Rekonstruksi Pembangunan
A
A
A
Berani “menatap dan menyentuh” Indonesia hari ini untuk esok yang lebih baik berarti berani merekonstruksi pembangunan fisik dan metafisik Indonesia pasca-Orde Baru yang salah kaprah ke arah pembangunan yang adil dan merata dengan semangat humanisme.
Paham Orde Baru yang memekikkan paham khilafah sambil mengafirkan paham lain adalah kejadulan yang jauh dari cita rasa rahmatan lil alamin . Secara sadar atau tidak, segala pemahaman yang terbukti merontokkan nasionalisme kita sebagai bangsa yang secara historis dibangun dari keragaman sosiokultural. Pada era Orde Baru pembangunan yang dipraktikkan Soeharto dan kaum Soehartois adalah pembangunan vertikal dan berpusat pada satu kepala.
Akibat itu, banyak masyarakat di sejumlah daerah menyimpan “api dalam sekam” lantaran ketidakpantasan pemerintahan sentralistik yang sengaja memanfaatkan kekuatan militer sebagai pengelola dan penjaga sebuah model yang jauh dari nilai-nilai demokrasi dan tidak menguntungkan rakyat. Kini tantangan sekaligus ancaman baru bagi keberlangsungan bangsa semakin beraneka warna, bukan saja kapitalisme yang dahulu kala kita tolak mentahmentah, melainkan globalisme dan neoliberalisme yang diam-diam dilahirkan para kaum kapitalis itu juga mengancam nyawa kedaulatan.
Peran pemerintah pada gilirannya menjadi semakin krusial dan vital dalam mengelola negara. Sudah sepatutnya pemerintahan saat ini becermin pada pembangunan masa lalu dan memberikan gebrakan pembangunan progresif menyeluruh yang berperikemanusiaan dan berkeadilan dalam berbagai bidang. Dengan begitu, Pancasila dan amanat UUD 1945 sebagai asas menjadi terlaksana.
Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang ramai diperbincangkan pun bisa saja kita terima dengan lapang asalkan pemerintah dengan segenap kesadaran jernih mau menjawab semua pertanyaan rakyatnya yang terpendam. Rakyat menanti!
Muhammad Idris Jamalullah
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin, Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
Paham Orde Baru yang memekikkan paham khilafah sambil mengafirkan paham lain adalah kejadulan yang jauh dari cita rasa rahmatan lil alamin . Secara sadar atau tidak, segala pemahaman yang terbukti merontokkan nasionalisme kita sebagai bangsa yang secara historis dibangun dari keragaman sosiokultural. Pada era Orde Baru pembangunan yang dipraktikkan Soeharto dan kaum Soehartois adalah pembangunan vertikal dan berpusat pada satu kepala.
Akibat itu, banyak masyarakat di sejumlah daerah menyimpan “api dalam sekam” lantaran ketidakpantasan pemerintahan sentralistik yang sengaja memanfaatkan kekuatan militer sebagai pengelola dan penjaga sebuah model yang jauh dari nilai-nilai demokrasi dan tidak menguntungkan rakyat. Kini tantangan sekaligus ancaman baru bagi keberlangsungan bangsa semakin beraneka warna, bukan saja kapitalisme yang dahulu kala kita tolak mentahmentah, melainkan globalisme dan neoliberalisme yang diam-diam dilahirkan para kaum kapitalis itu juga mengancam nyawa kedaulatan.
Peran pemerintah pada gilirannya menjadi semakin krusial dan vital dalam mengelola negara. Sudah sepatutnya pemerintahan saat ini becermin pada pembangunan masa lalu dan memberikan gebrakan pembangunan progresif menyeluruh yang berperikemanusiaan dan berkeadilan dalam berbagai bidang. Dengan begitu, Pancasila dan amanat UUD 1945 sebagai asas menjadi terlaksana.
Program Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 yang ramai diperbincangkan pun bisa saja kita terima dengan lapang asalkan pemerintah dengan segenap kesadaran jernih mau menjawab semua pertanyaan rakyatnya yang terpendam. Rakyat menanti!
Muhammad Idris Jamalullah
Mahasiswa Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin, Aktivis Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
(ars)