Sahat Butuh 10 Tahun Mengeruk Tanah untuk Membangun Gua Buatan
A
A
A
Perkampungan itu bernama Huta Lumban Sitabunan di Desa Siohonangan, Kecamatan Paranginan, Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara.
Sekilas tidak ada yang membedakan perkampungan itu dengan perkampungan masyarakat pada umumnya, terlebih yang ada di perbukitan di pinggiran Danau Toba. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah orang datang melihat beberapa gua yang dikerjakan lebih dalam sepuluh tahun terakhir. Sekilas jika orang melihat gua-gua tersebut, mereka tidak akan percaya bahwa itu adalah buatan tangan.
Pasalnya, gua tersebut tidak memiliki penyangga kerangka baja. Gua tersebut murni menggunakan konstruksi tanah gunung berbahan liat. Gua tersebut bukanlah karya arsitektur ternama, melainkan hasil kerja tangan seorang lelaki tua bernama Sahat Siburian yang saat ini berusia 61 tahun. Ayah dari sepuluh anak yang telah dikaruniai 14 cucu tersebut mengaku bahwa dia mengukir dan membuat lubang di kaki tebing tersebut berawal dari mimpi.
Di dalam mimpinya, dia melihat satu keluarga hidup dengan tanah dan membuat tanah itu sebagai bentuk rumah untuk berteduh. Pada saat terbangun, dia melihat sekelilingnya dan menyadari bahwa ada sesuatu di kaki tebing tersebut. “Saya pun mulai mengerjakannya pada 2002. Kurang lebih sepuluh tahun saya melakukan pengerukan sampai tercipta banyak lubang di dalam tanah yang saling berhubungan dan ada juga yang memiliki lubang hingga ke bawah,” ujar Sahat kepada KORAN SINDO.
Suami Tianas Naibaho itu menurutkan bahwa orangorang menyebutnya gila karena mengeruk tanah tanpa tujuan jelas. Namun bagi dia, mengeruk tanah itu adalah perintah dari mimpi yang pernah ada dalam tidurnya. Dia pun mengabaikan perkataan orangorang kampung dan terus melakukan pengerukan hingga akhirnya dia tuntas membangun lubang yang dapat dimasuki orang serta dapat saling berhubungan dengan lubang lain di dalamnya.
“Kenapa ada gua yang bertingkat dan ada juga gua yang membelok, saya juga tidak begitu mengerti. Yang pasti, orang yang masuk ke dalam serasa masuk ke perut bumi, sebab tidak ada kerangka beton atau baja untuk menopang beban bukit. Semua dari tanah,” katanya.
Sahat menambahkan, gua yang dibuatnya merupakan pelengkap panorama yang ada di atas bukit di pinggiran Danau Toba. Bahkan, khusus baginya, gua tersebut memiliki pesan peradaban untuk setiap pengunjung. Karena itu, dia meminta setiap pengunjung berperilaku sopan di dalam gua serta tidak diizinkan buang air kecil di dalamnya.
“Saya juga mengharapkan mereka yang datang dan ingin masuk ke dalam gua agar memberitahukannya. Jika tidak, saya tidak akan bertanggung jawab kalau tersesat,” katanya. Salah satu pengunjung yang masuk ke dalam gua tersebut adalah Harapan Sibarani, 38.
Lelaki yang bekerja sebagai aparatur daerah di salah satu dinas tersebut mengatakan, masuk ke gua itu ibarat bermain labirin di dalam tanah, sebab masuk bisa dari salah satu pintu, namun keluar bisa jadi dari pintu yang berbeda. Bahkan, bisa juga keluar dari gua yang ada di bawahnya lagi.
Baringin Lumban Gaol
Humbang Hasundutan
Sekilas tidak ada yang membedakan perkampungan itu dengan perkampungan masyarakat pada umumnya, terlebih yang ada di perbukitan di pinggiran Danau Toba. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah orang datang melihat beberapa gua yang dikerjakan lebih dalam sepuluh tahun terakhir. Sekilas jika orang melihat gua-gua tersebut, mereka tidak akan percaya bahwa itu adalah buatan tangan.
Pasalnya, gua tersebut tidak memiliki penyangga kerangka baja. Gua tersebut murni menggunakan konstruksi tanah gunung berbahan liat. Gua tersebut bukanlah karya arsitektur ternama, melainkan hasil kerja tangan seorang lelaki tua bernama Sahat Siburian yang saat ini berusia 61 tahun. Ayah dari sepuluh anak yang telah dikaruniai 14 cucu tersebut mengaku bahwa dia mengukir dan membuat lubang di kaki tebing tersebut berawal dari mimpi.
Di dalam mimpinya, dia melihat satu keluarga hidup dengan tanah dan membuat tanah itu sebagai bentuk rumah untuk berteduh. Pada saat terbangun, dia melihat sekelilingnya dan menyadari bahwa ada sesuatu di kaki tebing tersebut. “Saya pun mulai mengerjakannya pada 2002. Kurang lebih sepuluh tahun saya melakukan pengerukan sampai tercipta banyak lubang di dalam tanah yang saling berhubungan dan ada juga yang memiliki lubang hingga ke bawah,” ujar Sahat kepada KORAN SINDO.
Suami Tianas Naibaho itu menurutkan bahwa orangorang menyebutnya gila karena mengeruk tanah tanpa tujuan jelas. Namun bagi dia, mengeruk tanah itu adalah perintah dari mimpi yang pernah ada dalam tidurnya. Dia pun mengabaikan perkataan orangorang kampung dan terus melakukan pengerukan hingga akhirnya dia tuntas membangun lubang yang dapat dimasuki orang serta dapat saling berhubungan dengan lubang lain di dalamnya.
“Kenapa ada gua yang bertingkat dan ada juga gua yang membelok, saya juga tidak begitu mengerti. Yang pasti, orang yang masuk ke dalam serasa masuk ke perut bumi, sebab tidak ada kerangka beton atau baja untuk menopang beban bukit. Semua dari tanah,” katanya.
Sahat menambahkan, gua yang dibuatnya merupakan pelengkap panorama yang ada di atas bukit di pinggiran Danau Toba. Bahkan, khusus baginya, gua tersebut memiliki pesan peradaban untuk setiap pengunjung. Karena itu, dia meminta setiap pengunjung berperilaku sopan di dalam gua serta tidak diizinkan buang air kecil di dalamnya.
“Saya juga mengharapkan mereka yang datang dan ingin masuk ke dalam gua agar memberitahukannya. Jika tidak, saya tidak akan bertanggung jawab kalau tersesat,” katanya. Salah satu pengunjung yang masuk ke dalam gua tersebut adalah Harapan Sibarani, 38.
Lelaki yang bekerja sebagai aparatur daerah di salah satu dinas tersebut mengatakan, masuk ke gua itu ibarat bermain labirin di dalam tanah, sebab masuk bisa dari salah satu pintu, namun keluar bisa jadi dari pintu yang berbeda. Bahkan, bisa juga keluar dari gua yang ada di bawahnya lagi.
Baringin Lumban Gaol
Humbang Hasundutan
(ars)