MK dan DPR Harus Tolak Perppu Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) dan DPR harus menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1/2014 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Karena, Perppu tersebut oleh pakar hukum tata negara dinilai inkonstitusional dan membahayakan nilai demokrasi.
"Tidak ada pilihan lain, kalau MK nanti menyatakan inskontitusional, maka DPR tak punya pilihan apapun kecuali ikut menolak," kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis ketika dihubungi wartawan, Minggu (14/12/2014).
Margarito berpandangan, jika MK telah memutuskan Perppu Pilkada inkonstitusional, seharusnya DPR tidak perlu membahas substansinya karena, perppu tersebut sudah batal secara hukum.
Namun, UU telah menegaskan bahwa DPR harus melakukan pembahasan kemudian, memutuskan untuk menerima atau menolak perppu.
"Sebab, bila nanti MK menolak, maka perppu itu kehilangan sifat hukum dan tak ada lagi alasan untuk DPR menerima dan mengesahkan itu menjadi UU," jelas Margarito.
Margarito juga menilai, MK layak untuk menolak perppu tersebut karena, tidak memenuhi tiga persyaratan untuk membuat perppu.
Yakni, perppu harus dikeluarkan dalam keadaan mendesak namun, tidak ada hal yang mendesak mengingat paska dikeluarkannya perppu Indonesia memang belum melaksanakan pilkada.
Lalu alasan kekosongan hukum yang tidak rasional karena satu hari sebelumnya DPR dan pemerintah baru saja mengesahkan UUPilkada.
"Terakhir, alasan demi mengatasi prosedur pembuatan UU yang memerlukan waktu panjang, tidak tepat juga,” timpalnya.
Namun, drinya meragukan jika MK memiliki keberanian untuk menolak perppu pilkada yang dikeluarkan oleh presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Oleh karenanya, dia meminta agar MK dapat melihat persoalan perppu ini atas dasar konstitusi.
"Saya harapkan mereka (MK) bisa berdiri di atas konstitusi, kemudian mengambil sikap tegas demi menghindari keburukan yang bisa menghinggapi bangsa ini,” ujar Margarito.
Selain itu, ungkapnya, Perppu Pilkada juga bisa membawa ancaman lain yakni, pelaksanaan demokrasi di Indonesia dan memperburuk citra Indonesia di mata dunia.
Karena, saat pilkada dilangsungkan serentak maka akan menghadirkan kekacauan serentak juga.
"Lalu apa itu yang mau kita tunjukkan ke dunia. Kalau negeri kita begini kacaunya,?" ujarnya.
Margarito menjelaskan, penolakan terhadap perppu akan memberikan pelajaran pada presiden untuk tidak salah menggunakan kewenangan darurat.
Karena, ditakutkan perppu bisa menjadi senjata presiden untuk menghabisi lawan politik. Dan ini semakin membahayakan demokrasi di Indonesia.
"Presiden memiliki pandangan politik berbeda, langsung keluarkan perppu. Sama seperti yang dilakukan Pak SBY, keputusan DPR tidak sejalan dia langsung kembali ke istana dan mengambil senjata untuk menghabisi keutuhan bersama,” tandasnya.
Karena, Perppu tersebut oleh pakar hukum tata negara dinilai inkonstitusional dan membahayakan nilai demokrasi.
"Tidak ada pilihan lain, kalau MK nanti menyatakan inskontitusional, maka DPR tak punya pilihan apapun kecuali ikut menolak," kata Pakar Hukum Tata Negara Universitas Khairun Ternate, Margarito Kamis ketika dihubungi wartawan, Minggu (14/12/2014).
Margarito berpandangan, jika MK telah memutuskan Perppu Pilkada inkonstitusional, seharusnya DPR tidak perlu membahas substansinya karena, perppu tersebut sudah batal secara hukum.
Namun, UU telah menegaskan bahwa DPR harus melakukan pembahasan kemudian, memutuskan untuk menerima atau menolak perppu.
"Sebab, bila nanti MK menolak, maka perppu itu kehilangan sifat hukum dan tak ada lagi alasan untuk DPR menerima dan mengesahkan itu menjadi UU," jelas Margarito.
Margarito juga menilai, MK layak untuk menolak perppu tersebut karena, tidak memenuhi tiga persyaratan untuk membuat perppu.
Yakni, perppu harus dikeluarkan dalam keadaan mendesak namun, tidak ada hal yang mendesak mengingat paska dikeluarkannya perppu Indonesia memang belum melaksanakan pilkada.
Lalu alasan kekosongan hukum yang tidak rasional karena satu hari sebelumnya DPR dan pemerintah baru saja mengesahkan UUPilkada.
"Terakhir, alasan demi mengatasi prosedur pembuatan UU yang memerlukan waktu panjang, tidak tepat juga,” timpalnya.
Namun, drinya meragukan jika MK memiliki keberanian untuk menolak perppu pilkada yang dikeluarkan oleh presiden keenam, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu. Oleh karenanya, dia meminta agar MK dapat melihat persoalan perppu ini atas dasar konstitusi.
"Saya harapkan mereka (MK) bisa berdiri di atas konstitusi, kemudian mengambil sikap tegas demi menghindari keburukan yang bisa menghinggapi bangsa ini,” ujar Margarito.
Selain itu, ungkapnya, Perppu Pilkada juga bisa membawa ancaman lain yakni, pelaksanaan demokrasi di Indonesia dan memperburuk citra Indonesia di mata dunia.
Karena, saat pilkada dilangsungkan serentak maka akan menghadirkan kekacauan serentak juga.
"Lalu apa itu yang mau kita tunjukkan ke dunia. Kalau negeri kita begini kacaunya,?" ujarnya.
Margarito menjelaskan, penolakan terhadap perppu akan memberikan pelajaran pada presiden untuk tidak salah menggunakan kewenangan darurat.
Karena, ditakutkan perppu bisa menjadi senjata presiden untuk menghabisi lawan politik. Dan ini semakin membahayakan demokrasi di Indonesia.
"Presiden memiliki pandangan politik berbeda, langsung keluarkan perppu. Sama seperti yang dilakukan Pak SBY, keputusan DPR tidak sejalan dia langsung kembali ke istana dan mengambil senjata untuk menghabisi keutuhan bersama,” tandasnya.
(sms)