Kualitas Air Buruk, 9 DAS Jadi Prioritas

Jum'at, 12 Desember 2014 - 17:04 WIB
Kualitas Air Buruk, 9 DAS Jadi Prioritas
Kualitas Air Buruk, 9 DAS Jadi Prioritas
A A A
JAKARTA - Sembilan daerah aliran sungai (DAS) di Jawa saat ini kondisinya dianggap membahayakan. Sembilan DAS tersebut adalah Bengawan Solo, Brantas, Ciliwung, Cisadane, Cimanuk, Citarum, Citanduy, Progo dan Serayu.

Hal ini sesuai dengan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) yang dirilis Pusat Pengelolaan Ekoregion (PPE) Jawa Kementerian Lingkungan Hidup (LH) dan Kehutanan.
Kepala PPE Jawa, Sugeng Priyanto menyampaikan, sembilan DAS tersebut termasuk kategori prioritas.

Sugeng menjelaskan, kualitas air yang paling buruk dari sembilan DAS tersebut dengan skala 0 – 100 adalah Sungai Ciliwung. Sementara yang tertinggi adalah Sungai Progo. Sementara bila dilihat dari kekritisan air permukaan, DAS Serayu yang tertinggi dan DAS Ciliwung yang terendah.

"Secara keseluruhan, berdasarkan nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) tahun 2012 dari sembilan DAS besar yang ada di Pulau Jawa ini, DAS Citarum merupakan DAS yang mendapat nilai paling rendah, dengan nilai 39,63. Sementara itu DAS Citanduy merupakan DAS yang mendapat nilai paling tinggi dengan nilai IKLH sebesar 68,85,” jelas Sugeng dalam keterangan resminya, Jumat (12/12/2014).

Dia menambahkan, selain kualitas air yang berbahaya akibat pencemaran, juga dipengaruhi faktor kuantitas air itu sendiri.

Namun, diakuinya, berdasarkan perhitungan ketersediaan air dengan menggunakan metode yang dipakai dalam Permen-LH No. 17 Tahun 2009, sekaligus proyeksi jumlah penduduk tahun 2012, diketahui dari besarnya kebutuhan air untuk hidup layak menunjukkan bahwa sebagian besar DAS berada dalam posisi yang kritis karena defisit air.

“Itu baru dilihat dari aspek air, padahal ada aspek lain yang juga bisa mengukur IKLH-nya," terangnya.
Sugeng menerangkan, selain faktor air, juga ada faktor udara, lahan dan keanekaragaman hayati.
Menurutnya, dari faktor sumberdaya air digunakan indikator kualitas air sungai dan kekritisan air.

Sementara dari faktor udara digunakan indikator kualitas udara ambien dan pengatur kualitas udara.
Selajutnya, kata Sugeng, dari faktor lahan menggunakan indikator tutupan vegetasi dan lahan kritis. Sedangkan dari faktor keanekaragaman hayati digunakan indikator keamanan ekosistem pengawet keanekaragaman hayati.

“IKLH berbasis DAS ini menggunakan komponen dan parameter yang lebih banyak, sehingga dapat mengurangi bias. Makin banyak komponen dan parameter yang diuji, biasnya semakin kecil.” paparnya.
(kur)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6925 seconds (0.1#10.140)