Obral Remisi, Integritas dan Kepemimpinan Jokowi Dipertanyakan
A
A
A
JAKARTA - Integritas dan kepemimpinan pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dipertanyakan atas obral remisi Hari Raya Natal 2014 terhadap 9.068 terpidana dengan 446 terpidana narkotika dan 49 koruptor.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta JM Muslimin menilai, pemberian remisi terhadap koruptor (49) dan terpidana narkotika (446) yang begitu banyak tahun ini adalah suatu hal yang ironis.
Bahkan pemberian remisi ini kontradiktif dengan semangat untuk menyatakan korupsi dan narkoba sebagai ekstraordinary crime.
"Konsistensi, integritas dan ketegasan kepemimpinan nasional bisa dipertanyakan jika terus mengobral remisi. Khususnya untuk napi korupsi dan narkoba. Sektor hukum pada pemerintahan Jokowi semakin dianggap lemah," tegas Muslimin saat berbincang dengan KORAN SINDO, Jumat 26 Desember kemarin.
Kekhawatiran terhadap pemerintahan Jokowi-M Jusuf Kalla (JK) luar biasa besar atas pemberian remisi kali ini. Pemerintahan sekarang belum terlihat political will yang konkret untuk penegakan hukum yang reformatif.
"Kita khawatir by design sektor penegakan hukum sengaja dibuat mandul," tandasnya.
Dari 49 terpidana kasus korupsi yang menerima remisi Natal 2014, empat di antaranya berasal dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Sukamiskin, Jawa Barat.
Keempatnya yakni, pemilik PT Masaro Radiokom Anggodo Widjojo (kasus ditangani KPK) mendapat remisi satu bulan 15 hari, Haposan Hutagalung (mantan pengacara terpidana Gayus H Tambunan, kasus ditangani Kejaksaan Agung) memperoleh remisi satu bulan 15 hari.
Kemudian mantan jaksa Kejagung Urip Tri Gunawan (kasus ditangani KPK) menerima remisi 2 bulan karena sudah melewati masa tahanan 6 tahun, dan mantan Kabid Pertambangan dan Migas pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM Samadi Singarimbun (kasus ditangani Kejari Rangkasbitung) menikmati remisi satu bulan.
Pemberian Surat Keputusan (SK) remisi ini dipimpin langsung Kepala Lapas Sukamiskin Marselina Budiningsih, Kamis 25 Desember lalu.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta JM Muslimin menilai, pemberian remisi terhadap koruptor (49) dan terpidana narkotika (446) yang begitu banyak tahun ini adalah suatu hal yang ironis.
Bahkan pemberian remisi ini kontradiktif dengan semangat untuk menyatakan korupsi dan narkoba sebagai ekstraordinary crime.
"Konsistensi, integritas dan ketegasan kepemimpinan nasional bisa dipertanyakan jika terus mengobral remisi. Khususnya untuk napi korupsi dan narkoba. Sektor hukum pada pemerintahan Jokowi semakin dianggap lemah," tegas Muslimin saat berbincang dengan KORAN SINDO, Jumat 26 Desember kemarin.
Kekhawatiran terhadap pemerintahan Jokowi-M Jusuf Kalla (JK) luar biasa besar atas pemberian remisi kali ini. Pemerintahan sekarang belum terlihat political will yang konkret untuk penegakan hukum yang reformatif.
"Kita khawatir by design sektor penegakan hukum sengaja dibuat mandul," tandasnya.
Dari 49 terpidana kasus korupsi yang menerima remisi Natal 2014, empat di antaranya berasal dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Sukamiskin, Jawa Barat.
Keempatnya yakni, pemilik PT Masaro Radiokom Anggodo Widjojo (kasus ditangani KPK) mendapat remisi satu bulan 15 hari, Haposan Hutagalung (mantan pengacara terpidana Gayus H Tambunan, kasus ditangani Kejaksaan Agung) memperoleh remisi satu bulan 15 hari.
Kemudian mantan jaksa Kejagung Urip Tri Gunawan (kasus ditangani KPK) menerima remisi 2 bulan karena sudah melewati masa tahanan 6 tahun, dan mantan Kabid Pertambangan dan Migas pada Kementerian Negara Koperasi dan UKM Samadi Singarimbun (kasus ditangani Kejari Rangkasbitung) menikmati remisi satu bulan.
Pemberian Surat Keputusan (SK) remisi ini dipimpin langsung Kepala Lapas Sukamiskin Marselina Budiningsih, Kamis 25 Desember lalu.
(hyk)