Warga Blitar Terduga Anggota ISIS Adalah Dokter
A
A
A
Harfan Ansharu yang ditangkap di Malaysia karena diduga anggota jaringan organisasi teroris Islamic State of Iraq dan Syiria (ISIS), adalah dokter. Warga Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar, Jawa Timur itu tercatat sebagai dokter umum di Rumah Sakit Ibu dan Anak Cendana Kanigoro, Blitar.
Harfan yang kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 16 Juni 1979 itu ditangkap di Malaysia bersama sang istri, Lina Maratul Fitria, yang merupakan alumni Fakultas Pertanian Universitas Negeri Malang. Saat penangkapan, pasutri ini membawa serta Fatih Andurrahman, anak kandung mereka yang masih berusia satu tahun. Bersama rombongan sepuluh orang WNI asal Jawa Timur lain (total 12 WNI), mereka dicurigai hendak bertolak ke Suriah bergabung dengan ISIS.
“Benar mereka telah mengurus paspor di Kantor Imigrasi Blitar,” ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar Tato Juliadin Hidayawan. Harfan mengurus persyaratan administrasi (registrasi paspor) pada 7 Agustus 2014. Kepada petugas imigrasi, dia berdalih hendak mengunjungi keluarga di Malaysia. “Paspor holiday mereka terbit pada 11 Agustus 2014,” terang Tato.
Selama proses pengurusan, petugas imigrasi tidak menangkap sesuatu yang mencurigakan. Harfan mampu menunjukkan semua persyaratan yang diminta imigrasi. Secara komunikasi dan penampilan, dia juga terlihat wajar. Tidak ada hal-hal yang mengarah bahwa mereka bakal tersandung masalah jaringan ISIS.
“Karena itu, tidak ada alasan kami untuk tidak memberikan paspor. Lagi pula, paspor merupakan hak setiap warga negara,” jelasnya. Pihak Imigrasi Blitar sudah berkoordinasi dengan Kanwil Jawa Timur dan Direktorat Jenderal Imigrasi Pusat. Bila memang nanti keduanya terbukti sebagai anggota jaringan ISIS, Tato menyatakan pihaknya siap mencabut paspornya.
“Bahkan, nama keduanya bisa black list . Contohnya kasus Anas Urbaningrum, saat ditetapkan sebagai tersangka, paspornya dicabut. Kebijakan itu sangat mungkin berlaku pada kasus ini. Karena itu, kami tunggu hasil dari pusat,” tegas Tato. Sementara itu, tempat tinggal Harfan di Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar tampak lengang.
Semua pintu dan jendela tertutup rapat, termasuk pagar besi luar bergaya kupu tarung itu juga terkunci gembok besar. “Selain Mas Harfan, dua kakaknya juga berprofesi dokter. Termasuk Zainal Abdi yang sulung juga dokter. Mereka juga bertempat tinggal di sini,” tutur Nurudin, perangkat Desa Jajar. Harfan adalah anak keempat dari lima bersaudara.
Ayahnya, yakni almarhum Latief, juga seorang dokter. Sebelum pensiun, kata Nurudin, Latief pernah menjabat sebagai Kepala Puskesmas Talun. Harfan dikenal berperangai pendiam dan tertutup. Jarang bergaul bertegur sapa dengan warga. Yang bersangkutan, juga nyaris tidak pernah terlihat dalam kegiatan masyarakat.
Solichan arif
Blitar
Harfan yang kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 16 Juni 1979 itu ditangkap di Malaysia bersama sang istri, Lina Maratul Fitria, yang merupakan alumni Fakultas Pertanian Universitas Negeri Malang. Saat penangkapan, pasutri ini membawa serta Fatih Andurrahman, anak kandung mereka yang masih berusia satu tahun. Bersama rombongan sepuluh orang WNI asal Jawa Timur lain (total 12 WNI), mereka dicurigai hendak bertolak ke Suriah bergabung dengan ISIS.
“Benar mereka telah mengurus paspor di Kantor Imigrasi Blitar,” ujar Kepala Kantor Imigrasi Kelas II Blitar Tato Juliadin Hidayawan. Harfan mengurus persyaratan administrasi (registrasi paspor) pada 7 Agustus 2014. Kepada petugas imigrasi, dia berdalih hendak mengunjungi keluarga di Malaysia. “Paspor holiday mereka terbit pada 11 Agustus 2014,” terang Tato.
Selama proses pengurusan, petugas imigrasi tidak menangkap sesuatu yang mencurigakan. Harfan mampu menunjukkan semua persyaratan yang diminta imigrasi. Secara komunikasi dan penampilan, dia juga terlihat wajar. Tidak ada hal-hal yang mengarah bahwa mereka bakal tersandung masalah jaringan ISIS.
“Karena itu, tidak ada alasan kami untuk tidak memberikan paspor. Lagi pula, paspor merupakan hak setiap warga negara,” jelasnya. Pihak Imigrasi Blitar sudah berkoordinasi dengan Kanwil Jawa Timur dan Direktorat Jenderal Imigrasi Pusat. Bila memang nanti keduanya terbukti sebagai anggota jaringan ISIS, Tato menyatakan pihaknya siap mencabut paspornya.
“Bahkan, nama keduanya bisa black list . Contohnya kasus Anas Urbaningrum, saat ditetapkan sebagai tersangka, paspornya dicabut. Kebijakan itu sangat mungkin berlaku pada kasus ini. Karena itu, kami tunggu hasil dari pusat,” tegas Tato. Sementara itu, tempat tinggal Harfan di Desa Jajar, Kecamatan Talun, Kabupaten Blitar tampak lengang.
Semua pintu dan jendela tertutup rapat, termasuk pagar besi luar bergaya kupu tarung itu juga terkunci gembok besar. “Selain Mas Harfan, dua kakaknya juga berprofesi dokter. Termasuk Zainal Abdi yang sulung juga dokter. Mereka juga bertempat tinggal di sini,” tutur Nurudin, perangkat Desa Jajar. Harfan adalah anak keempat dari lima bersaudara.
Ayahnya, yakni almarhum Latief, juga seorang dokter. Sebelum pensiun, kata Nurudin, Latief pernah menjabat sebagai Kepala Puskesmas Talun. Harfan dikenal berperangai pendiam dan tertutup. Jarang bergaul bertegur sapa dengan warga. Yang bersangkutan, juga nyaris tidak pernah terlihat dalam kegiatan masyarakat.
Solichan arif
Blitar
(bbg)