebas dalam momentum MEA, yakni peralatan elektronik, automotif, industri agro, tekstil, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, transportasi udara, pariwisata, logistik, pelayanan kesehatan, dan industri teknologi informasi.
Bahkan, menurut Ludiro Madu (2014), perkembangan ASEAN menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi ASEAN telah mulai memasuki pasar domestik negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia. Artinya, 2015 adalah tahun penuh kompetisi karena sistem ekonomi kita meniscayakan adanya sistem liberalisasi. Di tahun ini, negara-negara dan masyarakatnya dituntut untuk makin kompetitif.
Karena itu kita tidak bisa santai-santai. Karena itu, perlu lebih matang untuk menyongsong datangnya MEA 2015 yang terintegrasi. Paling tidak tiga hal yang menjadi fokus untuk Indonesia. Pertama , menyiapkan infrastruktur yang lebih memadai. Dalam berbagai kesempatan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia telah berulang kali mengingatkan agar pemerintah Indonesia segera mengurangi hambatan dalam bisnis dan menghilangkan segala bentuk ekonomi biaya tinggi.
Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam konteks ini, paradigma pembangunan ekonomi harus menyentuh dan berkorelasi dengan pembangunan manusia. Cukup miris jika melihat pertumbuhan ekonomi yang berkisar 6,5%, tetapi peringkat IPM dunia kita melorot dari 108 menjadi 121 (UNDP, 2012).
Belum lagi apabila kita menengok kualitas tenaga kerja kita yang daya saing sumber daya manusianya rendah. Ketiga, minimnya pengetahuan pemda dan masyarakat umum tentang MEA. Beberapa waktu lalu ASEAN Studies Center UGM telah mengadakan workshop untuk membahas dan mengurai persiapan apa saja yang harus disiapkan.
Hasilnya, banyak pemda tidak mengetahui substansi dan konten MEA sehingga banyak mengalami kebingungan mengenai apa yang harus segera disiapkan; masih belum dapat sinergis pemerintah pusat dan daerah dalam menggapai MEA; masih minimnya pengetahuan stakeholder dan orientasi masyarakat secara umum dengan negara ASEAN; orientasi pemberdayaan potensi yang ada masih hanya dapat bersaing di tingkat nasional dan belum banyak menjadikan ASEAN sebagai peluang untuk memperluas kerja sama.
Tiga PR di atas patut menjadi bahan evaluasi pemerintahan Jokowi-JK untuk menjadikan ASEAN bukan hanya menjadi konsumsi sebagian elite di tingkat pusat. Pemerintah pusat harus berkolaborasi dengan pemerintah daerah, agar ketika MEA 2015 sudah tiba, Indonesia tidak gagap.
Apalagi mengingat sistem pemerintahan hari ini yang dianut oleh Indonesia adalah sistem otonomi daerah. Dowling (2001) pernah menjelaskan, ”tantangan untuk membangun reputasi hebat, sehingga bisa menjadi organisasi yang memiliki nama cemerlang, harus dimulai dari pimpinan puncak organisasi”.
Artinya, nama Indonesia akan cemerlang bergantung dengan pemimpin nasionalnya. Beberapa PR yang telah diurai di atas jika tidak segera dibenahi, kita dipastikan akan gagap dalam menyambut MEA 2015.
Begitu pun sebaliknya. Setidaknya ada 12 bidang prioritas yang akan diintegrasikan dan dibuat lebih bebas dalam momentum MEA, yakni peralatan elektronik, automotif, industri agro, tekstil, perikanan, industri berbasis karet, industri berbasis kayu, transportasi udara, pariwisata, logistik, pelayanan kesehatan, dan industri teknologi informasi.
Bahkan, menurut Ludiro Madu (2014), perkembangan ASEAN menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi ASEAN telah mulai memasuki pasar domestik negara-negara anggotanya, termasuk Indonesia. Artinya, 2015 adalah tahun penuh kompetisi karena sistem ekonomi kita meniscayakan adanya sistem liberalisasi. Di tahun ini, negara-negara dan masyarakatnya dituntut untuk makin kompetitif.
Karena itu kita tidak bisa santai-santai. Karena itu, perlu lebih matang untuk menyongsong datangnya MEA 2015 yang terintegrasi. Paling tidak tiga hal yang menjadi fokus untuk Indonesia. Pertama , menyiapkan infrastruktur yang lebih memadai. Dalam berbagai kesempatan, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia telah berulang kali mengingatkan agar pemerintah Indonesia segera mengurangi hambatan dalam bisnis dan menghilangkan segala bentuk ekonomi biaya tinggi.
Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia. Dalam konteks ini, paradigma pembangunan ekonomi harus menyentuh dan berkorelasi dengan pembangunan manusia. Cukup miris jika melihat pertumbuhan ekonomi yang berkisar 6,5%, tetapi peringkat IPM dunia kita melorot dari 108 menjadi 121 (UNDP, 2012).
Belum lagi apabila kita menengok kualitas tenaga kerja kita yang daya saing sumber daya manusianya rendah. Ketiga, minimnya pengetahuan pemda dan masyarakat umum tentang MEA. Beberapa waktu lalu ASEAN Studies Center UGM telah mengadakan workshop untuk membahas dan mengurai persiapan apa saja yang harus disiapkan.
Hasilnya, banyak pemda tidak mengetahui substansi dan konten MEA sehingga banyak mengalami kebingungan mengenai apa yang harus segera disiapkan; masih belum dapat sinergis pemerintah pusat dan daerah dalam menggapai MEA; masih minimnya pengetahuan stakeholder dan orientasi masyarakat secara umum dengan negara ASEAN; orientasi pemberdayaan potensi yang ada masih hanya dapat bersaing di tingkat nasional dan belum banyak menjadikan ASEAN sebagai peluang untuk memperluas kerja sama.
Tiga PR di atas patut menjadi bahan evaluasi pemerintahan Jokowi-JK untuk menjadikan ASEAN bukan hanya menjadi konsumsi sebagian elite di tingkat pusat. Pemerintah pusat harus berkolaborasi dengan pemerintah daerah, agar ketika MEA 2015 sudah tiba, Indonesia tidak gagap.
Apalagi mengingat sistem pemerintahan hari ini yang dianut oleh Indonesia adalah sistem otonomi daerah. Dowling (2001) pernah menjelaskan, ”tantangan untuk membangun reputasi hebat, sehingga bisa menjadi organisasi yang memiliki nama cemerlang, harus dimulai dari pimpinan puncak organisasi”.
Artinya, nama Indonesia akan cemerlang bergantung dengan pemimpin nasionalnya. Beberapa PR yang telah diurai di atas jika tidak segera dibenahi, kita dipastikan akan gagap dalam menyambut MEA 2015.
(bbg)