Arus Balik, Reformasi
A
A
A
Irfan Ridwan Maksum
Ketua Program Pascasarjana Ilmu Administrasi dan Guru Besar FISIP UI
Pascapelantikan Jokowi- JK menjadi presiden dan wakil presiden RI, masyarakat banyak harap kepada susunan Kabinet Kerja.
Detik-detik penantian penetapan susunan kabinet tersebut sampai menimbulkan polemik di antara para pakar, pengamat, dan praktisi. Pertanyaan yang serius dari disain kabinet ini menyangkut nasib reformasi pembangunan Indonesia yang sudah digulirkan periode kepemimpinan sebelumnya, apakah terjaga keberlanjutannya?
Politiko- Adminsitrasi
Jokowi-JK harus mampu mengomunikasikan ide dan visinya kepada anggota kabinetnya. Kabinetnya adalah alat untuk mewujudkan visi-misi Jokowi-JK. Untuk itu, peta pembangunan bangsa juga harus dikuasai anggotanya tersebut minimal sesuai bidangnya.
Kabinet Kerja tidak mungkin diisi pribadi yang antireformasi dan memiliki rekam jejak yang tidak kondusif dalam mengelola organisasi publik. Jokowi- JK saat ini telah dan akan merasakan kelembaman organisasi pemerintahannya. Faktor kelembaman organisasi pertama datang dari dalam birokrasi kabinetnya. Pribadipribadi cakap saja yang mampu menghadapi soal seperti ini.
Untuk itu, seleksi yang dilakukan Jokowi-JK yang memperhatikan pertimbangan dari KPK, PPATK, DPR RI, dan dari kelompok kepentingan di dalamnya haruslah sejalan dengan nilai kecakapan para menterinya karena soal ini menentukan pengelolaan kelembaman organisasi yang akan dikelola Jokowi- JK lima tahun ke depan.
Namun, terdapat pula potensi pendorong perubahan arah yang datang dari visi elite politik pemerintahan Jokowi- JK, setidaknya sejak diputuskan susunan kabinet. Pertama, diputusnya MP3EI adalah arah baru yang tidak mudah diikuti manajemen pemerintahan Jokowi- JK.
Kedua, waktu tunggu putusan mengenai pilkada. Faktor ini bahkan akan mendominasi perjalanan panjang lima tahun pemerintahan Jokowi- JK dan akan terasa lebih panjang. Ketiga, isu kenaikan BBM. Keempat, arah baru kemaritiman yang belum tampak jelas. Faktor ketiga dan keempat mampu memutar balik jarum reformasi yang sudah ada. Memang ancaman utama lebih banyak dari dalam. Pengalaman Jokowi-JK dan para menterinya akan banyak berbicara.
Masyarakat luas akan sama- sama menilai bagaimana sepak terjangnya dalam 100 hari pertama, satu tahun pertama, dan selanjutnya. Kinerja mereka terbaca, apakah ancaman reformasi yang justru muncul atau keberlanjutan reformasi yang akan banyak mewarnai di bawah Jokowi-JK. Keduanya dikenal sebagai pribadi-pribadi yang efektif. Inilah yang harus dibuktikan selama periode kepemimpinannya.
Keberlanjutan
Tentu sebagian masyarakat berharap terjadi kesinambungan dan terdapat upaya untuk penyempurnaan. Akal sehat meminta Jokowi-JK tidak membuat hal baru yang justru menimbulkan arah yang berbalik.
Namun, arah yang berbalik dalam reformasi seringkali tidak disadari oleh pemain utama reformasi itu sendiri. Arah berbalik ini ancaman jika reformasi berjalan sudah sesuai (on the track reform). Dengan demikian, Jokowi-JK harus menyadari perlu early warning system dalam reformasi yang akan dilakukan. Deteksi dini ancaman reformasi ditentukan seberapa besar kemampuan memahami reformasi yang sudah berjalan sebelumnya dibandingkan platform Jokowi-JK ke depan.
Karena itu, nilai keberlanjutan dapat dikembangkan dengan tetap kritis karena dapat saja ketika kondisi berjalan terjadi berbagai hal distortif terhadap reformasi yang sesungguhnya diinginkan bangsa Indonesia. Arah reformasi yang berbalik dapat juga terjadi oleh kelembaman organisasi birokrasi yang dikelola para menterinya. Namun, reformasi juga tidak sekadar pelarangan rapat di hotel, pengurangan kertas-kertas kantor, pengurangan jatah telepon, dan ihwal teknis lain.
Reformasi bergradasi dari yang teknis sampai strategis. Jika ihwal teknis semata yang dilakukan, kesimpulannya justru mengarah bahwa kelembaman organisasi pemerintahan RI amatlah besar yang sedang dihadapi Jokowi-JK. Masyarakat telah memahami bahwapasanganterpilihJokowi- JK sudah memiliki desain pembangunan Indonesia.
Jokowi-JK bahkan menyiapkan tim transisi– yang sudah membubarkan diri–untuk soal tersebut bahkan bertugas pula sampai mendesain struktur Kabinet Kerja yang sudah terisi kini. Jokowi-JK kini sedang memainkan revolusi mental dalam tindakan.
Dua hal besar menggolongkan reformasi untuk kepentingan pembangunan Indonesia ke depan yang dapat menjadi alat deteksidinikeberlanjutanreformasi: (1) prosedural, bagaimana manajemen terarah mampu dilakukan oleh Jokowi-JK terhadap kabinetnya; (2) soal-soal substansial apa yang menjadi pokok-pokok perubahan manajemen bangsa Indonesia yang mampu menjadi pilar perwujudan platform Jokowi-JK.
Alat pertama menyangkut matra komunikasi politik dengan lembaga tinggi negara dan manajemen terhadap birokrasi kabinetnya. Alat kedua adalah meneliti ihwal pokok mana yang merupakan pilar pembangunan Indonesia. Yang kedua dapat dirinci antara lain (1) kesejahteraan bangsa, (2) hubungan pusat-daerah dan manajemen otonomi daerah, serta (3) daya saing nasional, Inilah revolusi mental plus.
Alat pertama menentukan bagaimana alat kedua mampu dikelola dengan baik. Jika alat pertama tidak kondusif, dapat saja pembangunan bangsa terancam. Begitupun sebaliknya, kemampuan menggambarkan alat pertama yang tidak diimbangi menelaah secara baik alat kedua, pun dapat mengancam pembangunan bangsa Indonesia. Jika alat pertama kondustif, dapat ditengarai bahwa kesejahteraan masyarakat meningkat dan disertai keadilan dan pemerataan tentunya.
Berikutnya hubungan pusat-daerah dan manajemen otonomi daerah semakin nyata dan bertanggung jawab memiliki implikasi pembangunan lokal dan nasional yang efektif. Terakhir daya saing nasional pun terjamin. Dengan demikian, sistem politik nasional yang ada harus dikelola dengan baik oleh Jokowi- JK dan hasil Kabinet Kerja yang sudah diketahui masyarakat luas harus segera bekerja keras sesuai prinsip Presiden Jokowi.
Kerja keras akan mendorong keberlanjutan reformasi menutup stigma banyak kepentingan bermain di balik penyusunan Kabinet Kerja. Semoga.
Ketua Program Pascasarjana Ilmu Administrasi dan Guru Besar FISIP UI
Pascapelantikan Jokowi- JK menjadi presiden dan wakil presiden RI, masyarakat banyak harap kepada susunan Kabinet Kerja.
Detik-detik penantian penetapan susunan kabinet tersebut sampai menimbulkan polemik di antara para pakar, pengamat, dan praktisi. Pertanyaan yang serius dari disain kabinet ini menyangkut nasib reformasi pembangunan Indonesia yang sudah digulirkan periode kepemimpinan sebelumnya, apakah terjaga keberlanjutannya?
Politiko- Adminsitrasi
Jokowi-JK harus mampu mengomunikasikan ide dan visinya kepada anggota kabinetnya. Kabinetnya adalah alat untuk mewujudkan visi-misi Jokowi-JK. Untuk itu, peta pembangunan bangsa juga harus dikuasai anggotanya tersebut minimal sesuai bidangnya.
Kabinet Kerja tidak mungkin diisi pribadi yang antireformasi dan memiliki rekam jejak yang tidak kondusif dalam mengelola organisasi publik. Jokowi- JK saat ini telah dan akan merasakan kelembaman organisasi pemerintahannya. Faktor kelembaman organisasi pertama datang dari dalam birokrasi kabinetnya. Pribadipribadi cakap saja yang mampu menghadapi soal seperti ini.
Untuk itu, seleksi yang dilakukan Jokowi-JK yang memperhatikan pertimbangan dari KPK, PPATK, DPR RI, dan dari kelompok kepentingan di dalamnya haruslah sejalan dengan nilai kecakapan para menterinya karena soal ini menentukan pengelolaan kelembaman organisasi yang akan dikelola Jokowi- JK lima tahun ke depan.
Namun, terdapat pula potensi pendorong perubahan arah yang datang dari visi elite politik pemerintahan Jokowi- JK, setidaknya sejak diputuskan susunan kabinet. Pertama, diputusnya MP3EI adalah arah baru yang tidak mudah diikuti manajemen pemerintahan Jokowi- JK.
Kedua, waktu tunggu putusan mengenai pilkada. Faktor ini bahkan akan mendominasi perjalanan panjang lima tahun pemerintahan Jokowi- JK dan akan terasa lebih panjang. Ketiga, isu kenaikan BBM. Keempat, arah baru kemaritiman yang belum tampak jelas. Faktor ketiga dan keempat mampu memutar balik jarum reformasi yang sudah ada. Memang ancaman utama lebih banyak dari dalam. Pengalaman Jokowi-JK dan para menterinya akan banyak berbicara.
Masyarakat luas akan sama- sama menilai bagaimana sepak terjangnya dalam 100 hari pertama, satu tahun pertama, dan selanjutnya. Kinerja mereka terbaca, apakah ancaman reformasi yang justru muncul atau keberlanjutan reformasi yang akan banyak mewarnai di bawah Jokowi-JK. Keduanya dikenal sebagai pribadi-pribadi yang efektif. Inilah yang harus dibuktikan selama periode kepemimpinannya.
Keberlanjutan
Tentu sebagian masyarakat berharap terjadi kesinambungan dan terdapat upaya untuk penyempurnaan. Akal sehat meminta Jokowi-JK tidak membuat hal baru yang justru menimbulkan arah yang berbalik.
Namun, arah yang berbalik dalam reformasi seringkali tidak disadari oleh pemain utama reformasi itu sendiri. Arah berbalik ini ancaman jika reformasi berjalan sudah sesuai (on the track reform). Dengan demikian, Jokowi-JK harus menyadari perlu early warning system dalam reformasi yang akan dilakukan. Deteksi dini ancaman reformasi ditentukan seberapa besar kemampuan memahami reformasi yang sudah berjalan sebelumnya dibandingkan platform Jokowi-JK ke depan.
Karena itu, nilai keberlanjutan dapat dikembangkan dengan tetap kritis karena dapat saja ketika kondisi berjalan terjadi berbagai hal distortif terhadap reformasi yang sesungguhnya diinginkan bangsa Indonesia. Arah reformasi yang berbalik dapat juga terjadi oleh kelembaman organisasi birokrasi yang dikelola para menterinya. Namun, reformasi juga tidak sekadar pelarangan rapat di hotel, pengurangan kertas-kertas kantor, pengurangan jatah telepon, dan ihwal teknis lain.
Reformasi bergradasi dari yang teknis sampai strategis. Jika ihwal teknis semata yang dilakukan, kesimpulannya justru mengarah bahwa kelembaman organisasi pemerintahan RI amatlah besar yang sedang dihadapi Jokowi-JK. Masyarakat telah memahami bahwapasanganterpilihJokowi- JK sudah memiliki desain pembangunan Indonesia.
Jokowi-JK bahkan menyiapkan tim transisi– yang sudah membubarkan diri–untuk soal tersebut bahkan bertugas pula sampai mendesain struktur Kabinet Kerja yang sudah terisi kini. Jokowi-JK kini sedang memainkan revolusi mental dalam tindakan.
Dua hal besar menggolongkan reformasi untuk kepentingan pembangunan Indonesia ke depan yang dapat menjadi alat deteksidinikeberlanjutanreformasi: (1) prosedural, bagaimana manajemen terarah mampu dilakukan oleh Jokowi-JK terhadap kabinetnya; (2) soal-soal substansial apa yang menjadi pokok-pokok perubahan manajemen bangsa Indonesia yang mampu menjadi pilar perwujudan platform Jokowi-JK.
Alat pertama menyangkut matra komunikasi politik dengan lembaga tinggi negara dan manajemen terhadap birokrasi kabinetnya. Alat kedua adalah meneliti ihwal pokok mana yang merupakan pilar pembangunan Indonesia. Yang kedua dapat dirinci antara lain (1) kesejahteraan bangsa, (2) hubungan pusat-daerah dan manajemen otonomi daerah, serta (3) daya saing nasional, Inilah revolusi mental plus.
Alat pertama menentukan bagaimana alat kedua mampu dikelola dengan baik. Jika alat pertama tidak kondusif, dapat saja pembangunan bangsa terancam. Begitupun sebaliknya, kemampuan menggambarkan alat pertama yang tidak diimbangi menelaah secara baik alat kedua, pun dapat mengancam pembangunan bangsa Indonesia. Jika alat pertama kondustif, dapat ditengarai bahwa kesejahteraan masyarakat meningkat dan disertai keadilan dan pemerataan tentunya.
Berikutnya hubungan pusat-daerah dan manajemen otonomi daerah semakin nyata dan bertanggung jawab memiliki implikasi pembangunan lokal dan nasional yang efektif. Terakhir daya saing nasional pun terjamin. Dengan demikian, sistem politik nasional yang ada harus dikelola dengan baik oleh Jokowi- JK dan hasil Kabinet Kerja yang sudah diketahui masyarakat luas harus segera bekerja keras sesuai prinsip Presiden Jokowi.
Kerja keras akan mendorong keberlanjutan reformasi menutup stigma banyak kepentingan bermain di balik penyusunan Kabinet Kerja. Semoga.
(ars)